Kompleks
makam Sultanah Nahrasyiyah terletak di Gampong Kuta Krueng, Kecamatan Samudra,
Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh. Lokasi makam ini berada di pemakaman
Kesultanan Samudra Pasai Periode II.
Makam
ini terbuat dari marmer untuk mengenang Al-Malikah
Al-Mu’azhzhamah (Ratu yang Dipertuan Agung) Nahrasyiyah bini Sultan Zainal
Abidin. Makam ini bisa diidentifikasi oleh para arkeolog karena adanya
inskripsi yang terpahatkan di marmer berwarna putih tersebut. Inskripsi yang
menggunakan aksara dan bahasa Arab, berisi (dalam terjemahannya): “Inilah pembaringan yang bercahaya lagi
bersih bagi ratu yang dipertuan agung, yang dirahmati lagi diampuni Nahrasyiyah
yang digelar dengan Ra-Bakhsya Khadiyu (penguasa yang pemurah) binti Sultan
yang berbahagia lagi syahid Zainal Abidin bin Sultan Ahmad bin Sultan Muhammad
bin Al-Malik Ash-Shalih, semoga ke atasnya dan ke atas mereka semua dilimpahkan
rahmat dan keampunan. Ia meninggalkan negeri yang fana menuju sisi rahmat Allah
pada tanggal hari Senin 17 bulan Zulhijjah 831 dari hijrah [Nabi SAW].”
Selain
inskripsi di atas yang kaligrafis, di makam tersebut juga terdapat ayat-ayat
Al-Qur’an, yaitu Surat Yasin. Terpahatnya Surat Yasin pada makam Sultanah
Nahrasyiyah barangkali memililki suatu makna, seniman seolah hendak
menyampaikan bahwa kebaikan Sultanah Nahrasyiyah dan Samudra Pasai pada waktu
itu meliputi sisi duniawi dan ukhrawinya
(al-mu’immah), jauh dari marabahaya
dan mampu mempertahankan dirinya (al-dafi’ah),
serta dapat memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyatnya (al-qadhiyah). Selain itu, Surat Yasin
adalah juga jantung Al-Qur’an. Mungkin, seniman yang memahat Surat Yasin pada
makam Malikah Nahrasyiyah juga ingin mengatakan bahwa Nahrasyiyah adalah
jantung Samudera Pasai, dan Samudera Pasai adalah jantung bagi negeri-negeri
Islam di Asia Tenggara.
Sejauh penelitian yang dilakukan, pahatan Surat Yasin pada makam bersejarah di Aceh hanya terdapat pada dua makam. Yang pertama, makam Sultanah Nahrasyiyah, dan yang kedua adalah makam Sultan Alauddin Inayat Syah (seorang sultan dari Kerajaan Aceh Darussalam).
Kompleks
makan ini dikelilingi oleh pagar kawat dan beratap seng memanjang. Karena di
bawah seng tersebut banyak berjajar makam-makam lainnya. Di sekeliling makam
ini, terutama yang berada di sebelah utara masih merupakan lahan tambak
ikan/udang yang masih tergolong luas. Sehingga, di lingkungan makam ini udara
terasa agak panas. Namun demikian, keindahan makam ini masih terpancar hingga
kini. Bahkan, Dr. C. Snouck Hurgronje pernah terkagum-kagum menyaksikan sebuah
makam yang demikian indah di situs purbakala Kerajaan Samudera Pasai di Aceh
Utara. Makam yang terbuat dari pualam itu, merupakan makam terindah di Asia
Tenggara. Makam yang dihiasi dengan ayat-ayat Qur’an tersebut tentu seorang
raja yang besar, terbukti dari hiasan makamnya yang sangat istimewa.
Latar Belakang Sejarah
Sultanah
Nahrasyiyah merupakan seorang raja perempuan dari Kerajaan Samudera Pasai yang
memerintah dari 824-832 H atau 1400-1428 M. Ia adalah puteri Sultan Zainal
Abidin bin Al-Malik Ash-Shalih (Sultan Malikussaleh), yang wafat pada hari
Senin 17 Dzulhijjah 832 H atau 1428 M.
Sayang,
sedikit sekali sumber sejarah tentang dirinya
yang memerintah lebih dari 20 tahun. Kerajaan Samudera Pasai senantiasa
mengeluarkan mata uang emas. Akan tetapi, kepunyaan Ratu Nahrasyiyah sampai
saat ini belum ditemukan.
Sementara itu, dirham ayahnya ditemukan, di mana di sisi depan mata uang tersebut tercantum “Zainal Abidin Malik az-Zahir”. Nama Sultan Zainal Abidin dalam berita-berita Tiongkok dikenal dengan Tsa-nu-li-a-ting-ki. Kronika Dinasti Ming (1368-1643) menyebutkan, Raja ini mengirimkan utusan-utusannya yang ditemani oleh sida-sida China, Yin Ching kepada maharaja China, Ch’engtsu (1403-1424).
Maharaja
China kemudian mengeluarkan dekrit pengangkatannya sebagai Raja Samudera Pasai
dan memberikan sebuah cap kerajaan dan pakaian kerajaan. Pada tahun 1415
Laksamana Cheng Ho dengan armadanya datang mengunjungi Kerajaan Samudera Pasai.
Diceritakan, Sekandar, kemenakan suami kedua Ratu, bersama pengikutnya merampok
Cheng Ho. Serdadu-serdadu China dan Ratu Kerajaan Samudera Pasai akhirnya dapat
mengalahkan Sekandar. Ia ditangkap lalu dibawa ke Tiongkok untuk dijatuhi
hukuman mati. Ratu yang dimaksud dalam berita China itu tidak lain adalah Ratu
Nahrasyiyah. *** [300913]
Kepustakaan:
Booklet Tinggalan Sejarah Samudra Pasai yang
dikeluarkan oleh Central Information for Samudra Pasai Heritage (CISAH)
Lhokseumawe
Sinopsis yang dipajang di dinding SDN 3 Beureunuen,
Pidie
Tidak ada komentar:
Posting Komentar