Museum
Satriamandala terletak di Jalan Gatot Subroto 14 Jakarta Selatan, atau kurang
lebih 100 m sebelah timur Gedung Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Lokasi museum ini sangat strategis karena berada di tepi jalan besar yang
membelah Jakarta dari Cawang hingga Grogol.
Museum
Satriamandala merupakan museum militer yang dikelola oleh Pusat Sejarah
(Pusjarah) Markas Besar Tentara Nasional Indonesia (TNI). Namun demikian,
museum ini terbuka untuk umum. Artinya, siapa saja boleh mengunjungi museum ini
dengan karcis masuk museum sebesar Rp 2.500,-. Awalnya, museum ini memang
dicitrakan sebagai propaganda dari Pemerintah Orde Baru (ORBA), namun bila
mempertimbangkan informasi sejarah yang dimiliki oleh museum ini, selayaknya
informasi tersebut bisa digunakan. Sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam
rangka merebut dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
memerlukan waktu yang cukup panjang. Rakyat Indonesia dan Tentara Nasional
Indonesia (TNI) berjuang bersama demi menegakkan kemerdekaan dengan pengorbanan
jiwa dan raga maupun harta benda yang tak ternilai harganya. Dengan mempelajari
sejarah, kita harapkan mampu bersikap serta bertindak arif dan bijaksana dalam
menghadapi masa depan.
Ide
berdirinya museum ini berasal dari Brigadir Jenderal Prof. DR. Nugroho
Notosusanto. Gedung ini dulunya merupakan kediaman Soekarno dengan Ratna Sari
Dewi yang dikenal dengan nama Wisma Yaso. Ketika mantan Presiden Soekarno
wafat, jenazahnya sempat disemayamkan di gedung ini, dan selanjutnya dimakamkan
di Blitar, Jawa Timur.
Museum
ini diresmikan oleh Soeharto, Presiden RI ke-2, pada tanggal 5 Oktober 1972. Satriamadala berasal dari bahasa
Sansekerta yang berarti lingkungan
keramat para ksatria.
Museum Satriamandala merupakan salah satu sarana pewarisan nilai-nilai juang 1945 dalam pembinaan serta pelestarian jiwa dan semangat keprajuritan di lingkungan TNI. Di samping itu juga merupakan sarana efektif untuk menanamkan kesadaran sejarah dan semangat nasionalisme di kalangan generasi muda.
Koleksi
yang terdapat di Museum Satriamandala adalah benda-benda bersejarah peninggalan
para pejuang TNI dari tahun 1945 hingga kini.
Salah
satu koleksi menarik yang menjadi ikon museum ini adalah tandu Panglima Besar
Jenderal Sudirman yang dipakai beiau pada saat memimpin perang gerilnya tahun
1948-1949.
Di
dalam kompleks Museum Satriamandala yang memiliki areal seluas 56.670 m² ini,
terdapat pula pesawat Curen buatan Jepang tahun 1933 yang pertama kali
diterbangkan di Lapangan Udara Maguwo, Yogyakarta, oleh penerbang Agustinus
Adisucipto yang dikenal sebagai salah satu pelopor dunia kedirgantaraan
Indonesia.
Di
museum ini terdapat 74 diorama yang menggambarkan peranan TNI bersama rakyat
dalam membela kemerdekaan dan mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia dari
berbagai ancaman baik dari dalam maupun luar negeri.
Koleksi
senjata yang dipamerkan di Museum Satriamandala mulai dari senjata tradisional
seperti bambu runcing dan bom Molotov, hingga senjata modern seperti revolver
atau handgun, rocket launcher, berbagai macam senapan mesin
ringan, sedang maupun berat.
Masih
dalam kompleks Museum Satriamandala terdapat Museum Waspada Purbawisesa yang
diresmikan oleh Soeharto pada tanggal 10 November 1987.
Museum
Waspada Purbawisesa menyajikan diorama yang menggambarkan perjuangan TNI
bersama rakyat dalam menumpas pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia
(DI/TII) di Jawa Barat, Jawa Tengah, Aceh, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan
Selatan pada awal tahun 1950-an.
Selain
memiliki ruang pameran yang representatif, kompleks Museum Satriamandala
memiliki sejumlah fasilitas lainnya, seperti tempat parkir yang sangat luas,
kantin dan toko souvenir, ruang serbaguna yang berkapasitas 600 kursi, perpustakaan
maupun tempat penginapan. *** [260913]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar