Kelurahan
Tanjunganom merupakan salah satu kelurahan yang terletak di Kecamatan
Tanjunganom, Kabupaten Nganjuk, Provinsi Jawa Timur. Secara geografis,
Kelurahan Tanjunganom terletak pada posisi 7° 21’ - 7° 31’ Lintang Selatan dan
110° 10’ - 111° 40’ Bujur Timur. Topografi ketinggian desa ini adalah berupa
dataran sedang, yaitu sekitar 156 meter di atas permukaan air laut. Berdasarkan
data BPS Kabupaten Nganjuk, curah hujan rata-rata mencapai 2.400 mm. Curah
hujan terbanyak terjadi pada bulan Desember hingga mencapai 405,04 mm.
Kelurahan
Tanjunganom, saat ini memiliki jumlah penduduk sebanyak 5.589 orang dengan
jumlah 1.454 KK. Sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani
yang didukung oleh lingkungan alam yang menopang pertanian, utamanya adalah
sawah beririgasi.
Lokasi
kelurahan ini tidak terlalu jauh dengan ibu kota Kecamatan Tanjunganom, yaitu
sekitar 0,5 kilometer, yang dapat ditempuh dengan waktu sekitar 2 menit. Sedang
jarak ke ibu kota Kabupaten Nganjuk adalah sekitar 15 kilometer.
Secara
adminstratif, Kelurahan Tanjunganom dibatasi oleh wilayah desa-desa tetangga.
Di sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Warujayeng. Di sebelah barat
berbatasan dengan Kelurahan Warujayeng. Di sisi selatan berbatasan dengan Desa
Kampung Baru, sedangkan di sisi timur berbatasan dengan Desa Kaloran.
Dalam
Profil Kelurahan Tanjunganom, Kecamatan Tanjunganom, Kabupaten Nganjuk, yang
disusun oleh Tim Perumus Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Des)
Tahun 2011 – 2015, dikisahkan bahwa sembilan tahun sebelum Perang Diponegoro
meletus, tepatnya pada tahun 1816, hiduplah seorang bernama Dipoyono. Ia adalah
rakyat biasa yang menaruh simpati terhadap perjuangan Pangerang Diponegoro
dalam berperang melawan penjajah Belanda.
Dari
berbagai sumber yang ada, Dipoyono awalnya adalah seorang pelarian dari
Bagelen, Purworejo. Ia melarikan diri ke Jawa Timur lantaran takut dianggap
sebagai musuh pemerintah kolonial Belanda yang terancam jiwanya. Selain itu, juga
karena seringnya terjangkit wabah penyakit di daerah asalnya tersebut serta
meletusnya gunung Merapi.
Di
tempat barunya, ia memulai membuka hutan untuk bercocok tanan dan sekaligus
sebagai tempat tinggal. Tempat di mana hutan tersebut ditebang, sekarang ini
dikenal dengan Lingkungan Dipan, yang diambil dari unsur nama Dipoyono.
Sedangkan, tempat peristirahatannya di tempat yang dulu ada sendang dengan air
yang bening yang ada ikan Sili, dan dikelilingi sejumlah pohon pandan,
dinamakan Pandan Sili.
Lalu,
tempat tinggalnya yang di dekatnya tumbuh pohon Tanjung yang besar dan rimbun
dinamakan Tanjunganom.
Setelah
Dipoyono menempati daerah tersebut, kemudian menyusul yang lainnya untuk
bertempat tinggal di sekitar wilayah tersebut, seperti Nur Iman menempati
daerah Krempyang, Sanusi memilih lokasi di daerah Tanjung, dan Abdul Rohman
berdiam diri di daerah Bagbogo. ***
[091213]
Halo yg ingat aku NUR SDN 4 TANJUNGANOM
BalasHapusRumah barat PLN .Yg ingat hubungi aku ya .thanks
Untuk Etsakronjati Minimalis, semoga pembaca blog ini ada yang berkenan terhadap produk Anda.
BalasHapusMonggo ... yang berminat silakan menghubungi Etsakronjati Minimalis
Untuk mBak Nur Lisa, saya cuma pernah berkunjung sekali saja, dan kebetulan mendapat ceritera ini. Lalu, saya pinjem RPJM Des untuk referensi tulisan ini. Pinjemnya dibaca di sana.
BalasHapusSalam kenal aja ya ... mBak Nur?
Terimakasih ya mbak atas ilmu nya... semoga bermanfaat... salam kenal dari saya hendrik di jepara penjual produk
BalasHapusset kamar anak
box bayi
Kok tdk dijelaskan krempyang itu artinya apa & dan bagbogo itu apa???
BalasHapus