Sebelum
kapal ro-ro (roll on-roll off) dari Pelabuhan Kamal, Madura, merapat di terminal
Tanjung Perak yang tepat berada di tepi muara Kalimas, bangunan kuno yang khas
seperti gereja tampak berdiri megah. Bangunan yang didominasi warna putih pada
temboknya, dan beratapkan genteng
berwarna hijau ini merupakan Kantor Kesyahbandaran Utama Tanjung Perak. Secara
administratif, kantor ini terletak di Jalan Kalimas Baru No. 194 Kelurahan
Perak Utara, Kecamatan Pabean Cantikan, Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur.
Pada
masa kolonial kawasan tersebut dikenal
dengan istilah Rotterdamkade, karena
banyaknya kapal-kapal dari Belanda milik perusahaan-perusahaan Belanda banyak
yang merapat dan melakukan bongkar muat di daerah itu. Dulu, Kantor Kesyahbandaran
ini merupakan Kantor Administratur Pelabuhan yang sekaligus berfungsi sebagai
Menara Pengawas Pelabuhan Tanjung Perak.
Yang
melatarbelakangi berdirinya bangunan tersebut, dalam Majalah Dermaga Edisi
176/Juli 2013 halaman 62 disebutkan bahwa pada tahun 1890 komoditas ekspor
Hindia Belanda seperti nila, kopi, padi, tapioka, tembakau dan gula dari
Pelabuhan Surabaya sudah sangat dikenal di pasar Eropa, utamanya pada bursa
Rotterdam dan Bremen. Kemudian didukung dengan pembukaan Terusan Suez pada
tahun 1870, yang menyebabkan adanya jalan pintas laut dari Hindia Belanda ke
Eropa, mengakibatkan permintaan akan komoditas tersebut menjadi tinggi.
Percepatan angkutan ekspor ke Eropa, selayaknya diimbangi dengan peningkatan fasilitas pelabuhan yang ada, agar bongkar muat barang di Pelabuhan Surabaya tak lagi dilakukan dengan memanfaatkan jalan raya sepanjang Jembatan Merah hingga Dermaga Ujung. Atas dasar pertimbangan tersebut, pada tahun 1897-1898 pemerintah Hindia Belanda menyiapkan proposal pembangunan fasilitas baru yang punya koneksi dengan jalur kereta api. Tiga cetak biru yang dibuat oleh Ir. W. de Jongh, ternyata kurang bisa diterima pemerintah. Selain rencana biayanya yang terlalu tinggi, rencana pengembangan yang dititikberatkan di bagian timur Kalimas tersebut, juga dinilai akan “bertabrakan” dengan rencana pengembangan fasilitas Angkatan Laut yang sudah ada di lokasi tersebut. Penugasan kepada de Jongh mungkin agak aneh, karena ia insinyur perkeretaapian dan bukan Harbor Engeneer yang kala itu masih langka.
Namun karena kondisi telah sedemikian mendesak maka pada tahun 1903 dibentuk Havencommissie (Komisi Pelabuhan) dengan tugas untuk merancang pengembangan Pelabuhan Surabaya dengan biaya yang lebih terjangkau, tetapi cukup mampu menjawab tantangan zamannya. Salah satu tugas yang harus dikerjakan adalah membangun fasilitas di luar Kalimas, utamanya pada bagian barat muara sebagai peruntukan bagi pembangunan pelabuhan baru. Kesulitan yan dihadapi kala itu adalah, lahan yang disediakan merupakan perairan dangkal yang bersambung dengan rawa-rawa yang luasnya sampai ke Jalan Gresik sekarang.
Meskipun
pada awalnya sangat alot, tetapi tahun 1908 Kepala Bagian Teknik Kantor
Pengairan Kota Surabaya W.B. van Goor berhasil membuat perencanaan yang tampaknya
cukup ambisius. Rencana yang diajukan adalah membangun dermaga pada perairan
dalam sejajar dengan pantai dari barat ke timur sampai muara Kalimas,
berseberangan dengan instalasi Angkatan Laut. Meskipun rancangan ini dipandang
memadai karena mempunyai koneksi dengan jalan kereta api, terdapat ruang yang
cukup luas untuk pergudangan dan fasilitas untuk kegiatan bongkar muat barang,
tetapi ternyata tidak mempunyai kolam pelabuhan yang dapat digunakan untuk
berlabuh kapal-kapal yang menunggu giliran sandar di dermaga.
Mencegah
berlarut-larutnya pelaksanaan pengembangan pelabuhan di Surabaya, Pemerintah
Hindia Belanda mengajukan masalah tersebut ke Direktur Pekerjaan Umum
Kota Rotterdam, yang kemudian mengirimkan G.J. de Jongh dan Prof. DR. Ir. J. Kraus bertindak menjadi supervisor
pembangunan Pelabuhan Surabaya. Setelah melakukan pengamatan di lapangan selama
tiga bulan, para ahli dari Nederland tersebut setuju membangun fasilitas
berdasar rancangan van Goor, tetapi dengan beberapa perubahan.
Yang
dikerjakan kemudian memang membuat dermaga sejajar dengan garis pantai, tetapi
dibuat lebih mendekat ke daratan, hingga terdapat lahan perairan lebih luas
untuk membangun kolam pelabuhan. Pekerjaan teknis dimulai tahun 1912 unntuk
kemudian tahun 1916 terjadi penambahan bangunan Droogdok-Maatschappij Surabaya (DMS) yang dapat dianggap
sebagai cikal bakal PT. Dok & Perkapalan Surabaya
(DPS) yang masih berdiri hingga saat ini.
Dengan selesainya pembangunan fasilitas pokok, pada tahun 1925 seluruh kegiatan pelabuhan pindah dari (Kali) Mas ke (Tanjung) Perak. Dengan demikian, berdirinya Kantor Kesyahbandaran Utama Tanjung Perak pun diperkirakan terjadi pada proses pengembangan proposal pengembangan Tanjung Perak, yang mana bangunan kesyahbandaran tersebut merupakan salah satunya yang harus dibangun.
Dalam
perjuangan mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia pada tahun 1945,
bangunan kantor ini pernah dipakai sebagai Markas Serikat Pelayaran Indonesia
(SPI) yang kemudian tergabung dalam BKR Laut.
Bangunan
peninggalan kolonial Belanda ini masih memiliki fungsi yang sama semenjak
didirikan, hanya kadang terjadi perubahan istilah saja, yaitu menyangkut
aktivitas pelabuhan. Kini, namanya menjadi Kantor Kesyahbandaran Utama Tanjung
Perak. Kesyahbandaran adalah unit pelaksana teknis pemerintahan di bidang
kebandaran, perkapalan dan jasa maritim dalam lingkungan Kemenetrian
Perhubungan, yang dipimpin oleh seorang kepala yang disebut Syahbandar.
Tugas
Kesyahbandaran adalah melaksanakan penilikan kebandaran, keselamatan kapal,
pengukuran dan pendaftaran kepal serta kegitan jasa maritim. Selain itu pula
mempunyai tugas melaksanakan ketertiban dan patroli, penyidikan tindak pidana
pelayaran di dalam daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan
Kepentingan (DLKp) pelabuhan serta pengawasan pekerjaan bawah air (PBA),
salvage, pemanduan dan penundaan kapal.
Sesuai
dengan Surat Keputusan (SK) Walikota Surabaya Nomor 188.45/251/ 402.104/1966,
bangunan Kantor Kesyahbandaran Utama Tanjung Perak ditetapkan sebagai bangunan
cagar budaya (BCB) dengan nomor urut 38. Keberadaan bangunan ini dlindungi
dengan UU yang harus dirawat dan tetap dijaga keaslian bentuknya. *** [120114]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar