Menurut
Babad Lombok, kerajaan tertua yang pernah berkuasa di pulau ini bernama
Kerajaan Laeq (dalam bahasa Sasak, laeq
berarti waktu lampau), namun sumber lain yakni Babad Suwung, menyatakan bahwa
kerajaan tertua yang ada di Lombok adalah Kerajaan Suwung yang dibangun dan
dipimpin oleh Raja Betara Indera. Kerajaan Suwung kemudian surut dan digantikan
oleh Kerajaan Lombok. Pada abad ke-9 hingga abad ke-11 berdiri Kerajaan Sasak
yang kemudian dikalahkan oleh salah satu kerajaan yang berasal dari Bali pada
masa itu. Beberapa kerajaan lain yang pernah berdiri di Pulau Lombok, antara
lain Pejanggik, Langko, Bayan, Sokong Samarkaton, dan Selaparang.
Pertama
kali secara tertulis Lombok disebut dalam kronik Negarakertagama pada abad 14
sebagai bagian dari Kerajaan Majapahit. Pada masa jayanya, kerajaan itu
menguasai sebagian besar Negara Indonesia kini, termasuk juga Semenanjung
Malaya. Walaupun perbatasan kerajaan itu secara ilmiah masih dipersoalkan,
Lombok masih berada di bawah kekuasaan Majapahit. Sebuah salinan dalam bahasa
Jawa Kuno-Kawi dengan huruf Bali mengenai kronik tersebut ditemukan pada akhir
abad 19 di Desa Pagutan, dekat Mataram.
Lombok Mirah Sasak Adi adalah salah satu
kutipan dari Kitab Negarakertagama, sebuah kitab yang memuat tentang kekuasaan
dan pemerintahan Kerajaan Majapahit. Kata “lombok”
dalam bahasa Kawi berarti lurus atau jujur, kata “mirah” bermakna permata, kata “sasak”
berarti kenyataan, dan kata “adi”
memiliki arti yang baik atau yang utama. Sehingga, bila diartikan secara
keseluruhan, yaitu kejujuran adalah permata kenyataan yang baik atau yang utama.
Makna filosofis itulah yang mungkin selalu diidamkan leluhur penghuni tanah
Lombok yang tercipta sebagai bentuk kearifan lokal yang harus dijaga dan dilestarikan
oleh anak cucu Sasak. Dalam kitab-kitab lama, nama Lombok dijumpai dengan
sebutan Lombok mirah dan Lombok adi. Beberapa lontar Lombok juga
menyebut Lombok dengan bumi selaparang
atau selapawis.
Kerajaan
Selaparang sendiri muncul pada dua periode yakni pada abad ke-13 dan abad ke-16.
Kerajaan Selaparang pertama adalah kerajaan Hindu dan kekuasaannya berakhir
dengan kedatangan ekspedisi Kerajaan Majapahit pada tahun 1357. Kerajaan
Selaparang kedua adalah kerajaan Islam dan kekuasaannya berakhir pada tahun
1744 setelah ditaklukkan oleh gabungan pasukan Kerajaan Karangasem dari Bali
dan Arya Banjar Getas yang merupakan keluarga kerajaan yang berkhianat terhadap
Selaparang karena permasalahan dengan Raja Selaparang.
Dalam
tahun 1855, 1871 dan 1891 terjadi pemberontakan di Lombok. Tokoh-tokoh
masyarakat Sasak menulis surat protes kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda
di Batavia. Orang-orang itu bernama Jero Mustiaji dari Kopang, Mamiq Bangkol
dari Praya, Mamiq Nursasi dari Sakra, Ginawang dari Batu Keliang, Raden Ratmawa
dari Rarang, Raden Wiranom dari Pringgabaya, dan Raden Melaya Kusuma dari
Masbagik.
Di
dalam surat itu ditulis penderitaan yang ditanggung rakyat Lombok di bawah
pemerintahan penguasa Bali. Dari surat itu pula dapat dipahami dengan jelas
bahwa sejak semula penduduk Kerajaan Selaparang beragama Islam dan pulau itu
sejak turun-temurun milik mereka.
Pada
akhirnya, Belanda terpaksa melanggar perjanjian yang ditandatangani pada tahun
1843 dengan penguasa Bali di Lombok yang isinya Belanda tidak akan menyerang
Lombok, dan mengirim pasukan militer ke Lombok. Pada tahun 1894 pecahlah perang
sengit antara Belanda dan penguasa Bali. Lebih dari seratus orang tentara
Belanda terbunuh, di antara mereka ada seorang komandan bernama Mayor Jenderal
P.P.H. van Ham. Dia dikuburkan di Cakranegara dan makamnya sampai hari ini
dipelihara dengan baik.
Walaupun
Belanda menghimpun segala tenaga untuk memenangkan pertempuran itu, mereka
tidak berhasil juga. Akhirnya pasukan Belanda mengundurkan diri untuk
menghimpun kekuatan baru.
Tidak
lama kemudian mereka datang kembali. Terjadilah kekejaman yang mengerikan.
Mereka merampok harta-benda kekayaan Raja Bali dan merampas uang emas yang tak
terhitung banyaknya, batu permata berharga tinggi dan perhiasan yang tak ternilai
harganya. Kota Mataram dirusak. Bangunan-bangunan umum, dan bahkan perumahan-perumahan
penduduk dibakar habis. Putra mahkota, Anak Agung Ketut, dibunuh dan ayahnya
dibuang ke Batavia. Penghancuran itu terjadi pada tahun 1894.
Baru
pada tahun 1894 Lombok terbebas dari pengaruh Karangasem akibat campur tangan
Batavia (Hindia Belanda) yang masuk karena pemberontakan orang Sasak mengundang
mereka datang. Namun demikian, Lombok kemudian berada di bawah kekuasaan Hindia
Belanda secara langsung.
Masuknya
Jepang (1942) membuat otomatis Lombok berada di bawah kendali pemerintah
pendudukan Jepang wilayah timur. Seusai Perang Dunia II, Belanda mengambil alih
kekuasaan.
Ketika
pada tanggal 17 Agustus 1945 Republik Indonesia memproklamasikan
kemerdekaannya, mula-mula Lombok masih di bawah pengawasan Belanda. Tak lama
kemudian terbentuk RIS (Republik Indonesia Serikat), dan Lombok termasuk
anggotanya. Waktu RIS dibubarkan pada tanggal 17 Agustus 1950, dengan resmi
Lombok masuk wilayah Republik Indonesia.
Kepustakaan:
Ingeborg Göhlich, 1998, Salam kepada Pulau Permai:
Menjelajah Lombok, Mataram: Alumni
Fachri Aljupri, 2011, Kerajinan Seni Ukir Lombok,
Jakarta: Wadah Ilmu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar