Desa
Mojomati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Jetis, Kabupaten
Ponorogo, Provinsi Jawa Timur. Topografi ketinggian desa ini adalah berupa dataran
sedang, yaitu sekitar 272 meter di atas permukaan air laut. Berdasarkan keadaan
geografis desa, curah hujan rata-rata mencapai 1.500 mm.
Berdasarkan
data administrasi pemerintahan Desa Mojomati tahun 2010, jumlah penduduknya
adalah 1.081 orang dengan jumlah 327 KK dengan luas wilayah 75 hektar. Desa Mojomati
terdiri atas dua dusun, yaitu Dusun Mojomati I dan Dususn Mojomati II. Sebagian
besar penduduknya adalah petani, buruh tani, pedagang, dan kuli bangunan.
Jarak
tempuh Desa Mojomati ke ibu kota Kecamatan Jetis yaitu sekitar 4 kilometer.
Sedang jarak ke ibu kota Kabupaten Ponorogo adalah sekitar 14 kilometer.
Secara
administratif, Desa Mojomati dibatasi oleh wilayah desa-desa tetangga. Di
sebelah utara berbatasan dengan Desa Mojorejo. Di sebelah barat berbatasan
dengan Desa Kradenan. Di sisi selatan berbatasan dengan Desa Bulu dan Desa
Campursari, Kecamatan Sambit, sedangkan di sisi timur berbatasan dengan Desa Coper.
Dalam Profil Desa Mojomati diceriterakan bahwa pada
zaman dahulu sekitar tahun 1680 di sebelah barat Desa Mojomati terdapat sebuah Kademangan
yang di pimpin oleh seorang Demang yang bernama Ki Ageng Kutu. Karena
beliau tidak mau tunduk kepada Adipati
Ponorogo yaitu Raden Betoro Katong untuk menjadi bawahannya, maka terjadi
peperangan antara Adipati Betoro Katong dan dengan Demang Ki Ageng Kutu.
Peperangan ini berlangsung lama , dengan berbagai daya upaya dan siasat akhirnya
Adipati Betoro Katong dapat mengalahkan Ki Ageng Kutu. Ki Ageng Kutu lari ke arah timur melewati
beberapa desa dan akhirnya beliau bersembunyi di Desa Mojomati yang pada
saat itu masih berupa hutan Mojo yang
sangat lebat. Karena kesulitan mencari dan menemukan Ki Ageng Kutu, lalu
Adipati Raden Betoro Katong menyuruh
para prajuritnya untuk membakar
hutan Mojo tersebut dan akirnya hutan Mojo tersebut hangus terbakar dan semua
mati dan untuk petilasan Raden Betoro Katong ketika berpidato kepada para
prajuritnya bahwa kalau zaman sudah ramai, daerah bekas hutan Mojo yang sudah hangus terbakar dan sekitarnya untuk diberi
nama Desa Mojomati.
Ki Ageng Kutu kemudian lari ke arah selatan
menuju daerah pegunungan dan bersembunyi di sebuah gua. Karena ditunggu beberapa
lama tidak keluar dari dalam gua dan terasa bau bacin yang sangat mnyengat. Akhirnya Adipati Betoro Katong mengangap Ki Ageng Kutu sudah mati di dalam gua. Kemudian beliau dan para prajuritnya kembali
ke Kadipaten Ponorogo.
Setelah beberapa lama, daerah
bekas hutan Mojo yang terbakar
sudah ditumbuhi semak belukar, kemudian datang dua orang bersaudara, yaitu Iro
Potro dan Iro Pati yang sedang mengembara membabat dan membersihakn belukar
yang ada, lalu untuk ditempati beberapa pengikutnya dan kemudian juga menamakan
daerah tersebut dengan nama Desa
Mojomati. Kemudian dua orang tersebut melanjutkan pengembaraan dan tidak menetap di Desa Mojomati.
Agama Islam masuk di Desa Mojomati sekitar
tahun 1830 dibawa oleh seorang ulama, yaitu H. Mansur dan istrinya bernama Nyai
Turonggo Seto. Mereka mendirikan pondok pesantren yang terletak di Desa
Mojomati bagian barat. Selang beberapa tahun
kemudian, H. Mansur menikah lagi
dengan Nyai Kuti Sari. Beberapa lama kemudian, H. Mansur meninggal dunia dan
dimakamkan di makam keluarga, di belakang masjid pondok pesantren tersebut. Demikian
juga istri-istrinya, juga dimakamkan di samping beliau. Makam tersebut dapat diziarahi
di makam keluarga sampai sekarang.
Karena tidak ada penerus yang mempunyai kharisma
seperti beliau atau karena sebab-sebab lain, maka pondok
pesantren tersebut lama kelamaan mulai surut dan hilang ditinggal para
santri-santrinya, dan daerah bekas pondok pesantren tersebut dinamakan Dukuh
Ndok Malang (Pondok Malang) yang
sekarang dinamakan Dusun Mojomati I. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar