Desa
Ngrejo merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Bakung, Kabupaten
Blitar, Provinsi Jawa Timur. Topografi ketinggian desa ini adalah berupa hamparan
pegunungan yang berbukit-bukit.
Berdasarkan
data administrasi pemerintahan Desa Ngrejo tahun 2010, jumlah penduduknya
adalah 2.269 orang dengan jumlah 769 KK dengan luas wilayah 732,431 hektar,
yang tersebar dalam tiga dusun, yatu Dusun
Krajan, Dusun Prodo, dan Dusun Krisik. Sebagian besar penduduknya
bermatapencaharian sebagai petani yang didukung oleh lingkungan alam yang
menopang pertanian, dan sisanya ada yang menggeluti peternakan maupun bidang
lainnya.
Jarak
tempuh Desa Ngrejo ke ibu kota Kecamatan Bakung yaitu sekitar 3 kilometer.
Sedang jarak ke ibu kota Kabupaten Blitar adalah sekitar 25 kilometer.
Secara
adminstratif, Desa Ngrejo dibatasi oleh wilayah desa-desa tetangga. Di sebelah
utara berbatasan dengan Desa Kebonsari, Kecamatan Kademangan. Di sebelah barat
berbatasan dengan Desa Pulerejo. Di sisi selatan berbatasan dengan Desa Bakung,
sedangkan di sisi timur berbatasan dengan Desa Kedungbanteng.
Menurut
Marto, seorang Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa Ngrejo, dalam penyusunan
naskah Sejarah Desa: Desaku “Tempo
Doeloe, Sekarang dan Esok”, menceriterakan bahwa dahulu kala daerah
tersebut masih berubah hutan di hamparan tanah yang berbukit-bukit dan banyak
lembah sungai yang curam. Berbagai macam hewan liar banyak berkeliaran di
daerah itu, seperti harimau, banteng, rusa, babi hutan, ular, dan lain-lain.
Ketika itu, daerah tersebut bisa dikatakan jalmo
moro jalmo mati, sato moro sato mati. “Siapa yang berani masuk ke daerah
ini, pasti akan menemui ajalnya.” Sehingga, ungkapan tersebut untuk
menggambarkan keadaan daerah itu, sehingga menambah keangkeran daerah itu, atau menyeramkan.
Suatu
ketika, ada dua pengembara dari barat menyisir pantai selatan. Yang satunya
bernama Ki Rekso Mulyo, dan yang satunya bernama Ki Mranggi. Mereka datang ke
wilayah ini sekitar tahun 1820an. Suatu hari, mereka berteduh di bawah pohon
Kamboja yang cukup rindang. Mereka berdua bersemedi atau bertapa selama 40 hari
lamanya.
Pada
suatu hari, tepat hari malam Jumat Kliwon, Ki Rekso Mulyo dan Ki Mranggi yang
telah memasuki hari ke 39 di mana posisi Ki Rekso Mulyo menghadap ke selatan
dan Ki Mranggi menghadap ke arah kiblat, tiba-tiba Ki Rekso Mulyo melihat tejo manter, dan Ki Mranggi melihat kukus, sebuah asap tebal dari bawah pohon
Kamboja.
Keesokan
harinya, dalam keadaan hujan gerimis antara pukul 16.00 – 17.00 WIB, mereka
melakukan shalat ashar dan sesudahnya, mereka berdoa memanjatkan permohonan
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Lalu, Ki Rekso Mulyo dan Ki Mranggi berembuk
mengenai firasat yang mereka peroleh. Selanjutnya pada malam itu juga, ada
firasat melalui mimpi tentang dua hal pilihan. Kembali ke rumah atau harus
tetap tinggal di daerah itu. Akhirnya, kedua orang tersebut melakukan pembagian
tugas. Ki Mranggi pulang ke Sumbreng dan Ki Rekso Mulyo tetap melanjutkan laku di tempat itu.
Ki
Rekso Mulyo lalu berpikir apabila Ki Mranggi kemudian kembali dan membawa sanak
keluarga, maka akan diajak bercocok tanam dan bermukim di daerah ini. Sambil menunggu kedatangan Ki Mranggi, Ki Rekso
Mulyo mulai mengawali membabat alas
di bawah pohon Kamboja yang selalu mengeluarkan asap setiap sore hari. Pada
saat melakukan babat alas, Ki Rekso
Mulyo tanpa sengaja menemukan tempat seperti petilasan untuk istirahat seorang bangsawan. Akhirnya, petilasan tersebut dijadikan tempat
untuk bersemedi.
Selang
tujuh belas hari, datanglah Ki Mranggi beserta sanak keluarganya sejumlah 40
orang. Mereka melalukan babat alas
untuk bermukim dan sekaligus bercocok tanam. Belum sempat memanen, banyak
anggota sanak keluarga yang jatuh sakit, dan akhirnya meninggal. Meski
demikian, Ki Rekso Mulya tetap berkeyakinan bahwa tempat ini suatu saat kelak
akan menjadi rejo (ramai) lantaran
isyarat dalam mimpinya. Dan benar adanya, kemudian banyak berdatangan para
penghuni dari Trenggalek sebanyak 196 orang, dan melanjutkan babat alas.
Lalu,
Ki Mranggi diangkat menjadi sesepuh
atau tetua di kampung yang mereka rintis, dan oleh Ki Mranggi, daerah tersebut
diberi nama Ngrejo. Kata Ngrejo berasal dari bahasa Jawa yang terdiri atas dua
kata, yaitu ngret dan jo. Ngret adalah mungkret, semakin sedikit karena banyak
yang meninggal, sedangkan jo adalah rejo atau ramai. Demikian awal mula nama
Desa Ngrejo, yang kelak harapannya menjadi sebuah desa yang besar, berkecukupan
dan melahirkan orang pandai. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar