Prasasti
Mundu’an berangka tahun 728 Çaka atau 806 M dengan menggunakan
aksara dan berbahasa Jawa Kuno. Prasasti ini terdiri atas dua buah lempeng
berbentuk persegi panjang dibuat dari tembaga (tamra praśasti).
Lempeng pertama memiliki ukuran 9,5 x 32,2 cm dengan tebal rata-rata 1 mm,
sedangkan lempeng kedua berukuran 9,5 x 31,8 cm dengan bagian tepinya lebih
tipis dibandingkan bagian lainnya. Setiap lempeng prasasti memuat tujuh baris
tulisan.
Prasasti
ini ditemukan oleh Mbok Reti (saat itu berusia 55 tahun) pada tanggal 27
November 1969 di Dukuh Toro, Kelurahan Kertosari, Kecamatan Jumo, Kabupaten
Temanggung, Provinsi Jawa Tengah. Oleh Mbok Reti, prasasti yang ditemukan dalam
keadaan setangkep dengan bagian yang bertuliskan menghadap ke dalam, dianggap
sebagai benda keramat sehingga dijaganya dengan baik. Prasasti ini acapkali
disebut juga sebagai prasasti Jumo sesuai dengan nama tempat ditemukannya.
Saat
ini prasasti Mundu’an disimpan oleh Ny. Aditya (putrid almarhum Mohmmad
Mohammad Umar) di rumahnya di Jalan Sriwijaya No. 92 Semarang.
Prasasti
Mundu’an menyebutkan bahwa Rakai Patapān Pu Manuku menganugerahkan tanah sīma
kepada hambanya yang bernama sang Patoran, sedangkan pengabdian wajib (buatthaji) yang harus diberikan kepada
Rakai Patapān
Pu Manuku adalah tugas menggembalakan kambing milik Rakai Patapān
Pu Manuku. Pada lempeng I prasasti ini, ada keterangan mengenai sebab-sebabnya
Desa Mundu’an dan Haji Huma menjadi sīma. Lebih lanjut mengenai
ketentuan siapa saja yang tidak boleh memasuki wilayah ini. Bagi yang melanggar
akan menemui lima bahaya besar. Ketetapan ini berlaku hingga akhir zaman.
Prasasti
ini belum begitu jelas siapa yang mengeluarkannya. Menurut Mohammad Umar (1970)
– pengajar jurusan sejarah IKIP Semarang pada saat itu – yang menerbitkan
prasasti ini dalam bentuk makalah pada Seminar Sejarah Nasional II yang
diselenggarakan di Yogyakarta pada tanggal 26 hingga 29 Agustus 1970, mengutip
De Casparis dalam Inscripties uit de Śailendra Tijd, Prasasti Indonesia I
menyatakan teori bahwa Rakai Patapān
Pu Manuku ini kemungkinan besar adalah Rakai Patapān Pu Palar yang identik juga dengan
Rakai Garung. Namun apabila ada prasasti lain yang menyebutkan nama Rakai Patapān
Pu Manuku tetapi di luar kurun waktu 819-840 M, maka hal ini akan mematahkan
teori de Casparis. ***
Kepustakaan:
Kuntayamah, 2009, Prasasti
Mundu’an 728 S/807 M: Suatu Tinjauan Ulang, dalam Skripsi di Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar