Di
daerah Depok terdapat banyak situ. Situ adalah sebutan bagi air yang tergenang
membentuk semacam danau alam. Salah satunya adalah Situ Pancoran Mas.
Situ
Pancoran Mas terletak di Jalan Aula Pancoran Mas RT.05 RW.07 dan RT.05 RW.18 Kelurahan
Pancoran Mas, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok, Provinsi Jawa Barat. Lokasi
situ ini berada di tengah perkampungan yang padat, dan bila ditarik garis lurus
ke timur akan bertemu dengan Taman Hutan Raya.
Perkampungan
yang berada di sekitar Situ Pancoran Mas ini pada umumnya merupakan para
pendatang, hanya segelintir keluarga dari masyarakat asli yang masih tetap
bertahan di daerah sekitar situ. Sehingga, jangan heran bila Anda berkunjung ke
arah situ itu kurang mendapatkan informasi yang gamblang.
Dulu, Situ Pancoran Mas yang memiliki luas dalam ukuran hektar, berperan besar terhadap Depok sebagai wilayah resapan air dan banyak dihuni ikan. Di situ ini juga banyak mengapung tanaman teratai (nelumbo nucifera) berbunga merah muda yang indah dan daun keunguan yang memberikan suasana sejuk dan tenang. Situ Pancoran Mas juga pernah menjadi habitat utama bagi berbagai jenis burung, seperti bangau, dan burung pemakan ikan lainnya. Kini, situ tersebut tinggal dalam hitungan beberapa meter persegi seukuran lapangan bola saja.
Di
dekat situ tersebut terdapat sumber mata air yang sekarang dibentuk semacam
sumur atau kolam yang tumpahan airnya mengalir ke situ. Di lokasi tersebut
terdapat dua kolam. Kolam utama merupakan kolam kecil dengan diameter 2,7 m dan
diameter lubang sumur 30 cm. Kolam kedua merupakan satu kolam besar diberi nama
sekat sehingga berbentuk kolam-kolam kecil. Kolam yang kedua ini tidak dianggap
keramat dibandingkan dengan kolam utama. Di sebelah timur sumur terdapat pohon
beringin besar yang rindang. Mata air dari sumur ini mengalir ke situ tersebut
yang berada di sebelah baratnya.
Konon,
nama Pancoran Mas kisahnya bermula dari kedua kolam tersebut. Kisah bermula
dari salah seorang budak Cornelis Chastelein yang berasal dari Bali menemukan
mata air yang berada di tengah hutan yang lebat. Setiap kali sinar matahari
memantulkan cahaya dari air yang mengalir dari mata air tersebut berwarna
keemasan. Pantulan sinar keemasan dari mata air yang mengalir ke arah situ
tersebut yang melahirkan nama Pancoran Mas, yang kini nama tersebut menjadi
nama kelurahan dan sekaligus menjadi nama kecamatan di Kota Depok. Kondisi ini
membuat tempat tersebut sering digunakan orang untuk bersemedi, termasuk salah
satunya budak dari Bali tersebut sebelum dikristenkan oleh Chastelein.
Chastelein sendiri setelah menyaksikan pemandangan di sekitar situ tersebut
juga mengaguminya di kala sore hari.
Tanah ini masih belum terjamah hingga akhir abad ke-16. Dahulu kawasan ini masih ditutupi oleh hutan lebat. Baru pada tanggal 18 Mei 1696, seorang pegawai Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) bernama Cornelis Chastelein membeli wilayah Depok dari pemerintah Belanda. Tanah tersebut kemudian dijadikan lahan perkebunan yang menghasilkan komoditas unggulan, seperti kopi dan karet. Pengerjaan lahan tersebut melibatkan ke-12 budaknya yang kemudian menjadi cikal bakal orang Depok.
Setelah
daerah ini dibuka oleh Chastelein, banyak orang dari Batavia yang berdatangan
ke daerah ini sekadar untuk berekreasi. Sehingga, akhirnya kolam Pancoran Mas
diperindah dengan pemasangan lantai dari marmer. Di bawah pancoran terdapat
sebuah kendi yang sangat besar. Kendi tersebut berasal dari Kampung Lio. Kendi
tersebut, kini diperkirakan berada di Belanda.
Pada
masa pendudukan Jepang, kehadirannya ke daerah ini ternyata menimbulkan banyak
kerusakan. Kerusakan itu seperti penjarahan hutan secara besar-besaran dan
kerusakan yang terjadi pada kolam Pancoran Mas, lantai marmer, dan meja serta
bangku yang ada di sekitar kolam rusak dan pada akhirnya hilang tanpa bekas.
Sekarang
ini kolam Pancoran Mas masih digunakan oleh masyarakat sekitar untuk mandi dan
mencuci di bawah rerimbunan pepohonan yang masih rending. Pada waktu tertentu,
di lokasi ini masih terlihat bunga tabur terhampar di sekitar tempat tersebut. *** [290514]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar