The Story of Indonesian Heritage

Waduk Cengklik Boyolali

Lebaran kedua tahun ini, saya bersama kedua anak wedok berkesempatan mengunjungi Waduk Cengklik di Boyolali. Waduk yang berjarak sekitar 15 kilometer dari Kota Solo  atau sekitar 2 kilometer dari Bandara Internasional Adi Sumarmo ini acap menjadi tujuan wisata bagi masyarakat Solo dan sekitarnya.
Waduk Cengklik ini sudah dikenal sebagai destinasi para komunitas bersepeda yang favorit di Solo. Selain mudah dicapai dengan trek yang tidak begitu sulit, juga menawarkan pemandangan alam waduk yang di kiri-kananya masih diwarnai oleh hijaunya persawahan.


Waduk Cengklik ini terletak di Desa Ngargorejo, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Lokasi waduk ini berada di sebelah barat Bandara Internasional Adi Sumarmo menuju ke arah Sambi.
Menurut sejarahnya, waduk Cengklik dibangun pada tahun 1926-1928 oleh Pura Mangkunegaran dan Pemerintah Kolonial Belanda. Waduk buatan ini merupakan fasilitas publik dengan membendung sungai yang datangnya dari arah Sambi dan sekitarnya, untuk memberikan pasokan air guna mengairi sawah dan perkebunan milik Pura Mangkunegaran. Nama Cengklik sendiri itu diambil dari dukuh pertama yang dimulai menjadi waduk, yaitu Dukuh Cengklik.


Waduk dengan luas sekitar 250 hektar ini, pada tahun 1970 masih mampu menampung air sebanyak 17,5 juta meter kubik. Pada tahun 1998, kapasitas air menurun menjadi 12,5 juta meter kubik, dan saat ini waduk diperkirakan hanya mampu menampung sekitar 9 juta meter kubik. Sehingga, akhirnya kapasitas air waduk Cengklik tersebut sudah tidak mencukupi untuk irigasi ribuan hektar sawah petani di tiga kecamatan, yaitu Sambi, Ngemplak, dan Nogosari. Salah satu konsekuensi nyata, adalah dengan berhenti produksinya Pabrik Gula (PG) Colomadu milik Pura Mangkenagaran lantaran minimnya pasokan air untuk lahan tebu milik penduduk yang menyuplai tebu ke PG Colomadu tersebut.
Kendati fungsi waduk tersebut sekarang sudah tidak maksimal lagi sebagai penyedia air bagi irigasi, akan tetapi keberadaan waduk itu secara historis masih bisa direvitalisasi. Selain dimanfaatkan oleh penduduk setempat untuk memerlihara ikan dalam bentuk keramba dan bercocok tanam, waduk Cengkilk bisa dikembangkan menjadi kawasan wisata air yang cukup prospektif. Pulau-pulau kecil yang ada di tengah waduk bisa menjadi pemandangan tersendiri bagi pengunjung yang menikmati waduk dari tepian maupun yang berkeliling menggunakan perahu tempel yang ada di waduk tersebut.
Penataan ruang publik di tepian waduk dengan dipadu kuliner berbahan dasar ikan khas waduk sangat diperlukan. Penataan ruang publik yang baik tentunya akan menjadi nilai tambah tersendiri bagi citra waduk dan dalam skala luas adalah kepariwisataan di Boyolali. *** [290714]
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami