Belum
lengkap rasanya berkunjung ke Lombok Tengah tanpa singgah ke dusun tradisional
suku Sasak, Sade. Dusun ini berada di tepi jalan dari Praya menuju Pantai Kute.
Kurang lebih pada Km 19 arah selatan Praya, akan terpampang papan bertuliskan Welcome to Sasak Village Sade.
Dusun
Tradisional Sade merupakan salah satu dusun yang terdapat di Desa Rembitan,
Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara
geografis, Dusun Sade berbatasan dengan Dusun Penyatu di sebelah barat, dengan
Dusun Lentak di sebelah timur, dengan Dusun Selak di sebelah utara, sedangkan
di sebelah selatan berbatasan dengan Dusun Selemang.
Kawasan Dusun Sade merupakan desa wisata yang memiliki karakteristik khusus yang layak untuk menjadi tujuan wisata. Di kawasan ini, penduduknya masih memiliki tradisi yang relatif masih asli atau tradisional, yang ditandai dengan bentuk permukiman dengan deretan rumah yang bercorak hampir sama, sistem kekerabatan yang masih kental, serta masih membentuk adat tersendiri. Sehingga, dibandingkan dengan dusun-dusun yang ada di dalam wilayah Desa Rembitan, Sade merupakan salah satu dusun tradisional yang masih asli. Rumah-rumah penduduk dibangun dengan konstruksi bamboo dengan atap dari daun alang-alang yang mampu bertahan hingga 7 tahun bila mengikatnya benar. Penghuninya berpencaharian sebagai petani ladang karena tanah di daerah ini pada musim kemarau mengalami kekeringan. Jumlah mereka relatif tidak bertambah karena keluarga yang baru menikah kalau tidak mewarisi ruamah orang tuanya akan membangun rumah di tempat lain. Di samping arsitektur rumah, sistem sosial dan kehidupan keseharian mereka masih sangat kental dengan tradisi masyarakat Sasak tempo doeloe.
Menurut
pemandu wisata dari kalangan suku Sasak Sade, diperkirakan dusun ini mulai
muncul pada tahun 1907 Masehi. Akan tetapi, baru pada tahun 1975 dusun ini
digagas sebagai desa wisata. Desa wisata merupakan suatu kawasan pedesaan yang
menawarkan keseluruhan suasana yang mencerminkan keaslian pedesaan, baik dari
kehidupan sosial ekonomi, sosial budaya, adat istiadat, keseharian, memiliki
arsitektur bangunan dan struktur tata ruang desa yang khas, atau kegiatan
perekonomian yang unik dan menarik serta mempunyai potensi untuk
dikembangkannya berbagai komponen kepariwisataan, misalnya atraksi, akomodasi,
makanan-minuman, cindera mata, dan kebutuhan wisata lainnya.
Dusun
Sade yang memiliki lahan seluas 3 hektar terdiri dari 150 Kepala Keluarga (KK)
dengan jumlah jiwa sebanyak 700 orang. Rumah adat suku Sasak, jika diperhatikan
dibangun berdasarkan nilai estetika dan kearifan lokal. Orang Sasak mengenal
beberapa jenis bangunan adat yang menjadi tempat tinggal dan juga menjadi
tempat ritual ada dan ritual keagamaan. Rumah adat orang Sasak terbuat dari
jerami dan berdinding anyaman bambu (bedek). Lantai dari tanah liat yang
dicampuri kotoran kerbau dan abu jerami. Campuran tanah liat dan kotoran kerbau
menjadikan lantai tanah mengeras, sekeras semen. Cara membuat lantai seperti
itu sudah diwarisi oleh nenek moyang mereka.
Bahan
bangunan seperti kayu dan bambu didapatkan dari lingkungan sekitar. Untuk
menyambung bagian kayu-kayu, mereka menggunakan paku yang terbuat dari bambu.
Rumah suku Sasak mempunyai hanya sebuah pintu berukuran sempit dan rendah,
tanpa adanya jendela. Konon, filosofi dari pola pintu seperti itu adalah agar
tamu senantiasa menghormati pemilik rumahnya, yang disimbolkan dengan menunduk
bagi tamu yang berkunjung di rumah tersebut lantaran pintunya memang didesain
rendah. Selain, rumah yang ditinggali, ditemui juga berugak (semacam gazebo) maupun lumbung.
Berugak merupakan bangunan tradisional Sasak yang umumnya digunakan untuk tempat berkumpul dari warga dusun setempat. Sedangkan, lumbung berfungsi sebagai tempat penyimpanan, di mana bagian atapnya merupakan ruangan yang dapat dijadikan tempat menyimpan hasil panen atau perabotan rumah tangga masyarakat. Satu lumbung dapat menyimpan 4 sampai 5 padi dari penduduk setempat. Di bagian bawahnya, terdapat semacam serambi yang bisa digunakan sebagai tempat istirahat, atau sekadar duduk-duduk saja.
Selain
itu, dalam hal pernikahan di dusun tradisional ini memiliki kekhasan
tersendiri. Gadis desa yang akan dinikahi oleh pemuda harus melaksanakan budaya
pernikahan sesuai dengan adat yang berlaku. Anak gadis harus diculik oleh
pemuda yang akan dinikahinya barulah kemudian dilaksanakan akad nikah. Itu
merupakan keharusan yang dilaksanakan dalam proses pernikahan di Dusun Sade
karena merupakan budaya sacral yang dipercayai oleh penduduk setempat, dan
ketika tidak dilaksanakan konon katanya keluarga dari gadis tersebut akan
merasa tidak dihormati atau kehormatannya dinjak-injak. Budaya tersebut ada
semenjak penduduk sebelumnya meyakini agama Islam dengan wektu telu. Islam wektu telu
adalah sistem kepercayaan sinkretis antara ajaran Islam, Hindu yang bercampur
unsur animisme.
Menurut
penjaga donasi dari pengunjung, pada bulan Agustus hingga Desember merupakan
musim kunjungan turis mancanegara ke Dusun Sade ini. Selain akan berselancar,
mereka biasanya singgah ke Dusun Tradisional Sade ini. *** [230814]
Kepustakaan:
Zaenudin Amrulloh, 2014, Pemberdayaan Masyarakat Berbasih Pariwisata Pada Dusun Tradisional
Sasak Sade Lombok NTB, dalam Skripsi di Jurusan Pengembangan Masyarakat
Islami, Fakultas Dakwah, Universitas Negera Sunan Kalijaga Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar