Tak
lengkap rasanya jika kita menginjakkan kaki di Pulau Lombok tanpa menyusuri
Kota Tua Ampenan di Kota Mataram. Deretan bangunan kuno dan pelabuhan tua yang
menghiasi kawasan tersebut menjadi pesona tersendiri. Di antara bangunan tua
tersebut terdapat sebuah klenteng mungil yang diberi nama Bao Hoa Gong atau
dikenal Po Hwa Kong.
Klenteng
Po Hwa Kong terletak di Jalan Yos Sudarso No. 180, Kelurahan Ampenan, Kecamatan
Ampenan, Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Lokasi klenteng ini
berdekatan dengan pintu masuk ke Pelabuhan Ampenan, yang dulunya merupakan
pelabuhan laut penghubung Pulau Lombok dengan Pulau Bali.
Klenteng Po Hwa Kong, atau yang sekarang sering pula disebut sebagai Vihara Bodhi Dharma, merupakan klenteng tertua yang ada di Pulau Lombok. Diperkirakan, klenteng tersebut didirikan pada 1840. Konon, nama Po Hwa Kong diambil dari kata Po Wo Hwa Ming, yang artinya Melindungi Warga Tionghoa.
Klenteng
ini sesungguhnya merupakan tempat beribadah umat Tri Dharma, yakni Kong Hu Cu,
Tao, dan Buddha. Namun demikian, klenteng ini juga terbuka bagi warga yang
berkeyakinan lain untuk datang ke klenteng guna memanjatkan doa untuk meminta
rejeki, kelapangan usaha, mencari jodoh, dan juga mencari pekerjaan.
Di dalam Klenteng Po Hwa Kong terdapat banyak dewa yang disembahyangi, yaitu 12 altar dengan masing-masing nama dewanya. Dewa utamanya adalah Tan Fu Cen Yen. Konon, menurut ceritera, beliau pernah ditugaskan oleh Raja Bali untuk membangun istana dalam waktu 3 bulan, dan beliau sanggup menyelesaikannya dalam waktu tersebut.
Pada
setiap tanggal 1 dan 15 dari kalender imlek, banyak umat Tri Dharma yang datang
ke klenteng ini untuk melakukan sembahyang, berdoa memohon rejeki dan
sebagainya. Di samping itu, kebersamaan antara warga keturunan Tionghoa dan
warga sekitar klenteng ini terjalin secara dinamis. Sejumlah warga juga turut
membantu merias dan membersihkan klenteng ini setiap kali peringatan Tahun Baru
Imlek.
Dilihat
dari perjalanan historisnya, klenteng ini bisa diklasifikasikan sebagai
bangunan cagar budaya (BCB) yang ada di Kota Mataram. Karena keberadaan
klenteng ini terkait erat dengan cikal bakal munculnya permukiman Tionghoa kala
itu di kawasan Kota Tua Ampenan, sebelum kemudian dikembangkan oleh Belanda
pada abad ke-19 serta dijadikan sebagai pelabuhan paling ramai di Nusa Tenggara
Barat. Kota Tua Ampenan terbagi menjadi beberapa bagian. Bagian Pecinan
merupakan tempat bermukimnya etnis Tionghoa, Kampung Arab menjadi tempat
bermukim etnis Arab, Kampung Bugis dan Melayu merupakan tempat bermukim orang
Bugis maupun orang Melayu. *** [220814]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar