Berkeliling
Kota Ternate memang mengasyikkan. Selain menikmati kekayaan dan keindahan
alamnya, juga bisa menyaksikan warisan budaya yang tak kalah menariknya. Salah
satu warisan tersebut adalah Kedaton Kesultanan Ternate.
Kedaton
Kesultanan Ternate terletak di Jalan Sultan Khairun No. 1 Kelurahan Salero,
Kecamatan Ternate Tengah, Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara. Lokasi kedaton
ini berada di samping Kantor RRI Kota Ternate.
Kedaton
(istilah yang dipakai bukan kraton atau istana) Kesultanan Ternate merupakan
salah satu kerajaan Islam tertua di Nusantara. Menurut naskah kuno, Kesultanan
Ternate didirikan oleh Baab Mashur Malamo pada tahun 1257. Sekitar abad ke-13
hingga abad ke-17, Kesultanan Ternate memiliki peranan penting di wilayah timur
Nusantara, sebagai salah satu titik penting perdagangan internasional pada masa
itu.
Limau Gapi, sebutan Kesultanan Ternate dalam bahasa lokal, merupakan salah satu dari empat kerajaan di wilayah Maluku Utara yang saling bersaudara bersama dengan Kesultanan Tidore, Kesultanan Bacan, dan Kesultanan Jailolo.
Pada
masa kekuasaan Raja Zainal Abidin (1486-1500) untuk pertama kalinya istilah
raja (kolano) diganti dengan sebutan
sultan. Bahkan Islam diakui sebagai agama resmi kerajaan dengan memberlakukan
syariat Islam serta membentuk lembaga kerajaan sesuai hukum Islam. Sejak masa
itu, Kesultanan Ternate berkembang dengan nuansa syariat dan budaya Islam.
Cengkih
(Eugenia aromatica) dan pala (myristica fragrans) merupakan komoditi
perdagangan Kesultanan Ternate yang mampu membuat salah satu kerajaan Islam
tertua di Nusantara ini termashyur namanya hingga ke belahan dunia Eropa sana.
Datangnya bangsa Eropa ke wilayah Ternate turut mengangkat kemajuan perdagangan
cengkih dan pala di wilayah kerajaan ini.
Seperti
yang diketahui, kerajaan-kerajaan Maluku mengandalkan sumber penghasilannya dan
sektor produksi dan perdagangan rempah-rempah (cengkih dan pala). Ternate
berhasil meraih hegemoni politik hingga penghujung abad ke-16 dan beberapa dekade
pada abad sesudahnya, karena menguasai sebagian besar – bahkan menjadi sentra
perdagangan – rempah-rempah di Maluku.
Berkat
kemajuannya dalam perdagangan ini, Kesultanan Ternate mampu memperluas wilayah
kekuasaannya hingga meliputi Maluku, Sulawesi Utara, Sulawesi bagian timur dan
tengah, wilayah selatan Filipina, bahkan hingga Kepulauan Marshall di Pasifik.
Namun pada waktu Portugis mulai menemukan Maluku dengan kedatangan Fransisco Serrao di Ternate pada tahun 1512, merupakan awal sejarah perdagangan rempah-rempah yang panjang dan penuh konflik antara sesama kerajaan Maluku ataupun antara kerajaan-kerajaan di Maluku dengan orang-orang Eropa serta antara sesama orang Eropa. Konflik-konflik ini terutama dilatari kehendak untuk memperebutkan rempah-rempah dan perniagaannya atau untuk mendapatkan hak monopoli atasnya. Konflik-konflik yang berkepanjangan dan rumit, yang terjadi pada masa-masa selanjutnya, tidak hanya merambat ke dalam kehidupan sosio-kultural dan keagamaan, tetapi juga menggembosi dan meludeskan kedaulatan serta kemerdekaan kerajaan-kerajaan Maluku, termasuk di antaranya Kedaton Kesultanan Ternate.
Situasi
dan kondisi seperti itu pada kenyataannya turut mempengengaruhi pasang surut
mengenai Kedaton Kesultanan Ternate hingga pada akhirnya dibangunlah kedaton
seperti saat ini. Kedaton Kesultanan Ternate ini berdiri di atas lahan seluas
4,5 hektar di bukit Limau. Bangunan ini berdiri sejak 24 November 1813 pada
masa pemerintahan Sultan Ternate ke-40, Muhammad Ali.
Bangunan
istana yang memiliki arsitektur khas ini, bentuknya menyerupai seekor singa
yang sedang duduk dengan dua kaki depan menopang kepalanya, dan menghadap ke
arah laut. Sedangkan, pemandangan di belakang dari kedaton ini tampak menjulang
tinggi Gunung Gamalama. Tepat di depan kedaton terdapat alun-alun.
Kesultanan
Ternate ini masih eksis hingga kini, di mana Kedaton Kesultanan Ternate masih
berdiri kokoh di tengah Kota Ternate, dan kawasan kedaton ini menjadi situs
penting yang mengandung nilai heritage.
Bagi yang meminati sejarah, kawasan kedaton ini layak menjadi tujuan kunjungan
Anda di Ternate. *** [161014]
Kepustakaan:
M. Adnan Amal, 2006. Kepulauan Rempah-Rempah, Perjalanan Sejarah Maluku Utara 1250-1950,
__
Fadhal AR Bafadal & Rosehan Anwar (Editor), 2005. Mushaf-Mushaf Kuno di Indonesia,
Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan Departemen Agama RI
Sriwijaya In-flight Magazine Volume 20/Tahun II/Oktober
2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar