Gudo
merupakan salah satu nama kecamatan yang ada di Kabupaten Jombang. Jaraknya
sekitar 13 kilometer arah barat dari Jombang. Selain dikenal memiliki sentra
industi kerajinan manik-manik bertaraf internasional berbahan limbah kaca, di
daerah Gudo juga terdapat sebuah klenteng tua yang dikenal dengan nama Klenteng
Hong San Kiong.
Klenteng
Hong San Kiong terletak di Dusun Tukangan, Desa Gudo, Kecamatan Gudo, Kabupaten
Jombang, Provinsi Jawa Timur. Lokasi klenteng ini berada di samping kanan
Kantor Kepolisian Sektor (Polsek) Gudo, tepat di pertigaan jalan ke arah
selatan menuju Kediri dan ke utara menuju Jombang.
Secara
historis, keberadaan klenteng ini tidak bisa lepas dari kehidupan etnis
Tionghoa yang berada di Gudo. Kedatangan orang-orang Tionghoa ke daerah Gudo
telah berjalan ratusan tahun yang silam, mengingat lokasi Gudo di Jombang itu
dekat dengan pusat Kerajaan Majapahit di Trowulan, Mojokerto. Bahkan, menurut
keterangan yang beredar di masyarakat sekitarm penamaan Desa Gudo sendiri tidak
terlepas dari keterlibatan etnis Tionghoa di daerah tersebut. Gudo berasal dari
kata “Pagoda”, yaitu bangunan yang berbentuk menara yang atapnya terdapat pada
tiap tingkat. Biasanya dibangun sebagai kuil atau tugu peringatan, seperti yang
terdapat di India, Srilanka, Burma, Tiongkok dan Jepang. Bangunan itu konon
ditemukan di mana Klenteng Hong San Kiong berdiri sekarang. Klenteng Hong San
Kiong sendiri diperkirakan dibangun pada tahun 1700.
Keberadaan Klenteng Hong San Kiong bermula dari sebuah keluarga bermarga Tan yang melakukan pemujaan terhadap Kong Co Kong Tik Cun Ong. Sosok keluarga Tan memang memiliki peran cukup penting pada awal berdirinya Klenteng Hong San Kiong.
Di
klenteng yang memiliki luas bangunan 3.500 m² di atas lahan seluas 16.200 m²
ini, kelengkapan proses seni wayang potehi masih terjaga di Gudo. Proses
produksi, pemain, dan pementasan seni wayang masih tetap terjaga hingga
sekarang. Seni wayang potehi ini tidak bisa dilepaskan dari salah seorang
imigran dari Tiongkok ratusan tahun silam yang bernama Tok Su Kwi. Ia merantau
dari Tiongkok ke Laut Selatan hingga sampai di Pulau Jawa dengan membawa serta
kesenian boneka dari wilayah Hokkian (Tiongkok Selatan) yang di daerah asalnya
dikenal sebagai Pouw Tee Hie.
Sesampainya di Pulau Jawa, Tok Su Kwi memilih menetap di Gudo, Jombang.
Seperti
klenteng pada umumnya di Tanah Air, ketika memasuki klenteng tersebut,
pengunjung akan menjumpai hiolo yang
berisi abu hio. Kemudian masuk lagi
ke dalam klenteng, pengunjung akan menemukan beberapa altar untuk pemujaan bagi
dewa yang diyakini. Di tengah ruang ruang depan terdapat altar bagi Kong Co
Kong Tik Cun Ong. Di sebelah kirinya terdapat, altar Kong Co Hong Tik Cun Sing
atau Dewa Bumi. Sebelahnya Dewa Bumi, terdapat altar Kong Co Hyang Thian Sing
Tee atau Dewa Langit. Sedangkan, di sisi kanan altar Kong Co Kong Tik Cun Ong
terdapat altar Kwan Sing Tee Koen atau Dewa Kebenaran/Keadilan.
Klenteng
Hong San Kiong ini merupakan tempat peribadatan bagi penganut Tri Dharma, yaitu
agama Buddha, Konghucu dan Taois. Selain sebagai tempat bersembahyang bagi tiga
penganut keyakinan tersebut, klenteng ini juga berfungsi sebagai balai
pengobatan. Yang boleh berobat di balai pengobatan ini bukan hanya bagi pemeluk
Tri Dharma saja, namun banyak warga sekitar klenteng yang pada umumnya muslim
juga boleh berobat. Hal ini yang melahirkan interaksi antara penduduk sekitar
dengan etnis keturunan Tionghoa. Interaksi yang demikian menjadikan klenteng
itu tetap eksis sampai sekarang ini meski berada nun jauh dari suasana
perkotaan besar pada umumnya. *** [260714]
tonton video nya di
BalasHapushttps://www.youtube.com/watch?v=QrgRSsh0eY8