Masuknya
orang-orang Islam di Tanah Jawa tidak hanya untuk berdagang namun juga membawa
agamanya yang disebar saat itu di daerah Pesisir Jawa, seperti Gresik, Tuban,
Sedayu dimulai pada awal abad 15. Setelah runtuhnya Majapahit dan berganti
dengan berdirinya Kerajaan Islam Demak, saat itu para intelektual mulai masuk
Islam sehingga terciptalah kebudayaan Jawi Islam. Kemudian mulailah adanya
penulisan serat-serat berbahasa Jawa yang berisi tentang ajaran Islam. Karya
sastra Jawa Islam tertua, yakni kitab piwulang dari Sunan Bonang yang isinya
adalah mengenai Tasawuf.
Bentuk
tulisan karya sastra Jawa biasanya menggunakan tembang macapat (sekar macapat) yang berisi tentang
petunjuk atau nasihat ajaran keislaman. Bentuk tersebut digunakan agar lebih
mudah untuk mengingatkan seseorang tentang ajaran. Tembang macapat dalam sastra
Jawa dibagi menjadi 11 tembang, yakni Maskumambang, Mijil, Sinom, Kinanthi,
Asmaradana, Gambuh, Dhandanggula, Durna, Pangkur, Megatruh, dan Pocung. Karya
sastra tembang macapat yang menuliskan tentang ajaran Islam biasanya disebut Suluk, yang artinya muatan ajaran
tentang kasampurnan (usaha seseorang
dalam meraih kesempurnaan hidup dan kematian).
Pada
masa Kraton Surakarta, penulisan lebih berkembang dengan munculnya para
pujangga yang terkenal dengan serat-serat yang adiluhung seperti Paku Buwana V
(Serat Centhini), Kyai Yasadipura I dan II (Serat Panitisastra, Cebolek, Babad
Giyanti), Kyai Sindusastra (Serat Arjunasasrabahu), R.Ng. Ranggawarsita (Serat
Sitapsara, Pustaka Raja Purwa, Paramayoga, Cemporet).
Sumber:
Museum Radyapustaka Documentary Board
Tidak ada komentar:
Posting Komentar