The Story of Indonesian Heritage

GPIB Jemaat Sion Jakarta

Minggu itu udara cerah, setelah sekian hari Jakarta dirundung mendung dan terkadang turun hujan. Kondisi ini saya manfaatkan untuk berkeliling Jakarta dengan memakai motor Honda Supra X dengan plat nomor AD 6387 CS. Sempat lewat Kota Tua Jakarta, tapi karena ramai saya memilih meneruskan keliling Jakarta.
Kemudian saya menyusuri Jalan Mangga Dua. Setelah melintasi Halte Busway Pangeran Jayakarta, sepintas saya melihat bangunan tua yang berada di sisi kanan. Sehingga, saya harus belok ke kanan guna melihat dari dekat bangunan lawas tersebut. Ternyata bangunan kuno tersebut adalah GPIB Jemaat Sion, atau biasa disebut dengan Gereja Sion saja. Gereja ini terletak di Jalan Pangeran Jayakarta No. 1 RT. 09 RW. 04 Kelurahan Pinangsia, Kecamatan Tamansari, Kota Jakarta Jakarta Barat, Provinsi DKI Jakarta. Lokasi gereja ini berada di dekat Halte Busway Pangeran Jayakarta, atau di sudut pertemuan antara Jalan Pangeran Jayakarta dan Jalan Mangga Dua.
Menurut riwayatnya, Gereja Sion ini merupakan salah satu gereja yang paling tua di Jakarta. Gereja ini dibangun pada tahun 1693 pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang ke-16, Willem van Outhoorn (1691-1704). Peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Pieter van Hoorn pada 19 Oktober 1693, dan pengerjaan fisik bangunan gereja ini memakan waktu sekitar dua tahun. Setelah selesai, gereja ini pun diresmikan pada Minggu, 23 Oktober 1695 dengan pemberkatan oleh Pendeta Theodorus Zas.


Pembangunan gereja ini bertujuan sebagai tempat peribadatan orang-orang Portugis yang datang dari wilayah taklukan VOC kala itu. Mereka ini dikenal dengan de Mardijkers, yaitu sebutan untuk para bekas anggota tentara Portugis dan keturunannya di Batavia yang dibebaskan dari tawanan Belanda. Mereka itu dibawa oleh VOC bersamaan dengan jatuhnya wilayah kekuasaan Portugis di India, Malaka, Sri Langka, dan Maluku. Setelah beralih dari Katolik menjadi Protestan, mereka dibangunkan gereja. Salah satunya gereja Sion ini, yang pada peresmiannya diberi nama resmi, De Portugeesche Buitenkerk. Nama ini berasal dari bahasa Belanda, yang artinya gereja Portugis di luar.
Dulu, pada saat gereja ini dibangun, suasana Batavia masih merupakan kota di dalam kastil atau benteng. Sedangkan, lokasi dibangunnya gereja ini berada di luar benteng tersebut, makanya dinamakan gereja Portugis di luar.
Pada waktu terjadi invansi Jepang atas Hindia Belanda, bala tentara Jepang yang dikenal dengan Dai Nippon, menjadikan gereja ini sebagai tempat menyimpan abu tentara yang gugur. Setelah Indonesia merdeka, De Portugeesche Buitenkerk diganti namanya menjadi Gereja Portugis. Artinya, gereja yang diperuntukkan untuk jemaat yang berasal dari orang-orang Portugis maupun keturunannya yang bermula dari keberadaan de Mardijkers.
Pada masa peralihan ini, gereja ini resmi bergabung dengan denominasi GPIB (Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat) sejak 1957. Pada sidang Sinode GPIB tahun 1957, Gereja Portugis diputuskan untuk berganti nama menjadi GPIB Jemaat Sion. Sion berasal dari nama sebuah bukit yang berada di daerah Yerusalem, dan diyakini oleh bangsa Israel kuno sebagai lambang keselamatan.
Bangunan gereja Sion ini berbentuk persegi empat dengan luas 768 m² di mana panjangnya adalah 32  m dan lebarnya adalah 24 m, yang berdiri di atas lahan seluas 6.725 m². Luas bangunan tersebut mampu menampung jemaatnya hingga 1.000 orang. Konstruksi ini bangunan gereja ini menggunakan hasil rancangan dari E. Ewout Verhagen dari Rotterdam, dengan pondasi yang terdiri dari 10.000 batang kayu dolken atau balok bundar. Seluruh dindingnya terbuat dari batu bata yang direkatkan dengan campuran pasar dan gula yang tahan terhadap panas.
Dilihat dari fasadnya, bangunan gereja ini tergolong sederhana. Seperti kubus dengan atap menyerupai limasan. Sedangkan, di dalamnya menyerupai bangsal (hall church). Sebagian besar bangunan dan interior tidak berubah sejak gereja ini didirikan. Namun demikian, gereja ini pernah mengalami pemugaran pada tahun 1920 dan 1978. Termasuk penyempitan halaman gereja, karena adanya pelebaran Jalan Pangeran Jayakarta.
Gereja ini telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya (BCB) melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 0128/M/1988 tanggal 27 Februari 1988 dan Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Jakarta Nomor Cb 11/I/12/1972 tanggal 10 Januari 1972, bersamaan dengan penetapan Gereja Immanuel sebagai BCB. *** [240416]

Kepustakaan:
Brosur Gratis Warisan Budaya di Jakarta yang dipublikasikan oleh Dinas Pariwisata dan Budaya Provinsi DKI Jakarta, 2015
http://news.liputan6.com/read/473268/mengenal-lebih-dekat-gereja-portugis-di-jakarta
https://web.facebook.com/permalink.php?id=660910340628152&story_fbid=694132657305920&_rdr
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami