Usai
melihat-melihat koleksi Museum Jenderal Besar DR. A.H. Nasution, langkah kaki
pun mengarah ke selatan sampai ujung Jalan Teuku Umar. Berawal dari Tugu Kunstkring Paleis di sebelah utara,
Jalan Teuku Umar berakhir di depan Taman Suropati. Akhirnya, saya pun berusaha
mengurangi capek kaki dengan beristirahat di taman tersebut. Taman Suropati ini
terletak di antara Jalan Diponegoro dan Jalan Imam Bonjol, Kelurahan Menteng,
Kecamatan Menteng, Kota Jakarta Pusat, Provinsi DKI Jakarta. Lokasi taman ini tepat
berada di depan Gedung BAPPENAS.
Menilik
sejarahnya, Taman Suropati dibangun satu paket dengan pembangunan rumah-rumah
Menteng. Taman ini dirancang oleh Pieter Adriaan Jacobus Moojen, atau yang
biasa disingkat P.A.J. Moojen. Moojen merupakan insinyur pertama yang merancang
kawasan Nieuw Gondangdia (sebutan
Menteng kala itu) pada tahun 1911 melalui biro arsiteknya yang bernama NV Bouwploeg. Namun karena dinilai
kurang praktis oleh Gemeente Batavia,
pembangunan dilanjutkan tahun 1918 oleh Ir. F.J. Kubatz, karyawan Gemeente Batavia (pemerintah kota zaman
Hindia Belanda) yang menyusun perluasan Batavia, khususnya Menteng (Rencana
II), yang didasarkan pada rancangan P.A.J. Moojen dengan meniadakan lapangan
bundar, diganti dengan Taman Suropati yang jauh lebih kecil.
Dulu, sewaktu taman ini sudah jadi namanya belum Taman Suropati melainkan Burgermeester Bisschopplein. Nama ini diambil dari nama Wali Kota (Burgermeester) Batavia yang pertama bernama G.J. Bisschop, yang menjabat dari tahun 1916 sampai dengan Juni 1920. Dalam buku Menteng, Kota Taman Pertama di Indonesia (Adolf Heuken dan Grace Pamungkas, Cipta Loka Caraka, 2001), disebutkan Taman Suropati merupakan pusat Menteng. Ini adalah tempat pertemuan poros timur-barat dan utara-selatan. Seperti kita ketahui, poros utama Menteng adalah Jalan Teuku Umar.
Berdasarkan
story board sejarah singkat penataan
Taman Suropati yang ada di tengah-tengah taman, menerangkan bahwa Taman
Suropati memiliki luas 16.328 m². Dari luas tersebut, yang yang ditanami
tanaman hias seluas 1.173 m², dan ada juga 93 pohon pelindung dari berbagai
vegetasi, seperti Mahoni (Swietania
mahagoni), Sawo Kecik (Chrysophiliiumsp),
Ketapang (Terminalia catappa), Tanjung
(Mimusop elengi), Bungur (Lagerstromea loudonii), dan Khaya (Khaya senegalensis L), serta rerumputan
yang juga melengkapi keasrian taman. Selain itu puluhan burung merpati ikut
melengkapi keberadaan taman tersebut.
Di sela tanaman bunga dengan tanaman peneduh lainnya disediakan fasilitas nyaman untuk jalan-jalan maupun jogging track. Di jalan utama bagian tengah taman diberi bangku-bangku taman terbuat dari besi ukir yang diletakan berjajar dari utara ke selatan. Bila Anda duduk di situ di siang hari yang cerah, Anda akan terasa mengantuk karena hembusan angin yang muncul dari sentuhan dedaunan yang ada di pohon. Di Taman Suropati ini juga terdapat dua fountain yang masing-masing ada air mancurnya. Letaknya berada di sisi barat dan sisi timur.
Selain
itu, di taman ini juga dijadikan para seniman negara ASEAN dalam menyumbangkan
hasil karyanya pada masa itu yang umumnya berbentuk sculpture, seperti Peace
Harmony and One karya Lee Kian Seng (Malaysia), The Spirit of ASEAN karya Wee beng Chong (Singapura), Peace karya Sunaryo (Indonesia), Rebirth karya Luis E. Yee Jr/Junyee
(Filipina), Harmony karya Awang Hj.
Latief Aspar (Brunei Darussalam), dan Fraternity
dari Thailand. Oleh karena itu, taman ini sering juga disebut “Taman
Persahabatan Seniman ASEAN.”
Taman
berbentuk geometris yang merupakan perpaduan dari bentuk persegi dan lingkaran
dengan berbagai ornamen serta fasilitas penunjang ini, menyebabkan taman ini
menjadi salah satu taman dengan kualitas terbaik di Kota Jakarta. *** [060416]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar