Menyusuri
Jalan Teuku Umar ini sebenarnya tidak termasuk salah satu agenda saya. Kala itu
saya bingung mau mencari halte yang dilewati oleh Kopaja P 20 yang ke arah
Mampang Prapatan. Dari Tugu Kunstkring Paleis, saya sebenarnya saya ingin memotong jalan jalur Kopaja yang dari
arah Pasar Senen menuju ke Lebak Bulus tapi ternyata malah jauh.
Barangkali
perjalanan ini tidak setimpal dengan rasa capeknya. Lutut kaki terasa nut-nut. Tapi segera sirna manakala
dalam perjalanan tersebut bisa menemukan bangunan lawas yang mempunyai kisah sejarah. Hal ini terasa benar ketika itu
saya melintasi bangunan lawas yang di
halaman depannya terdapan sebuah patung yang diapit oleh meriam. Ternyata
bangunan lawas tersebut adalah Museum
Jenderal Besar DR. A.H. Nasution. Museum ini terletak di Jalan Teuku Umar No.
40 Kelurahan Gondangdia, Kecamatan Menteng, Kota Jakarta Pusat, Provinsi DKI
Jakarta. Lokasi museum ini berada di depan kediaman duta besar Vietnam.
Dalam
booklet Museum Jenderal Besar DR.
A.H. Nasution yang diterbitkan oleh Dinas Sejarah Angkatan Darat di Bandung
pada Maret 2015, menjelaskan bahwa museum ini semula merupakan kediaman
Jenderal Besar DR. A.H. Nasution yang ditempatinya sejak menjabat sebagai KSAD
tahun 1949 hingga wafatnya pada tanggal 6 September 2000. Di kediaman ini
Jenderal Besar DR. A.H. Nasution telah menghasilkan sejumlah karya juang yang
beliau persembahkan bagi kemajuan bangsa dan negara.
Sejarah mencatat, bahwa pada tanggal 1 Oktober 1965 di tempat ini telah terjadi peristiwa dramatis yang hampir menewaskan Jenderal Besar DR. A.H. Nasution. Pada peristiwa tersebut, PKI dengan G 30 S-nya berupaya menculik dan membunuh Jenderal Besar DR. A.H. Nasution, yang saat itu menjabat Menko Hankam/KASAB. Namun beliau berhasil menyelamatkan diri dan luput dari pembunuhan, tetapi putri kedua beliau yang bernama Ade Irma Suryani Nasution dan ajudannya Lettu Czi Pierre Tendean gugur dalam peristiwa tersebut.
Sosok
Jenderal Besar DR. A.H. Nasution merupakan tokoh militer dan negarawan yang
tidak asing bagi bangsa Indonesia bahkan diakui dunia internasional, karena
sepanjang hayatnya beliau telah menorehkan karya juang dan pengabdian serta
pengorbanan yang tidak sedikit bagi bangsa dan negaranya. Baik pada masa
perjuangan kemerdekaan maupun pada saat mengisi kemerdekaan. Hal ini
ditunjukkan dengan banyaknya penghargaan yang telah beliau terima, baik dari
dalam maupun luar negeri. Sehingga beliau memiliki berbagai benda-benda koleksi
bernilai sejarah tinggi yang patut untuk dipelihara dan dilestarikan, agar
generasi penerus bangsa dapat memetik nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Benda-benda
peninggalan Jenderal Besar DR. A.H. Nasution tergolong memiliki nilai-nilai
historis yang perlu dilestarikan dan diwariskan kepada generasi penerus bangsa.
Oleh karena itu, untuk menyimpan, merawat dan memeliharanya diperlukan museum
sebagai sarana kegiatan fungsional yang khas sebagai lembaga kultural edukatif,
pusat dokumentasi dan informasi, inspiratif serta menjadi pusat studi dan
rekreasi bagi kepentingan publik.
Dalam
konteks pelestarian koleksi benda-benda bernilai sejarah dari Jenderal Besar DR.
A.H. Nasution tersebut, maka Angkatan Darat menjadikan kediaman Jenderal Besar
DR. A.H. Nasution sebagai Museum Jenderal Besar DR. A.H. Nasution. Hal ini
diperkuat dengan dikeluarkannya Surat Perintah dari Kasad dengan Nomor Sprin
1459/VIII/2007 tanggal 14 Agustus 2007 tentang pembentukan Museum Jenderal
Besar DR. A.H. Nasution.
Sebagai
realisasi dasar surat perintah tersebut maka dimulailah renovasi dan penataan
kediamann Jenderal Besar DR. A.H. Nasution sejak bulan Juli 2007 sampai dengan
November 2008. Pada tanggal 3 Desember 2008 bertepatan dengan hari kelahiran
beliau, yaitu pada tanggal 3 Desember 1918, Museum Jenderal Besar DR. A.H. Nasution
diresmikan oleh Presiden RI DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono.
Ruang Penyajian Koleksi
Seperti
pada umumnya museum yang ada di Indonesia, Museum Jenderal Besar DR. A.H.
Nasution ini juga mempunyai ruangan untuk memajang koleksi-koleksi yang
dimiliki oleh Jenderal Besar DR. A.H. Nasution. Namun kebanyakan penamaan ruang
pamer ini masih disesuaikan dengan fungsi ruang pada saat menjadi kediaman
Jenderal Besar DR. A.H. Nasution, sehingga menyerupai museum in situ.
Ruang Tamu
Ruang
ini berada di gedung utama paling depan. Sesuai dengan namanya, maka ruang ini
merupakan tempat Jenderal Besar DR. A.H. Nasution menerima tamu, baik dari
kalangan militer, kerabat dan masyarakat. Di ruang tamu ini terdapat satu set meja kursi tamu berukuran kecil, yang
merupakan meja dan kursi favorit Jenderal Besar DR. A.H. Nasution sewaktu masih
muda. Jenderal Besar DR. A.H. Nasution selalu memakai kursi ini dalam menerima
tamu dari berbagai kalangan.
Di
ruang tamu ini juga terpampang sejumlah foto bersejarah milik Jenderal DR. A.H.
Nasution, dan beberapa cindera mata dari dalam dan luar negeri serta terdapat
miniatur senjata artileri berupa meriam lapangan dan miniatur tank.
Ruang Kerja
Dari
ruang kerja inilah Jenderal Besar DR. A.H. Nasution menuangkan ide dan buah
pikirannya , baik dalam bidang militer maupun non militer.
Di
dalam ruang kerja juga telah dihasilkan beberapa karya yang beliau tulis untuk
dipersembahkan kepada bangsa dan negara (sekitar 70 judul buku). Sebagian dari
karya beliau disajikan dalam etalase buku yang ada di ruangan ini.
Ruang Kuning
Dinamakan
ruang kuning, karena oleh Jenderal Besar DR. A.H. Nasution ruangan ini didesain
dengan dominasi warna kuning, baik meja, kursi, cat tembok, karpet, maupun
gorden semua memakai warna kuning. Ruangan ini digunakan Jenderal Besar DR.
A.H. Nasution untuk menerima tamu (VVIP), baik dari dalam maupun luar negeri.
Koleksi
yang disajikan di dalam ruangan ini adalah meja kursi tamu berwarna kuning,
miniatur Monumen Siliwangi, dua buah guci tabung, miniatur panglima perang dan
beberapa koleksi cinderamata lainnya yang tersaji di kanan dan kiri pintu masuk
ruang kuning.
Ruang Senjata
Awalnya
ruang senjata ini adalah ruang tidur putri pertama yang bernama Hendrianti
Sahara Nasution. Sesuai namanya yang sekarang, ruangan ini digunakan untuk
memajang beberapa jenis senjata koleksi Jenderal Besar DR. A.H. Nasution.
Berbagai
senjata tradisional yang dipamerkan di ruangan ini berasal dari berbagai daerah
Indonesia, seperti keris, mandau, dan lain-lain yang merupakan kenang-kenangan
dari berbagai daerah di Indonesia. Sedangkan berbagai senjata api merupakan
kenang-kenangan dari berbagai negara sewaktu beliau memimpin misi pembelian
senjata ke luar negeri.
Ruang Tidur
Ruangan
ini merupakan saksi bisu dari kekejaman G 30 S/PKI yang berupaya menculik dan
membunuh Menko Hankam/KASAB Jenderal Besar DR. A.H. Nasution. Pada 1 Oktober
1965 pagi, ibu Johana Sunarti Nasution (istri Jenderal Besar DR. A.H. Nasution)
sudah bangun dan duduk di dipan. Sedangkan Jenderal Besar DR. A.H. Nasution
mengibas-ngibas nyamuk. Tiba-tiba ibu Johana Sunarti Nasution mendengar
beberapa tembakan dari luar, kemudian beliau membuka pintu dan melihat anggota
Cakrabirawa, selanjutnya pintu ditutup kembali dan dikunci.
Melihat
pintu kamar Jenderal Besar DR. A.H. Nasution terkunci, anggota Cakrabirawa
mendobrak pintu tersebut sampai retak. Mendengar kegaduhan di dalam kamar, adik
Jenderal Besar DR. A.H. Nasution yang bernama ibu Mardiah masuk ke dalam kamar.
Ade Irma yang baru bangun diberikan oleh ibu Johana Sunarti Nasution pada ibu
Mardiah. Karena tidak memahami situasi, ibu Mardiah membuka lagi pintu yang
baru saja dikunci. Begitu pintu dibuka, berondongan peluru dilepaskan anggota
Cakrabirawa mengenai Ade Irma. Ibu Mardiah membawa Ade Irma yang tertembak
keluar menuju samping rumah.
Saat kejadian itu ibu Johana Sunarti Nasution belum mengetahui kalau anak kesayangannya, Ade Irma tertembak. Setelah mengunci pintu untuk yang kedua kalinya, ibu Johana Sunarti Nasution berkata kepada suaminya: “Nas, kamu mau dibunuh, cepat selamatkan diri!” Selanjutnya Jenderal Besar DR. A.H. Nasution dan istrinya keluar melalui kamar keluarga (sekarang ruang Gamad) menuju samping rumah.
Di
samping rumah tersebut ibu Johana Sunarti nasution menerima Ade Irma dari ibu
Mardiah yang dilihatnya Ade Irma sudah berlumuran darah. Jenderal Besar DR.
A.H. Nasution menyelamatkan diri dengan cara melompat pagar tembok yang
berbatasan dengan Kedutaan Irak.
Begitu
melihat Ade Irma yang luka parah, Jenderal Besar DR. A.H. Nasution yang sudah
di atas pagar berniat hendak turun lagi untuk memberi pertolongan dan
perlawanan. Namun ibu Johana Sunarti Nasution memohon kepada suaminya, “Selamatkan
diri! Selamatkan diri! Denk niet, naar ons! (jangan pikirkan kami). Di saat Jenderal
Besar DR. A.H. Nasution memandang ibu Johana Sunarti Nasution dan Ade Irma yang
berlumuran darah tersebut, bunyi tembakan terus menggencar ditujukan kepada Jenderal
Besar DR. A.H. Nasution di atas pagar. Karena tembakan mengarah padanya maka Jenderal
Besar DR. A.H. Nasution terus melompat ke halaman Kedutaan Irak.
Ruang Gamad
Ruang
Gamad (Ruang Seragam Angkatan Darat) awalnya merupakan ruang tidur keluarga Jenderal
Besar DR. A.H. Nasution. Dinamakan Ruang Gamad karena di dalam ruangan ini
dipajang beberapa koleksi dan seragam serta perlengkapan TNI, yaitu PDU IV,
sewaktu beliau menjabat Menko Hankam/KASAB dan Jenderal berbintang lima. Pedang
Pati Angkatan Darat dan Pedang Pati Angkatan Laut, Baret Kopassus yang dipakai
beliau pada saat upacara Penganugerahan Brivet Komando Kehormatan pada 17
Februari 1998, serta Baret Marinir dan Baret Kostrad. Di samping itu juga
disajikan PDU II Putih untuk acara resmi siang hari, serta PDU II Hitam untuk
acara malam hari serta PDU I Bintang lima.
Dalam ruangan ini juga dipamerkan beberapa buah pisau, tongkat komando kenang-kenangan maupun tongkat komando koleksi pribadi Jenderal Besar DR. A.H. Nasution. Selain itu, di Ruang Gamad ini juga disajikan diorama yang menggambarkan dialog antara ibu Johana Sunarti nasution dan suaminya tatkala akan berusaha menyelamatkan diri dari upaya pembunuhan oleh anggota Cakrabirawa dengan cara melompat pagar tembok Kedutaan Irak.
Ruang Ade Irma
Ruang
Ade Irma merupakan kamar tidur anak kedua Jenderal Besar DR. A.H. Nasution yang
bernama Ade Irma Suryani Nasution. Namun di dalam kesehariannya, Ade Irma
selalu tidur bersama ayah dan ibunya di ruang tidur utama.
Di dalam ruangan ini dipamerkan barang-barang pribadi yang merupakan barang kesayangan Ade Irma, yaitu sebuah baju seragam Kowad mini, sepasang sepatu, tas kulit kecil, tempat air minum dari plastik dan boneka serta baju yang dipergunakan oleh Ade Irma pada saat tragedi. Selain itu, di ruangan ini juga dipajang baju PDH II dan tongkat atau cruk yang digunakan Jenderal Besar DR. A.H. Nasution pada waktu upacara pelepasan jenazah para Pahlawan Revolusi di Markas Besar Angkatan Darat di Jakarta pada 5 Oktober 1965.
Ruang Makan
Sesuai
namanya, ruangan ini dulunya merupakan ruang makan keluarga Jenderal Besar DR.
A.H. Nasution. Di sini masih terlihat koleksi satu set meja makan yang
digunakan keluarga Jenderal Besar DR. A.H. Nasution untuk berkumpul dan makan
bersama.
Di
Ruang Makan ini disajikan diorama yang menggambarkan kejadian setelah Jenderal
Besar DR. A.H. Nasution berhasil menyelamatkan diri dari upaya pembunuhan. Sesaat
setelah Jenderal Besar DR. A.H. Nasution berhasil menyelamatkan diri, ibu
Johana Sunarti Nasution kemudian ke ruang makan dan berusaha untuk menelpon
tetapi tidak jadi karena hubungan telepon sudah diputus.
Saat
bersamaan, muncul lima prajurit Cakrabirawa dengan menodongkan senapan. Salah seorang
prajurit Cakrabirawa menggertak ibu Johana Sunarti Nasution dengan ucapan: “Mana
Nasution?”
Jengkel
mendengar gertakannya, ibu Johana Sunarti Nasution menjawab: “Jenderal Nasution
di Bandung, sudah dua hari. Kamu kemari hanya membunuh anak saya!” Tidak lama
kemudian terdengar peluit berbunyi dan mereka bergegas keluar.
Ruang Heraldika
Di
Ruang Heraldika ini dipamerkan berbagai plakat kenang-kenangan dari berbagai
satuan TNI dan 3 buah panji serta sebuah bendera Merah Putih. Selain itu, juga
terdapat berbagai piagam penghargaan dan medali yang beliau terima, baik dari
dalam maupun luar negeri.
Ruang Dapur
Di
Ruang Dapur ini disajikan peralatan dapur yang dipergunakan keluarga Jenderal
Besar DR. A.H. Nasution dalam kesehariannya.
Setelah
menikmati koleksi-koleksi Jenderal Besar DR. A.H. Nasution yang ada di bangunan
utama, pengunjung akan keluar halaman samping melalui pintu yang berada di
dekat dapur. Lalu, pengunjung bisa menuju ke halaman belakang. Di situ ada
koleksi mobil yang pernah digunakan oleh Jenderal Besar DR. A.H. Nasution, dan
di tembok belakang yang berbatasan dengan bangunan sayap kanan dibuat relief
sejarah perjalanan hidup Jenderal Besar DR. A.H. Nasution.
Dari
samping tembok ini, pengunjung bisa menuju ke bangunan sayap kanan. Bangunan
sayap kanan ini merupakan ruang diorama, seperti diorama penculikan Piere
Tendean, diorama Bandung Lautan Api, diorama Hijrah Siliwangi, diorama Markas
Besar Komando Djawa di Kepurun, diorama Sidang MPRS, dan di belakangnya
terdapat ruang perpustakaan.
Setelah
puas melihat diorama, pengunjung masih bisa menyaksikan relief prestasi Jenderal
Besar DR. A.H. Nasution yang berada di tembok depan ruang diorama tersebut.
Kemudian sambil mengakhiri kunjungan ke
museum ini, pengunjung masih bisa menyaksikan patung Jenderal Besar DR. A.H.
Nasution yang berdiri tegak di halaman muka museum ini dengan diapit dua
meriam.
Selain
memajang koleksi-koleksi peninggalan Jenderal Besar DR. A.H. Nasution, museum
ini juga dilengkapi dengan aula yang bisa dipakai untuk pertemuan rapat dengan
kapasitas 150 orang, mushola, toilet/kamar mandi serta sarana parkir yang luas
bagi pengunjung.
Waktu
berkunjung, untuk umum dibuka setiap hari Senin sampai dengan Jumat pukul 08.00
sampai dengan 15.00 WIB. Hari Sabtu dan Minggu dibuka atas koordinasi terlebih
dahulu. Bagi pengunjung, baik perorangan maupun rombongan disediakan pemandu
(pramuwidya).
Setiap
pengunjung wajib menjaga keamanan, ketertiban dan kebersihan di area Museum Jenderal
Besar DR. A.H. Nasution. *** [060416]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar