Jakarta
merupakan salah satu kota penting di era kolonial. Mudah dimaklumi kalau
kemudian kota ini menyimpan begitu banyak cerita dan peninggalan sejarah, salah
satunya sejumlah bangunan peninggalan Belanda yang sebagian beralih rupa
menjadi museum, kantor, ataupun sekolah. Sebagian lagi difungsikan sebagai
hotel dan restoran, misalnya Tugu
Kunstkring Paleis. Gedung ini terletak di Jalan Teuku Umar No. 1 Kelurahan
Gondangdia, Kecamatan Menteng, Kota Jakarta Pusat, Provinsi DKI Jakarta. Lokasi
gedung ini berada di depan Yayasan Jantung Indonesia, dan diapit oleh Jalan Cut
Nyak Dien dan Jalan Teuku Umar.
Keberadaan
gedung Tugu Kunstkring Paleis ini tidak terlepas dari adanya pembangunan perumahan
kelas menengah ke atas di kawasan Menteng (sebelumnya dikenal dengan Nieuw Gondangdia) pada era Hindia
Belanda. Kisah ini bermula ketika NV De
Bouwploeg dipercaya untuk mengerjakan proyek real estate yang pertama di
Hindia Belanda. Bouwmaatschappij NV De
Bouwploeg yang dipimpin oleh Pieter Adriaan Jacobus (P.A.J.) Moojen adalah
instansi penggarap perumahan di Menteng. Moojen merencanakan tata kota serta
wilayah yang dibangun dalam pembangunan wilayah Menteng. Wilayah yang pertama
kali dibangun adalah gedung kantor NV De
Bouwploeg (sekarang menjadi Masjid Cut Meutia), baru disusul pembangunan
gedung Bataviasche Kunstkring.
Gedung
kuno tersebut mulai dibangun pada 1913, setelah NV De Bouwploeg menghibahkan sebidang tanah yang strategis di Entrée
Gondangdia yang baru saja dikembangkan. Lahan tersebut diberikan karena
Moojen di samping mengerjakan tugasnya sebagai seorang arsitek maupun planolog,
ia juga banyak bergaul dengan seniman dan pecinta seni di Batavia. Bersama-sama
kawan-kawanya, pada 1907, dia mendirikan Lingkar Seni Hindia Belanda (Nederlandsch Indische Kunstkring). Tiga
tahun pertama, Moojen menjadi sekretaris perkumpulan tersebut. Empat belas
tahun seterusnya, dia menjabat ketua.
P.A.J. Moojen, selain ditunjuk oleh perkumpulan tersebut sebagai ketua sekaligus sebagai arsitek gedung tersebut. Gedung Bataviasche Kunstkring diresmikan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Willem Frederik Idenburg pada 17 April 1914. Pada saat peresmian tersebut dibarengi dengan gelaran pameran pertama yang terdiri dari karya-karya pelukis Belanda yang lahir di Hindia Belanda. Ruang-ruang di gedung yang luas juga dipergunakan untuk pertunjukan musik dan ceramah. Buku-buku tentang kesenian dikumpulkan dalam perpustakaan khusus untuk melayani masyarakat yang berminat.
Gedung
ini lantas menjadi pusat berkumpulnya para pecinta seni amatir, untuk
mengadakan pertunjukan musik, belajar seni, memamerkan karya mereka, atau
sekadar mencari inspirasi.
Pada
1925, berkat sumbangan para arsitek terkemuka, pameran arsitektur pertama di
Hindia Belanda dihadirkan di gedung ini. Kemudian pada 1926 Kunstkring juga mendatangkan penari
kelas dunia, Ruth St Denis dan Ted Shawn, yang merintis tari modern untuk
tampil keliling Pulau Jawa. Di daerah yang dikunjungi, para penari asing ini
belajar tari Jawa ataupun tari Bali lalu mengadaptasi dan membawanya ke
Amerika.
Pada
1929, giliran seniman balet dunia Anna Pavlova yang tampil di Hindia Belanda,
termasuk di Gedung Bataviasche Kunstkring. Selama satu bulan, Pavlova bersama
tim penari yang terdiri atas 60 orang berkeliling dari kota ke kota. Mereka
antara lain singgah di Yogyakarta dan Surakarta dan belajar tari Jawa dari
kraton. Pertunjukkan Pavlova di Batavia kala itu mampu membuat lalu lintas
macet.
Seiring
bertambahnya usia, Bataviasche Kunstkring
berhasil melahirkan para seniman andal. Berjaya dan menjadi pusat karya seni
terbaik Hindia Belanda. Beberapa seniman dunia seperti P.A. Regnault, Vincent
van Gogh, Paul Gauguin, Marc Chagall, Odilon Redon, Pablo Picasso, Raoul Dufy, Gustaf
de Smet, Utrillo, Chirico, Andre Baudin, dan Fujita Herdik sempat memerkan
karya mereka di sini pada pameran besar karya lukis kontemporer Barat yang
dihelat pada 1932.
Kunstkring juga unggul dari segi
arsitektur bangunan. Ia menjadi salah satu bangunan tertua yang pertama kali
menggunakan beton bertulang di Hindia Belanda. Karena itu, tak ada renovasi
besar-besaran yang perlu dilakukan untuk memperkuat bangunan yang sudah berdiri
kokoh.
Dilihat
dari tampilan muka bangunan, desain Kunstkring mengikuti prinsip arsitektur
rasionalis modernis yang dikenal dengan sebagai Art Nouveau, yang pada dasarnya menggabungkan unsur-unsur tropis.
Tampak dari depan terdapat tiga lengkungan dengan dua menara berbentuk segi
delapan di bagian atap. Menara tersebut mengapit atap utama yang berbentuk limasan. Lengkungan pada pintu masuk
gedung sangat unik karena terdiri dari tiga lengkungan yang kemudian
disesuaikan dengan jumlah pintu masuk. Bentuk bangunan ini lebih mengedepankan
pendekatan fungsional dengan mengurangi elemen dekorasi. Pintu dan jendela di
Gedung Bataviasche Kunstkring dibuat
tinggi sehingga memungkinkan ventilasi silang untuk mendinginkan ruangan.
Sejarah
juga mencatat, bahwa fungsi gedung ini pernah mengalami perubahan. Kunstkring berfungsi sebagai pusat seni
berlangsung hingga tahun 1936. Ia sempat digunakan sebagai kantor pusat Madjlis
Islam Alaa Indonesia (1942-1945) dan kemudian menjadi Kantor Imigrasi Jakarta
Pusat (1950-1997), sebelum kemudian terkena ruilslag
lalu berpindah kepemilikan ke tangan swasta.
Saat
pengalihan status ini, gedung ini sempat terbengkelai dan dijarah, lalu kembali
dipugar dan diresmikan pada tahun 2007. Kemudian gedung ini pernah menjadi Budha Bar yang namanya sempat menjadi
kontroversi dan diprotes oleh umat Buddha.
Sejak
April 2013, bangunan legendaris Bataviasche
Kunstkring ini telah dibuka kembali dengan nama Tugu Kunstkring Paleis, dan dibawa kembali ke kehidupan awalnya
menjadi gedung seni yang cantik oleh Tugu
Hotels & Restaurant Group. Tanpa mengubah keindahan arsitekturnya, pengelola
menyegarkan suasana dalam gedung melalui interior klasik yang megah dan
mengisinya dengan koleksi karya seni yang indah. Hal ini untuk menciptakan
suasana yang selaras dengan tujuan didirikan Tugu Kunstkring Paleis ini, yaitu
seni, jiwa, dan romansa Indonesia.
Kini,
Tugu Kunstkring Paleis mampu menghadirikan gelaran pameran seni serta
acara-acara lain dengan apresiasi yang tinggi terhadap keindahan seni dan
sejarah. Gedung ini mampu menyelenggarakan acara dengan kapasitas hingga 1.000
orang yang dilengkapi shop. Tak hanya
itu, pengunjung bisa menikmati masakan di restoran yang menempati lounge yang elegan, bread corner maupun tea house.
*** [060412]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar