The Story of Indonesian Heritage

Jalan Daendels Jalur Selatan

Saya mengenal jalan ini tatkala sedang melaksanakan The Work and Iron Status Evaluation (WISE) di Purworejo dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2004. Kala itu enumeration area atau wilayah pencacahan mencakup wilayah Kabupaten Purworejo yang berada di selatan dekat pesisir Samudera Indonesia.
Sekilas terlihat jalan ini seperti jalan raya pada umumnya, tidak tampak istimewanya. Malahan terlihat sepi, padahal jalannya waktu itu sudah mulus. Situasi inilah yang menggelayuti pikiran saya ketika itu untuk mengetahui jalan ini yang sebenarnya.
Jalan ini, oleh masyarakat Purworejo, dikenal dengan Jalan Daendels. Pikiran pun kembali menerawang ke buku pelajaran sejarah saat masih di bangku SMP. Di buku pelajaran sejarah, terngiang akan Jalan Raya Pos (De Grote Postweg) yang menjadi proyek ambisius dari Herman Willem Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke-36 (5 Januari 1808-15 Mei 1811). Jalan itu dimulai dari Anyer dan berakhir di Panarukan sepanjang 1000 kilometer, dan di peta lawas pun tidak ada yang menunjukkan percabangannya di Pulau Jawa bagian selatan. Lantas kenapa jalan itu juga dinamakan Jalan Daendels?


Angga Indrawan dalam bukunya, Napak tilas Jalan Daendels (2017: 13) menjelaskan bahwa, tak banyak yang tahu bahwa salah satu anak Daendels masih punya sangkut paut dengan Pulau Jawa. Jalan panjang di jalur selatan Pulau Jawa, dari Bantul hingga jelang Cilacap ini populer juga dengan sebutan Jalan Daendels.
Salah kaprah sering terjadi dengan mengacu nama tersebut pada Herman Willem Daendels. Namun, Jalan Daendels selatan ini diambil dari nama seorang asisten residen di Ambal (assistent-resident te Ambal), Augustus Derk Daendels, yang kebetulan adalah salah satu anak dari pasangan Herman Willem Daendels dan Alida Elisabet Reiniera van Vlierden. Ia merupakan anak  di urutan nomor 11 dari 13 bersaudara. Lahir di Hattem, Gelderland, Belanda pada 7 Maret 1803. Ia menikah dua kali. Yang pertama pada 1835 dengan Maria Catharina Henriëtte Gallé, dan kemudian menikah lagi dengan Petronella Egberta Bisschop pada 1851. Dari perkawinannya yang pertama, ia dikarunia dengan 5 anak (4 perempuan, 1 laki-laki). Sedangkan, dengan Petronella, ia tidak mempunyai anak.
Setelah Pangeran Diponegoro menyerah di Magelang akibat kelicikan pihak Belanda, maka berakhir sudah Perang Diponegoro atau yang dikenal juga dengan Perang Jawa pada 1830. Situasi dan kondisi ini dimanfaatkan oleh Augustus Derk Daendels segera merealisasikan pembangunan jalan raya yang ada di jalur selatan Pulau Jawa pada 1838. Jalan ini melintasi deretan desa panjang yang tidak terputus-putus. Deretan desa ini dimulai dari Desa Kadilangu di tepi Sungai Bogowonto ke barat sampai tepi Sungai Cincing Guling, di daerah perbukitan Karangbolong. Deretan desa yang panjang ini disebut daerah Urut Sewu (Oeroet Sewu) sebagai tanggul pemisah antara daerah rawa dengan lautan.


Prakasa pembangunan jalan itu tidaklah mungkin terwujud bila tidak diimbangi dengan karakter Augustus Derk Daendels yang ambisius. Karakter seperti ini mewarisi dari karakter ayahnya, Herman Willem Daendels. Dalam Almanak en Naamregister, Voor Het Jaar 1845 (Batavia: Ter Lands Drukkerij, 1845, 79) disebutkan, Augustus Derk Daendels merupakan salah satu orang yang tercatat di Algemeene Lijst van Personen Het Radicaal van Indisch Ambetenaar Bezittende (Daftar Pejabat di Hindia Belanda yang radikal).
Semasa Augustus Derk Daendels menjabat sebagai Asisten Residen, Ambal merupakan salah satu kabupaten yang masuk dalam wilayah Karesidenan Bagelen, yang membawahi sejumlah daerah di Purworejo dan Kebumen. Kini, Bagelen malah menjadi salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Purworejo, dan Ambal menjadi salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Kebumen.
Sebagian dari jalan yang dibuat itu, sebenarnya merupakan bagian dari jalur gerilya dari Laskar Diponegoro dalam Perang Jawa dulu. Kemudian diperpanjang sampai Pantai Ayah hingga menjelang wilayah Cilacap. Setelah jalan itu selesai, kelak di kemudian hari jalan tersebut dikenal dengan Jalan Daendels. Hal ini mengemuka karena untuk menghargai dari realisasi yang dilakukan oleh asisten residen Ambal tersebut.
Pada 31 Agustus 1852, Augustus Derk Daendels menjadi Asisten Residen di Mojokerto (assistant-resident van Modjokerto) hingga meninggal pada 29 Mei 1853, dan dikebumikan di Surabaya.
Kini, Jalan Daendels itu menjadi jalan yang memegang peranan strategis di wilayah Pulau Jawa bagian selatan. Hanya saja yang melintas di Kabupaten Purworejo bila malam hari masih terlihat sepi sekali dan gelap. Belum terlihat aktivitas ekonomi yang menggeliat di sepanjang jalan raya yang mulus itu. *** [160418]

Fotografer: Nurlina Ratnawati
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami