R.
Ng. Yosodipuro I masih memiliki garis keturunan dari Kerajaan Pajang. Beliau
adalah putra dari pasangan Raden Tumenggung (R.T.) Padmonegoro dan Siti Mariyam
(Nyi Ageng Padmonegoro). R.T. Padmonegoro pada masa mudanya adalah prajurit
Mataram yang mengikuti Sultan Agung Hanyokrokusumo pada waktu melawan Kompeni
(Belanda). Karena kepandaian dan keberaniannya dalam masalah perang, beliau
dipercaya dan diangkat sebagai Bupati di Pekalongan.
Sejak
dalam masa kandungan Nyi Ageng Padmonegoro, Yosodipuro sudah mengukir sejarah
yang berbeda dengan yang lainnya. Sebelum bayi lahir, yang kelak diberi nama
Bagus Banjar sudah memiliki tanda-tanda yang berbeda dengan bayi lain pada
umumnya. Suatu hari di rumah kediamannya yaitu di Desa Pengging, R.T.
Padmonegoro kedatangan sesepuh dari daerah Pedan yang mengaku sebagai Petinggi
Palar yang mengatakan bahwa berdasarkan suatu nujum, kalau ada bayi yang lahir
di hari Jumat Pahing maka akan membawa keberuntungan yang sangat baik. Kelak di
kemudian hari, bayi tersebut akan memiliki kelebihan dari anak yang lainnya.
Usai
subuh, Nyi Ageng Padmonegoro melahirkan seorang bayi laki-laki. R.T.
Padmonegoro sangat gembira dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena
keinginannya untuk mempunyai seorang anak laki-laki akhirnya terkabul.
Bayi
itu lahir dalam keadaan masih terbungkus, dan kalung usus. Menurut kepercayaan,
bayi yang pada waktu lahir lehernya berkalung usus, besok kalau besar akan
selalu pantas, serasi, dan luwes dalam mengenakan pakaian. Usus yang melingkar
dibenahi hingga terlepas, lalu dibersihkan.
Bayi
mungil yang lahir pada tahun 1729 itu diberi nama Bagus Banjar. Karena Bagus
Banjar lahir pada waktu subuh, maka ia juga dikenal dengan panggilan Jaka
Subuh. Oleh kakeknya, Kyai Kalipah Caripu, bayi tersebut diberi nama Jaenal
Ngalim untuk memperingati nama dari guru R.T. Padmonegoro ketika di Palembang,
yang bernama Kyai Jaenal Abidin.
Setelah
Banjar kecil menginjak usia 8 tahun, ia diantarkan Sang ayah ke suatu daerah,
yaitu Bagelen, untuk berguru berbagai macam pengetahuan kepada Kyai Hanggamaya,
sahabat karib kakek Bagus Banjar.
Bagus
Banjar mendapatkan pelajaran menulis Jawa, menulis Arab, membaca buku-buku
sastra dan Al-Qur’an, serta menjalani rukun Islam. Bagus Banjar tergolong
cerdas, cakap, dan memiliki ketajaman berpikir. Sehingga, dalam waktu singkat
mampu ia mampu menyelesaikan masa bergurunya. Pelajaran yang berat dan tinggi
pun ia kuasai, seperti ilmu tentang dasar-dasar kebatinan yaitu bertapa dan
melatih kesabaran dengan cara berpuasa mutih selama 40 hari, ngrowot
(berpentang hanya dengan mengkonsumsi sayuran), ngebleng (puasa tidak makan,
minum, dan aktivitas seksual selama 24 jam), ilmu kanuragan, dan lain-lain.
Pada
usia 14 tahun, berakhirlah masa bergurunya. Bagus Banjar pulang ke Pengging
dengan membawa berbagai ilmu. Sang Guru berharap pada saat kembali dalam
kehidupan sehari-hari, Bagus Banjar dapat mengaplikasikan ilmu yang telah
dipelajarinya.
Pengabdian
Bagus Banjar diawali di Kraton Kartasura, yang pada saat itu sedang terkena
musibah besar, yaitu adanya Perang Cina (Pemberontakan Cina) tepatnya pada
tahun Alip 1667. Bagus Banjar menghadap
Sang Prabu, Sri Paduka Kanjeng Susuhunan Paku Buwono (PB) II, dengan tujuan
mengabdikan diri. Akhirnya, ia pun diterima oleh Sang Prabu. Pengabdiannya
telah menunjukkan kecakapan dan keahlian, terutama dalam bidang sastra. Beliau
sangat berjasa bagi kerajaan, hingga suatu saat Kraton Kartasura mengalami
masa-masa pelik akibat Perang Cina yang harus terpaksa pindah istana. R. Ng.
Yosodipuro I pula ikut berjasa dalam memilihkan tempat baru bagi istana, yaitu
di antara Desa Sala dan Desa Talawangi,
tepatnya di sekitar Rawa Kedung Kol. Kelak istana tersebut diberi nama Kraton
Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Setelah
perpindah Kraton Kartasura ke Desa Sala, Yosodipuro diangkat menjadi abdi dalem
kadipaten dan bertempat tinggal di bekas Kedung Kol (sampai sekarang kampong
tersebut bernama Yosodipuran). Pengabdiannya ini terus dilakukan sampai pada
masa pemerintahan PB IV dengan segala permasalahan pasang surut di istana.
Pada
masa pemerintahan PB IV, diadakan pembaharuan perpustakaan kraton yang telah
lama terbengkelai, tidak terurus akibat perang yang berlarut-larut. R. Ng.
Yosodipuro I memulainya dengan menulis karya sastra sendiri dengan bahasa yang
hidup, sarat dengan makna. Selain itu, menerjemahkan serat-serat karangan
berbahasa Jawa Kuno ke dalam bahasa Jawa Baru, antara lain: Baratayuda,
Ramayana, Arjuna Wiwaha, Harjunasasrabahu, Serat Rama, Serat Dewa Ruci, dan
lain-lain. Beliau juga menerjemahkan karangan berbahasa Arab, seperti Kitab
Menak dan Kitab Ambya.
Selain
sebagai seorang pujangga, R. Ng. Yosodipuro I adalah seorang ulama, ahli
strategi, dan pandai berdiplomasi masalah kenegaraan. Beliau sering menjadi
tempat bertanya bagi siapa saja karena sifatnya begitu arif, bijaksana,
kata-katanya lugu, lurus atau suka pada jalan yang benar dan membenci pada
hal-hal yang buruk. Bahkan pendapat-pendapatnya selalu dibutuhkan oleh
raja-raja pada masa itu. Dengan kata lain, beliau sering menjadi penasihat
raja.
Setelah
R. Ng. Yosodipuro I wafat, beliau dimakamkan di Desa Bendan, Kecamatan
Bayudono, Kabupaten Boyolali. ***
Kepustakaan:
- Mumpuni Nurhayati, 2008, R. Ng. Yosodipuro Pujangga Dalam Karya Sastra Jawa Modern, Karya Tulis.
Bismillah, ngumpulke balung pisah...
BalasHapusSaya ada di lapis keturunan ke berapa ya jika saya cucu dari nenek Iman Pekih (+lodri)
Kpd yg punya silsilah lengkap mhn infoonya. Terima kasih.
Gambar atau foto figur kok gak ada ya?
BalasHapusSalam ... ke sini setelah dengar riwayat hidupnya di tayangan jejak islam di tvri
BalasHapusmenarik perhatian saya, kbtln saya ada jpg garis keturunan. R. Ng . Yosodipuro. tapi sampai kakek saya Almarhum.
BalasHapusBleh mnta jpg silsilahnya sodara
BalasHapusAQ turunan surodipo canggahku diposuro buyutku ,,
BalasHapusGitu ya?
BalasHapusIki ceritone simbahku,.Yosodipuro 1, punya anak Jaenal Ngali/ yosodipuro2, omah Nang surakarto, Punya anak mas Ronggo warsito Nang solo lan Raden Kromo dong so, pindah Nang ngrombo jadi Demang ngrombo Nang kademangan ngrombo, punya anak Mas So Kromo pindah Nang ngawi jadi renggo/lurah, punya anak Yosodikromo pindah Nang sambung macan jadi renggo/lurah, punya anak 8 Lanang 2 Urip 1, Prabto Karsono/Parmin Yoso dipiruro lahir 1918 -2016, kades Nang Sumatra,
BalasHapus