Awal
mulainya muncul radio di Indonesia, yaitu pada tahun 1930. Badan Pemerintah
yang mengelola siaran radio kala itu adalah NIROM (Nederlandsch Indische Radio
Omroep Maatschappij). Siaran pada waktu itu masih terbatas pada lagu-lagu Barat
yang umumnya didominasi oleh bahasa Belanda.
Dengan
berdirinya NIROM tersebut, pihak Pura Mangkunegaran juga tidak mau ketinggalan.
Salah satu paguyuban kesenian Mangkunegaran, yaitu Perkumpulan Karawitan Mardi
Laras Mangkunegaran (PK2MN) diberi sender
(transmitter) radio oleh KGPAA
Mangkunegoro VII untuk menyiarkan klenengan
(karawitan) paguyuban dan wayang orang dari Balekambang secara tetap (1932).
Karena sender tadi rusak termakan usia, salah seorang warga paguyuban, yaitu Ir. Sarsito Mangunkusumo, memiliki ide untuk membeli sender yang baru dan modern. Untuk mewujudkannya maka pada 1 April 1933 didirikan “Solosche Radio Vereneging” (SRV) atau Perkumpulan Radio Solo. SRV akhirnya membeli seperangkat alat siaran yang baru, dan mulai 5 Januari 1934 sudah bisa memulai siaran. Siarannya selain di daerah Jawa, dapat ditangkap di daerah Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Atas bantuan Pepatih Dalem Mangkunegaran, KRMT. Sarwoko Mangunkusumo, studio SRV yang pertama menempati Pendopo Kepatihan Mangkunegaran yang berada di Jl. Ronggowarsito, yang sekarang digunakan sebagai Taman Kanak-Kanak (TK) Taman Putera.
Akhirnya,
SRV dapat berkembang dan memiliki anggota yang banyak yang terdiri atas warga
masyarakat. Atas bantuan dari warga pula, pada 15 September 1935 mulai
dilakukan pembangunan studio di daerah Kestalan yang memiliki luas tanah
sekitar 6000 m². Tanah seluas itu merupakan pemberian dari KGPAA Mangkunagoro
VII. Studio SRV yang terletak di Jl. Marconi 1 (sekarang Jl. Abdul Rachman
Saleh No. 51) akhirnya pada 29 Agustus 1936 diresmikan oleh putri Sri Paduka
Mangkunagoro VII, Gusti Siti Noeroel Kamaril Ngasarati Koesoema Wardhani.
Setelah Indonesia merdeka, studio SRV ini menjadi Stasiun Radio Republik Indonesia (RRI) Surakarta. Bermula dari Perkumpulan Radio yang pertama di Indonesia, SRV bisa eksis dan memiliki gedung studio sendiri untuk siaran.
Sesudah
SRV berdiri, pemerintah Kraton Kasunanan Surakarta juga berminat mendirikan
stasiun radio. Stasiun radio yang didirikan oleh Kraton Kasunanan dinamai
Siaran Radio Indonesia (SRI). Studionya bertempat di rumah Gusti Pangeran Harya
Suryoamijoyo di Baluwarti.
Siaran
SRV dan SRI kala itu menggunakan bahasa Jawa, karena memang awal berdirinya
untuk menyaingi dominasi radio Belanda yang cenderung menampilkan budaya Barat,
sebaliknya SRV dan SRI berkeinginan memajukan kebudayaan Jawa, khususnya
karawitan dan pedalangan.
Setelah
Indonesia merdeka, pemancar radio SRV berusaha diambilalih (nasionalisasi) oleh
Pemerintah Republik Indonesia, yang kelak menjadi Stasiun RRI Surakarta. Meski
demikian, yang patut dicatat adalah SRV telah membuktikan diri sebagai pelopor
timbulnya siaran usaha bangsa Indonesia jauh sebelum RRI didirikan. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar