Desa Bungkuk
merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Marga Sekampung, Kabupaten
Lampung Timur, Provinsi Lampung. Desa ini terletak pada koordinat 05° 24'
547" LS dan 105° 37' 359" BT, dan terdiri atas 10 dusun, yaitu: Dusun
I, Dusun II, Dusun III, Dusun IV, Dusun V, Dusun VI, Dusun VII, Dusun VIII,
Dusun IX, dan Dusun X.
Desa
Bungkuk, saat ini memiliki jumlah penduduk sebanyak 4.886 orang dengan jumlah 1.320
KK, yang tersebar di sepuluh dusun yang ada. Sebagian besar penduduknya
bermatapencaharian sebagai petani yang didukung oleh lingkungan alam yang
menopang pertanian, utamanya adalah ladang dan perkebunan (jagung, pepaya,
kelapa, dan lada hitam), curah hujan 2.000-3.000 mm/tahun, dan suhu udara 25°C.
Desa
yang memiliki luas sekitar 3.600 ha ini berbatasan dengan Desa Batu Badak di
sebelah Utara, Desa Negara Batin di sebelah Selatan, Desa Waway Karya di
sebelah Barat, dan Desa Giri Mulyo di sebelah Timur.
Lokasi desa ini tidak terlalu jauh dengan ibu kota Kecamatan Marga Sekampung, yaitu sekitar 4 Km, sedang jarak ke ibu kota Kabupaten Lampung Timur adalah sekitar 55 Km.
Dalam
Monografi Desa Bungkuk, Kecamatan Marga Sekampung, Kabupaten Lampung Timur,
yang disusun dalam rangka untuk mengikuti Lomba Desa Tingkat Kabupaten Lampung
Timur Tahun 2009, dikisahkan bahwa pada abad 16 beberapa tetua dari daerah Way
Kanan berlayar menuju Banten guna memperdalam ilmu dan pengetahuan tentang
agama Islam. Pada abad tersebut memang Kerajaan Islam di Banten mengalami masa
kejayaannya, sehingga wajar bila banyak yang ingin belajar di sana karena ulama
Banten kala itu cukup tersohor.
Sesampainya
di Banten dalam keadaan sehat dan selamat, mereka segera berkeinginan
memperdalam ilmu dan pengetahuan agama yang haq, yaitu agama Islam.
Setelah
belajar ilmu agamanya dirasa cukup, para tetua tersebut berkeinginan pulang ke
daerahnya untuk mengamalkan ilmu yang sudah didapatkanya di Banten. Namun
malang tak dapat ditolak, di tengah perjalanan pulang ke Way Kanan, rakit yang
mereka tumpangi diterjang oleh ombak dan badai di tengah lautan sehingga mereka
kehilangan arah, dan pada akhirnya rakit mereka terdampar di muara Way
Sekampung.
Peristiwa
musibah tersebut didengar oleh pemuka-pemuka agama di Banten bahwa rombongan
para tetua terdampar di sana, maka oleh Sultan Banten mereka disuruh bersabar
dan sekaligus direstui untuk bermukim di sana (diperkirakan di sekitar Labuhan
Ratu sekarang). Namun mereka tidak betah tinggal di sana karena keamanan mereka
sering terganggu oleh perompak laut (bajau),
akhirnya memutuskan untuk pindah ke daerah Sirkulo (seputaran Negara Saka
sekarang).
Di
Sirkulo, mereka bergabung dengan masyarakat pribumi, yaitu orang-orang
Melinting. Akan tetapi kehadiran para tetua tersebut, kurang diterima oleh
penduduk Melinting. Sehingga, mereka berinisitaif mengadakan pertemuan dengan
para tetua Melinting untuk mengadakan suatu perundingan sayembara mengadu
kerbau. Dalam sayembara tersebut diikat dengan perjanjian bila mana kerbau para
tetua Way Kanan kalah maka mereka harus pindah atau kembali ke kampung asal
mereka, akan tetapi kalau kerbau mereka yang menang maka para tetua Melinting
harus siap angkat kaki dan pindah dari desa tersebut. Akhirnya, perundingan
tersebut membuahkan kata sepakat di antara kedua belah pihak, dan menjadi
keputusan yang sah.
Kemudian
masing-masing tetua dari Way Kanan maupun Melinting sama-sama mempersiapkan
kerbau yang akan disayembarakan tersebut. Dari pihak Melinting telah menyiapkan
kerbau yang gagah dan besar serta tanduknya yang panjang, sedangkan dari pihak
Way Kanan telah menyiapkan anak kerbau yang berumur dua bulan dan dipisahkan
dari induknya selama dua hari. Oleh mereka, kepala anak kerbau tersebut
dipasangi taji dari duri-duri serut.
Begitu
perlombaan dimulai, anak kerbau dilepas. Anak kerbau tersebut langsung
menyeruduk di bawah perut kerbau tetua Melinting mau menyusu disangka induknya,
maka melompat dan berlarilah kerbau orang Melinting karena perutnya tertusuk
taji sehingga melangkahi garis. Seketika itulah gong besar berbunyi dan menyatakan
bahwa orang Melinting yang kalah, dan para tetua Way Kanan dinyatakan menang.
Pada
acara pesta (begawi) datanglah
serangan mendadak yang tidak diduga-duga, sehingga terjadi pertarungan yang
hebat. Seketika itu juga turun hujan lebat secara mendadak yang mengakibatkan
tanggul Maung jebol dan terjadilah banjir bandang
(besar) sehingga pertarungan menjadi terhenti. Peristiwa ini acap disebut
peleboran.
Setelah
beberapa tahun kemudian, usai banjir bandang, para tetua Way Kanan terbagi
menjadi 3 kelompok, yaitu: kelompok yang bermukim di Tebung Suluh, Putat, dan
Ketetuk. Mereka membangun desa di tepi Way Batanghari dan letak ketiga kelompok
tersebut tidaklah berjauhan serta hidup dengan damai dan sejahtera.
Pada
suatu malam terjadi peristiwa yang menggemparkan, di mana salah satu warga yang
sedang menjalankan siskamling atau ronda dimakan oleh ikan Pelus. Ikan Pelus
adalah semacam moa yang besar dan
memiliki telinga kecil. Malam kedua, ikan tersebut naik ke darat untuk mencari
mangsa lagi, dan oleh masyarakat seluruh jalan yang akan menuju sungai ditaburi
dengan abu tungku. Akhirya, ikan Pelus tadi ditangkap, dan dagingnya dibagi-bagikan
kepada warga untuk dipanggang. Tanpa disadari, saking besarnya ikan Pelus tersebut ketika dipanggang meneteskan
lemak yang banyak dan terkena bara panggangan oleh salah seorang warga. Pada
saat itulah, terjadi kebakaran yang menyebabkan rumah mereka habis dilalap si
jago merah. Usai kebakaran tersebut, para tetua berkehendak pindak ke udik untuk mendirikan desa lagi (Tiyuh Tuho) di daerah batu bungkuk.
Memasuki
abad 18, pemerintah kolonial Belanda
mulai masuk ke pedalaman Lampung, dan memerintahkan semua desa yang berada di
tepi sungai harus pindah ke darat. Sehingga, tak terkecuali Desa Bungkuk
seperti yang sekarang ini.
Karena ihwalnya dulu berdiri di daerah yang ada batu bungkuk, maka desa tersebut dikenal sebagai Desa Bungkuk. Namun ada sebagian yang mengatakan karena para tetua dulu bermukim di tepi Way Batanghari yang sungainya melengkung maka seolah-olah meliuk (bungkuk). *** (090413)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar