Situs
Kepurbakalaan Pugungraharjo merupakan kompleks megalitik yang secara
administratif termasuk wilayah Desa Pugungraharjo, Kecamatan Sekampung Udik,
Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung. Situs ini terletak pada koordinat
05° 18' 054" LS dan 105° 32' 003" BT, dengan ketinggian 80 m di atas
permukaan laut.
Situs
Pugungraharjo ditemukan oleh transmigran lokal ketika sedang menjalankan
aktivitasnya dalam membuka hutan Pugung untuk dijadikan lahan pertanian. Di
antara pembuka hutan itu antara lain Barno Raharjo, Sardi, Karjo dan Sawal.
Ketika itu, mereka menemukan susunan batu besar, gundukan tanah yang berbentuk
bujur sangkar, dan sebuah patung utuh yang bercirikan zaman klasik khususnya
berlanggam Budhis. Oleh Kepala Desa dan pemuka masyarakat, akhirnya temuan
tersebut dilaporkan ke Lembaga Purbakala Jakarta.
Sejak
diketemukan pada tahun 1957 yang kemudian dilaporkan ke Lembaga Purbakala, maka
selang beberapa tahun kemudian yaitu pada tahun 1968 dilakukanlah penelitian
awal oleh Lembaga yang dipimpin oleh Drs. Buchori. Tahun 1973 Lembaga Purbakala
dan Peninggalan Nasional bekerja sama dengan Pennsylvania Museum University
melakukan pencatatan dan pendokumentasian kepurbakalaan Pugungraharjo yang
hasilnya dituangkan dalam Laporan Penelitian Sumatera. Penelitian berikutnya
pada bulan Oktober 1975 yang dipimpin oleh Drs. Soekatno TW berhasil membuat
peta lokasi dan mengidentifikasi beberapa temuan permukaan. Pada bulan Maret
1977 sebuah kegiatan penelitian yang adipimpin oleh Drs. Haris Sukendar
menemukan beberapa batu berlubang dan bergores yang sebarannya makin melebar.
Pada bulan April 1980 kegiatan penelitian ditindaklanjuti dengan ekskavakasi
pada situs batu mayat yang akhirnya dapat disimpulkan bahwa kompleks megalitik
Pugungraharjo memiliki luas ± 25 Ha.
Sebenarnya
pengungkapan tradisi megalitik di Sumatera telah banyak dilakukan para pakar
jauh sebelum Indonesia merdeka, antara lain Tombringk, Steinmetz, Ullman,
Schnitger, Van der Hoop dan Funke. Namun nama Pugungraharjo yang ditemukan oleh
para transmigran ini tidak satupun di antara mereka yang mengenalnya.
Selain
penelitian intensif yang dilakukan oleh berbagai instansi maupun perorangan,
Situs Megalitik Pugungraharjo telah mengalami pemugaran sejak tahun 1977/1978
sampai dengan 1983/1984 yang dilaksanakan pemugarannya oleh Direktorat Jenderal
Perlindungan dan Pembinaan Sejarah dan Purbakala melalui Proyek Pembinaan dan
Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Lampung.
Hasil Penemuan Arkeologis
Berdasarkan
hasil penelitian arkeologi diketahui bahwa Situs Purbakala Pugungraharjo sangat
unik dan menarik, mengingat kandungannya cukup variatif baik ditinjau dari sisi
kronologi, artefak maupun fiturnya. Tinggalan di situs ini secara kronologi
begitu lengkap mualai dari zaman prasejarah, klasik hingga zaman Islam,
demikian pula artefaknya sangat beragam seperti keramik asing dari berbagai
dinasti, keramik lokal, manik-manik dalam berbagai bentuk, ukuran, dan warna,
dolmen, menhir, pisau, mata tombak, batu berlubang, batu asahan, batu pipisan,
kapak batu, batu trap punden, gelang perunggu, batu bergores dan sebagainya.
Adapun fiturnya berupa benteng-benteng parit yang memanjang di dalamnya,
sejumlah punden baik besar maupun kecil dan di sebelah selatannya bentangan sungai
sebagai “dindingnya”.
Beberapa
peninggalan purbakala yang masih terlihat di situs ini hingga kini, antara
lain:
Benteng Pugungraharjo
Benteng
Pugungraharjo merupakan tanggul yang berasal dari gundukan tanah yang berbentuk
persegi panjang yang berada di sebelah barat dan timur. Panjang benteng sebelah barat 300 m,
sedangkan sebelah timur 1.200 m dengan ketinggian gundukan tanahnya antara 2 –
3,5 m, dengan sebuah parit yang cukup dalam berukuran 3 – 5 m.
Dengan
dua tanggul tersebut, benteng terbagi dari dua bagian dengan memperlihatkan
bentuk benteng tidak menyudut tetapi melingkar. Pada beberapa bagian terdapat
jalan yang menghubungkan bagian luar dan dalam benteng serta di beberapa tempat
ada beberapa pintu gerbang jalan masuk ke dalam benteng.
Adapun
fungsi benteng diperkirakan sebagai tempat perlindungan untuk mempertahankan
serangan, baik dari binatang buas maupun dari serangan suku lainnya.
Punden Berundak
Punden
berundak di situs ini diketemukan di dalam benteng maupun di luar benteng,
dengan ukuran yang variatif. Ada yang besar, ada yang kecil, dan ada yang
berundak satu, dua maupun tiga. Punden berundak ini termasuk hasil karya
manusia pendukung tradisi megalitik yang dapat dikelompokkan ke dalam megaltik
tua. Bangunan punden berundak ini tersebar di Indonesia bersama-sama dengan
batu datar, dolmen dan menhir. Peninggalan-peninggalan tersebut di atas oleh
Von Heine Geldern diperkirakan muncul bersama-sama persebaran beliung persegi
pada masa neolitik. Ini berarti masa pendukung megalitik sekitar 2.500 tahun
Sebelum Masehi, maka sudah barang tentu punden berundak di situs ini muncul
pada masa-masa kemudian.
Punden
berundak yang ada di situs ini menyerupai bentuk piramida, mengingatkan kepada
bentuk-bentuk bangunan pemujaan di Sumeria (Laut Tengah) yang oleh penduduk
setempat disebut Ziggurat,
melambangkan gunung suci. Kepercayaan semacam ini tampaknya dipegang oleh
pendukung tradisi megalitik di Pugungraharjo, di mana punden berundak yang
menyerupai gunung tersebut juga dianggap merupakan tempat suci, dan dianggap
tempat bersemayam arwah nenek moyang. Munculnya punden-punden berundak yang
berbentuk piramida ini dikarenakan dengan lahan Pugungraharjo yang datar tanpa
bukit maupung gunung, maka dibuatlah bangunan-bangunan punden yang menyerupai
gunung untuk memperoleh tempat yang lebih suci untuk tempat pemujaan. Bahkan
ada sebagian para ahli yang mengatakan bahwa cikal bakal Candi Borobudur adalah
diilhami oleh bentuk punden berundak.
Di Situs Taman Purbakala Pugungraharjo terdapat 13 buah punden berundak yang berada dalam satu kawasan. Ini jarang ditemui di wilayah lain. Namun dari ke-13 buah punden berundak tersebut, kini hanya tinggal 7 buah saja yang masih bisa disaksikan.
Batu berlubang
Batu
berlunbang ini terdapat di bagian timur situs yaitu dekat mata air. Batu
berlubang ini terbuat dari bahan batuan kali yang berwarna hitam abu-abu. Pada
bagian permukaan yang datar terdapat empat buah lubang yang sangat licin
menunjukkan bekas dipakai. Adapun jumlah keseluruhan batu berlubang 19 buah .
Batu
berlubang ini kemungkinan fungsi utamanya adalah untuk memenuhi kebutuhan
praktis yaitu untuk melumatkan sesuatu yang perlu dihaluskan, di samping itu,
juga ada hubungannya dengan upacara kematian.
Penamaan
batu berlubang di sini adalah untuk membedakan dengan jenis lumping batu dan
batu dakon. Lumpang batu biasanya memiliki garis tengah luar dan dalam yang
lebih besar dan pada tepinya terdapat tonjolan yang berfungsi sebagai penahan
biji-bijian yang ditumbuk serta kadang juga ada permukaan yang datar dan lengkung.
Sedangkan batu dakon khusus menyebut batu berlubang yang dibentuk seperti
mainan dakon.
Batu bergores
Batu
bergores seluruhnya terletak di tepi sungai kecil yang terletak di bagian
selatan situs berjumlah empat buah.
Batu
bergores di situs ini adalah salah satu ciri menarik dari sekian temuan di
situs ini. Batu seperti ini juga ditemukan di Situs Sumberjaya. Batu bergores
di Situs Taman Purbakala Pugungraharjo memperlihatkan adanya kesejajaran dengan
batu bergores di Kampung Cideresi, Pandeglang khususnya batu bergores dengan
bentuk huruf T. Yang menarik pula untuk disimak dari keberadaan batu bergores
ini adalah letaknya yang tidak jauh dari batu mayat. Ini menjadi satu
pertanyaan apakah ada konteks kedua temuan tersebut dalam kegiatan ritual khususnya
dengan lambang kesuburan.
Kompleks Batu Mayat (Batu Kandang)
Kompleks
batu mayat berupa susunan batu tegak dan batu datar yang berdenah persegi
panjang, dengan bentuk seperti kandang.
Oleh penduduk setempat, batu yang seperti kandang
ini disebut batu mayat. Pemberian nama batu mayat ini tampaknya didasarkan pada
temuan menhir (batu tegak) yang berbentuk kemaluan laki-laki (phallus) yang pada waktu diketemukan
dalam posisi roboh dan menyerupai mayat.
Batu
ini berbentuk bulat panjang dan pada kedua ujungnya dipahatkan phallus dengan ukuran panjang 205 cm,
garis tengah 40 cm, dan ukuran ruang segi empat 9 x 8 m, diperkirakan bahwa
obyek peribadatan terpusat pada batu yang berbentuk menhir ini.
Dengan penggambaran phallus ini diharapkan agar batu berbentuk menhir ii mengandung kekuatan gaib yang lebih besar dan tegar dalam menolak bahaya yang mengancam. Tidak jauh dari letak menhir, di sebelah selatannya terdapat batu bertuliskan huruf T, yang melambangkan kesuburan (wanita), dan di sebelah barat menhir terdapat batu datar atau meja batu. Sedangkan batu pendukung di sekelilingnya terdapat juga menhir-menhir kecil.
Fungsi
dari kompleks batu mayat ini diprediksi sebagai tempat upacara pemujaan yang
berkaitan dengan pemujaan dan lambang kesuburan.
Kolam Megalitik
Sebagaimana
diketahui, kehidupan manusia tidak terlepas dengan air. Begitu pula nenek
moyang kita dalam mempertahankan hidup dan beraktivitas tidak bisa jauh dari
air. Di kolam megalitik inilah, nenek moyang kita beraktivitas untuk mengambil
air dalam memenuhi kebutuhan hidup dan mengambil air suci untuk keperluan
ritual.
Kolam ini dinamakan kolam megalitik, karena di dalam kolam ini banyak ditemukan peninggalan megaltik, seperti batu berlubang, dan batu bergores. Di tempat ini, diperkirakan nenek moyang kita meramu, mengasah senjata, dan lain-lain.
Ada
sebuah legenda bahwa di kolam ini, para putri Ratu Pugung melakukan mandi,
mencuci, dan meramu untuk membuat awet muda, serta mengambil air untuk upacara
ritual. Hingga kini, kolam megalitik dimitoskan memiliki air bertuah. Airnya
dipercayai bisa menjadikan awet muda dan dapat menyembuhkan segala macam
penyakit.
Selain
itu, di Situs Taman Purbakala Pugungraharjo masih banyak ditemukan artefak,
seperti manik-manik, arca, keramik, dan lain-lain. Artefak-artefak tersebut
disimpan di Rumah Informasi Taman Purbakala Pugungraharjo, yang lokasinya tidak
begitu jauh dengan lokasi penemuan artefak tersebut. *** (310313)
Sumber:
- Saronto, Selayang Pandang Situs Taman Purbakala Pugungraharjo Desa Pugungraharjo, Kecamatan Sekampung Udik, Kabupaten Lampung Timur, 2010 (dalam bentuk makalah).
- Brosur Taman Purbakala Pugungraharjo, Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Wilayah Provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Lampung 1999.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar