Museum
Daerah Nusa Tenggara Timur terletak di Jalan Frans Seda, Oebobo, Kupang, Nusa
Tenggara Timur. Dulu, jalan ini dikenal dengan Jalan El Tari II karena jalan
ini memang merupakan jalan utama menuju Bandara El Tari, Kupang.
Museum
ini didirikan pada tahun 1977, dan melalui Surat Keputusan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan tertanggal 9 Januari 1991 ditetapkan sebagai Museum Negeri dan
menjadi UPT. Seiring perjalanan waktu dengan hadirnya otonomi daerah maka
status Museum Negeri berubah menjadi Museum Daerah Nusa Tenggara Timur.
Sehingga pengelolaan museum saat ini dipegang Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara
Timur, dan olehbernaung di bawah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Nusa Tenggara
Timur.
Museum
yang memiliki halaman luas dan bangunan mukanya mengadopsi dari arsitektur
rumah ada di daerah Nusa Tenggara Timur ini, memiliki 6.197 koleksi yang
dikelompokkan menjadi koleksi geologika/geografika (13 buah), biologika (76
buah), ethnografika (3.973 buah), arkeologika (204 buah), historika (256 buah),
numismatika/heraldika (818 buah), filologika (26 buah), keramologika (602
buah), seni rupa (143 buah), dan teknologika (86 buah). Sebagian besar dari
koleksi tersebut berasal dari kelompok etnis yang kabupaten dan kota di wilayah
Nusa Tenggara Timur.
Selain
memiliki ruang pameran tetap yang bisa disaksikan dari hari Senin hingga Jumat,
museum ini juga mengenal pameran yang bersifat temporer seperti:
Temporary Exhibition: Pre-history
Tengkorak
dan rangka manusia kerdil, Homo Floresiensis
ditemukan pada penggalian di Situs Liang Bua , Manggarai (2003). Pada masa
mesolithikum, manusia mulai menempati gua, memiliki budaya alat serpih batu
serta pemanfaatan sisa-sisa hewan sebagai alat tulang.
Perbandingan
tinggi tubuh Homo Floresiensis, Homo Erectus, dan Homo Sapiens: Homo
Floresiensis sekitar 1 m (3 feet
3 inchi), Homo Erectus 1,3 m – 1,5 m (4 feet
3 inchi – 4 feet 11 inchi), dan Homo Sapiens 1,6 m – 1,85 m (5 feet 2 inchi – 6 feet 1 inchi)
Temporary Exhibition: Historycal Theme
Pada
masa klasik (Hindu-Buddha), daerah Nusa Tenggara Timur menjadi salah satu
daerah yang berada di bawah kekuasaan kerajaan Hindu Jawa di Kediri sejak 1225
M, berdasarkan dokumen China yang ditulis oleh Chau Ju Kua.
Hubungan
dagang telah terjadi dengan bangsa China, Arab, dan Eropa. Komoditi utama yang
diperdagangkan adalah kayu cendana (santalum
album linn), madu, lilin, kuda, dan manusia (budak). Bangsa Eropa pertama
yang tiba di Nusa Tenggara Timur untuk menguasai adalah Portugis pada 1566
dengan berdirinya Benteng Lohayong di Solor, Flores Timur.
Temporary Exhibition: The Golden Age of Honey through Museum Eye
Dalam
sastra lisan Timor, binatang hutan yang melambangkan kemakmuran adalah lebah
dan rusa, seperti ungkapan “Hau Pup Molo
Bi Kau Niki – Fatu Up Molo Bi Kauniki” (puncak batu kekuningan, puncak
pohon kekuningan), mengibaratkan hasil utama di tempat ini pada batu-batu,
pohon-pohon, bahkan turun ke tanah juga (saat musim baik, lebah turun bersarang
di batang-batang rumput di tanah), atau “Muah
bi tunam hom lek, muah ham bi afut-hom lek-nane ut ma leot bi Tais Atoni bi Nua
Atoni” (makan di atas (kena sarang madu), engkau punya suka, makan di
bawah/di atas tanah (rusa/babi hutan, berkebun dan lain-lain, engkau punya
suka).
Masa kejayaan madu di Pulau Timor diperkirakan telah terjadi pada abad ke 1 M, semenjak adanya hubungan dagang dengan China berdasarkan tulisan China. Di Loli - Molo Selatan, panen madu berlangsung 3 kali: masa panen Mei-Juli berkembang bunga kayu putih, masa panen Agustus-Oktober berkembang bunga kusambi, dan masa panen Desember berkembang beberapa jenis bunga. Pada bulan ini yang dipanen adalah madu putih (berkhasiat sangat tinggi). *** [020713]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar