Museum
La Galigo terletak di Jl. Ujung Pandang No. 1 Makassar, atau tepatnya berada di
dalam Kompleks Benteng Ujung Pandang atau dikenal dengan sebutan Fort
Rotterdam. Museum ini tidak jauh dari Pantai Losari yang begitu terkenal bagi
pelancong.
Menurut
informasi yang diperoleh dari pihak museum, keberadaan sebuah museum di
Sulawesi Selatan berawal pada tahun 1938 dengan didirikannya “Celebes Museum” oleh pemerintah Nederlandsch-Indie (Hindia Belanda) di
Kota Makassar sebagai ibukota Gouvernement
Celebes en Onderhorigheden (Pemerintah Sulawesi dan Taklukannya). Museum
pada waktu itu menempati bangunan dalam kompleks Benteng Ujung Pandang (Fort
Rotterdam) yakni bekas kediaman Gubernur Belanda Admiral C.J. Speelman (gedung
D), koleksi yang dipamerkan antara lain keramik, piring emas, destar
tradisional Sulawesi Selatan dan beberapa mata uang. Menjelang kedatangan
Jepang di Kota Makassar, Celebes Museum
telah menempati 3 gedung (gedung D, I dan M) koleksi yang dipamerkan bertambah
antara lain: peralatan permainan rakyat, peralatan rumah tangga seperti
peralatan dapur tradisional, peralatan kesenian seperti kecapi, ganrang bulo, puik-puik, dan sebagainya.
Pada masa pendudukan Jepang, Celebes Museum terhenti sampai pembubaran Negara Indonesia Timur (NIT) dan selanjutnya pada tahun 1966 oleh kalangan budayawan merintis kembali pendirian museum dan dinyatakan berdiri secara resmi pada tanggal 1 Mei 1970 berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan No.182/V/1970 dengan nama “Museum La Galigo”. Pada tanggal 24 Februari 1974 Direktur Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Prof. I.B. Mantra meresmikan Gedung Pameran Tetap Museum, kemudian pada tanggal 28 Mei 1979 dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No.093/0/1979 museum in resmi menjadi “Museum La Galigo Provinsi Sulawesi Selatan”, dan merupakan Unit Pelaksana Teknis di bidang kebudayaan, khususnya bidang Permuseuman. Selanjutnya di era Otonomi Daerah, Museum La Galigo berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan No. 166 Tahun 2001 tertanggal 28 Juni 2001 berubah nama menjadi UPTD (Unit Pelaksana Teknis Dinas) Museum La Galigo Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Selatan. Selanjutnya pada tahun 2009 Organisasi Tata Kerja UPTD Museum La Galigo Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Selatan diatur berdasarkan Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan No. 40 Tahun 2009 tanggal 18 Februari 2009 sampai sekarang.
Pemberian Nama La Galigo
Penamaan
“La Galigo” terhadap Museum Provinsi Sulawesi Selatan atas saran para
cendekiawan dan budayawan dengan pertimbangan bahwa La Galigo atau I La Galigo
adalah sebuah karya sastra klasik dunia yang besar dan terkenal, serta bernilai
kenyataan cultural dalam bentuk naskah tertulis berbahasa Bugis yang disebut Sure’ Galigo. Sure’ ini mengandung nilai-nilai luhur, pedoman ideal bagi tata
kelakuan dan dalam kehidupan nyata yang dipandang luhur dan suci, merupakan
tuntunan hidup dalam masyarakat Sulawesi Selatan pada masa dahulu seperti dalam
sistem religi, ajaran kosmos, adat istiadat, bentuk dan tatanan persekutuan
hidup kemasyarakatan/pemerintahan tradisional, pertumbuhan kerajaan, sistem ekonomi/perdagangan,
keadaan geografis/wilayah, dan peristiwa penting yang pernah terjadi dalam
kehidupan mausia. Pada masa dahulu naskah atau sure’ yang dipandang suci ini disakralkan dan hanya dibaca pada
waktu-waktu tertentu sambil dilagukan.
Pertimbangan
lain penamaan Museum La Galigo adalah nama La Galigo sangat populer di kalangan
masyarakat Sulawesi Selatan, La Galigo seorang tokoh legendaris, putera Sawerigading
Opuma Ware dari perkawinannya dengan We Cudai Daeng Ri Sompa, setelah dewasa La
Galigo dinobatkan menjadi Payung Lolo (Raja Muda) di Kerajaan Luwu sebagai
kerajaan tertua di Sulawesi Selatan.
Ruang Pameran Tetap
Seperti
layaknya museum yang ada di Indonesia, Museum La Galigo memiliki sejumlah
ruangan untuk memamerkan koleksi yang dipunyainya. Semua koleksi tersebut
dipamerkan di Gedung D dan M, yang merupakan bagian dari bangunan Fort Rotterdam:
Gedung D
Gedung
D berada di sebelah kiri ketika pengunjung memasuki pintu utama Fort Rotterdam.
Gedung D ini merupakan ruang pameran yang bertemakan “Simbol Kekuasaan dan
Kekuatan”.
Ruang
pameran di Gedung D ini terdiri atas 2 lantai, di mana lantai 1 menyajikan
koleksi yang difokuskan pada tinggalan budaya yang terkait dengan jejak
kerajaan-kerajaan yang pernah memiliki kekuasaan dan kekuatan di wilayah
Sulawesi Selatan, seperti Kerajaan Luwu dengan sederetan silsilah kerajaan dan
lukisan Andi Jemma. Sedangkan Kerajaan Gowa disajikan koleksi silsilah Kerajaan
Gowa, Payung La’lang Spue dan lukisan Sultan Hasanuddin, dan Kerajaan Bone
disajikan koleksi silsilah Kerajaan
Bone, Payung Teddung, Pulawengnge dan lukisan Arung Palakka. Selain itu,
disajikan pula foto-foto Kepala Daerah yang pernah memimpin Sulawesi Selatan. Sedangkan
untuk lantai 2 diperuntukkan ruangan pameran temporer Museum La Galigo.
Gedung M
Gedung
M berada di sebelah kana ketika pengunjung memasuki pintu utama Fort Rotterdam.
Gedung M ini terdiri atas 6 ruangan, yaitu:
Ruang Lobby
Ruangan
ini merupakan ruangan ticketing dan informasi awal tentang Museum La Galigo
berupa tulisan dan audio visual.
Ruang Pameran Tema “Kebudayaan dan Lintas
Peradaban”
Ruangan
ini menyajikan informasi kepurbakalaan di Sulawesi Selatan, yaitu manusia
pertama dan budayanya sekitar 1,5 juta tahun yang lalu atau masa prasejarah
(zaman Paleolithik, Mesolithik, Neolithik, Megalithik, dan zaman Perundagian).
Ruang Pameran Tema “Pola Perkampungan dan
Adat Istiadat Masyarakat Sulawesi Selatan”
Ruangan
ini menyajikan informasi geografi dan
tinggalan budaya berupa kebendaan dan
foto-foto yang menggambarkan pola
perkampungan, mata pencaharian, upacara daur hidup, dan adat istiadat tiga
etnis di Sulawesi Selatan (etnis Bugis, Makassar dan Toraja) serta alat musik tradisional.
Ruang Pameran Tema “Budaya
Pedalaman/Agraris di Sulawesi Selatan”
Ruangan
ini menyajikan informasi di daerah pedalaman Sulawesi Selatan khususnya budaya
agraris berupa pengolahan sawah dan peralatannya, perkebunan, pengolahan industri
rumah tangga dan peralatannya serta informasi tata cara adat sebelum dan
sesudah panen serta foto-foto kegiatan masyarakat dan alam pedalaman ag
Aris
Sulawesi Selatan.
Ruang Pameran Tema “Pesisir/Bahari di
Sulawesi Selatan”
Ruangan
ini memberikan informasi budaya pesisir
yang didominasi kegiatan kebaharian masyarakatnya dan peralatan yang menunjang,
yaitu berupa perahu lepa-lepa, pinisi,
lambo dan peralatan menangkap ikan (bagang,jala dank ail). Selain itu,
disajikan pula bahan dan peralatan pada pembuatan perahu yang berasal dari
Bira, Kabupaten Bulukumba yang merupakan pusat pembuatan perahu di Sulawesi
Selatan.
Ruang Pameran Tema “Pola Pertumbuhan dan
Perkembangan Kota”
Ruangan
ini menginformasikan sejauh awal perkembangan dan keadaan masa kini 3 kota di
Sulawesi Selatan, meliputi Kota Makassar, Kota Pare-pare, dan Kota Palopo.
Kota-kota tersebut ditampilkan untuk mewakili kota-kota lainnya di Sulawesi
Selatan. Selain itu diinformasikan pula etnis-etnis pendatang di Sulawesi
Selatan.
Pada ruangan ini pula ditampilkan permainan tradisional (dende-dende dan manggalaceng) yang dapat langsung dilakukan oleh pengunjung, mengingat saat ini permainan jenis tersebut sudah jarang ditemui di masyarakat. *** [230613]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar