Masjid
Al-Mubarok terletak di Jalan Masjid Al-Mubarok No.3 Desa Kacangan, Kecamatan
Berbek, Kabupaten Nganjuk, Provinsi Jawa Timur atau tepatnya berada di samping
Kantor Urusan Agama Berbek atau depan Kantor Pegadaian Berbek. Lokasi masjid
ini kurang lebih 9 kilometer dari Kota Ngajuk ke arah selatan.
Konon,
masjid ini merupakan masjid tertua yang berada di wilayah Kabupaten Nganjuk,
didirikan pada tahun 1745 M semasa pemerintahan Raden Tumenggung Sosro Kusumo
atau yang lebih dikenal dengan Kanjeng Jimat. Raden Sosro Kusumo adalah bupati
pertama di Kabupaten Ngajuk, yang makamnya berada di lingkungan masjid
tersebut.
Tahun pendirian masjid tersebut dirunut dari condro sengkolo yang tertulis pada kiri dan kanan mihrab masjid yang berbunyi “Adege Mesjid ing Toya Mirah” dengan sinengkalan Toto Caturing Pandito Hamadangi (1745 H). Pada saat didirikan pertama kali, atap masjid masih menggunakan ijuk dan lantainya berupa katel (dibuat dari campuran tanah liat dan kapur) serta konstruksi bangunannya memakai kayu jati tanpa menggunakan paku.
Pada
tahun 1950 oleh K.H. Dahlan, Penghulu Kabupaten Nganjuk, tembok yang dulunya belum diplester, mulai
diperbaik dan diplester. Lantainya pun juga ditegel, dan atapnya diganti dengan
genteng.
Di
dalan buku Nganjuk dan Sejarahnya
(1994) disebutkan bahwa pada tahun 1985, oleh LB Moerdani ini dipugar dan
dilakukan penambahan bangunan. Pemugaran meliputi ruang induk, dan kedua
serambi. Sedangkan, di depan masjid dibangun menara untuk adzan setinggi 10 m,
tempat wudhu, dan pagar depan sepanjang 35 m. Pemugaran dan penambahan bangunan
ini selesai pada tanggal 5 Februari 1986, dan pada tanggal 7 Februari 986
diresmikan penggunaannya oleh LB Moerdani didampingi Menteri Agama H. Munawir
Saazdjali dan Menteri Penerangan H.
Harmoko.
Dan
sekarang, pada saat saya mengunjungi masjid ini sedang dilakukan pemugaran
juga. Serambi masjid di bagian depan dijadikan bangunan dua lantai.
Meskipun
Masjid Al-Mubarok dilakukan pemugaran akan tetapi tidak untuk mengganti bagian-bagian
yang penting (bagian interior masjid masih asli). Pemugaran itu hanya terjadi
pada eksterior masjid, seperti serambi, gapura, dan tempat wudhu.
Selain
kekunaan usia, masjid ini masih memiliki sejumlah daya tarik dalam mengagumi
keberadaan masjid ini. Di antaranya arsitektur bangunan menyerupai pura,
ornamen ukiran yang tidak didominasi oleh kaligrafi tulisan Arab, melainkan
gambar naga dan ciri khas ukiran pura lainnya. Pengunjung juga bisa menyaksikan
penopang kayu usuk (reng) empat persegi panjang, yang
merupakan ukiran tembok khas bangunan Hindu.
Dilihat
dari bentuk bangunan tersebut, terlihat bahwa bangunan masjid tersebut
menggunakan model Tajug Lawakan Lambang
Teplok di mana tiang utamanya menopang langsung atap (brunjungan). Sedangkan, bangunan serambi menggunakan atap limasan
yang disebut Limasan Trajumas.
Masjid
ini memiliki luas tanah sebesar 2.835 m², dan merupakan tanah wakaf dari Raden
Tumenggung Sosro Kusumo. Berdasarkan cerita masyarakat setempat, dulu di tanah
masih ini terdapat yoni dengan patung wanita, yang diperkirakan adalah Dewi
Durga. Namun, patung itu kini sudah tak ada lagi. Hanya tinggal yoninya yang
masih berada di halaman masjid ini.
Keberadaan
yoni dan patung tersebut, mengindikasikan bahwa dulunya di lokasi ini merupakan
bangunan peribadatan penganut Hindu. Namun, dengan masuknya Islam di Nganjuk,
lambat laun tempat peribadatan tersebut dirubah menjadi bangunan masjid, *** [150913]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar