Pantai
Ngrenehan terletak di Desa Kanigoro, Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunung
Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, atau sekitar 30 kilometer sebelah
selatan Kota Wonosari. Di pantai ini, pengunjung akan menemukan sebuah pantai
kecil dengan ombak yang tenang. Dua tebing karst menjulang mengapit pesona
pantai. Perahu-perahu nelayan tampak berderet ditemani aroma asin dan amis yang
menyeruak.
Selain
eksotisme pantai dengan latar belakang Samudera Indonesia, di kawasan pantai
ini terdapat lokasi yang disinyalir menjadi salah satu saksi bisu Kerajaan
Demak dan Majapahit.
Nama
Ngrenehan berasal dari kata “pangrena”
yang berarti ajakan. Kala itu, Raden Patah sebagai Raja Demak bersama para petinggi-petinggi
Demak sedang mencari ayahnya, Brawijaya V, Raja Majapahit yang memerintah pada
1468-1478 Masehi. Sesampainya di tempat ini, ia tidak menemukan sang ayah yang
melarikan diri dengan kedua isterinya, Dewi Lowati dan Bondang Surati, karena
enggan memeluk agama Islam. Akhirnya, Sultan Demak tersebut mengajak
petinggi-petinggi Kesultanan Demak untuk bermusyawarah tentang bagaimana cara
menemukan orang tuanya. Peristiwa inilaha yang diistilahkan pangrena (ajakan). Kata pangrena berasal dari kata reneh yang berarti sini. Lama kelamaan,
kata pangrena berubah menjadi ngrenehan (kemarilah ke sini).
Pantai
Ngrenehan tidak terlalu luas. Ombaknya yang tenang dan pasir putihnya menjadi
daya tarik tersendiri. Dari atas tebing, pengunjung bisa menikmati keindahan
pantai dan terbebas dari bau amis pantai.
Dari
Pantai Ngrenehan, pengunjung bisa melanjutkan perjalanan ke Pantai Ngobaran
yang terletak di sisi baratnya. Nama Ngobaran berasal dari sebuah mitos yang
berkembang di masyarakat, artinya api yang berkobar.
Prabu
Brawijaya V diyakini masyarakat telah mengalami moksa di tempat ini. Dia
(berpura-pura) membakar diri karena tidak mau berperang dengan anaknya sendiri.
Berdasarkan
cerita yang berkembang di sana, keberadaan ajaran kejawen bermula ketika Prabu Brawijaya V bersama salah seorang putranya
yang bernama Bondan Kejawan meninggalkan Kerajaan Majapahit, berjalan ke arah
barat dan singgah di Pantai Ngobaran. Semasa singgah di sini, terjadi interaksi
antara masyarakat dengan Pangeran Bondan Kejawan. Kemudian, tutur kata dan
perbuatan sang pangeran, Bondan Kejawan dikenang oleh masyarakat setempat, dan
sampai sekarang dikenal sebagai aliran kepercayaan “kejawen”. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar