Salah
satu peninggalan sejarah yang cukup menarik di Gorontalo adalah benteng Oranye
(Fort Orange). Benteng ini
terletak di Bukit Arang yang masuk wilayah administratif Lingkungan I, Desa
Dambalo, Kecamatan Kwandang, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo. Lokasi
ini berada sekitar 61 kilometer dari Kota Gorontalo, atau 2 kilometer dari
pusat Kota Kwandang, ibukota Kabupaten Gorontalo.
Menurut
sejarahnya, yang pertama kali datang mendiami pesisir pantai Kwandang, yaitu
suku Buol, kemudian suku Gorontalo yang berasal dari Kerajaan Limboto.
Masusknya suku Gorontalo dari Limboto ini, didorong oleh kekhawatiran mereka
bahwa Tomilito (Kwandang) akan dikuasai oleh Kerajaan Buol. Pada saat itu,
perairan pantai Kwandang berkecamuk perang melawan Mangindano, komplotan bajak
laut yang berasal dari Philipina (Mindanawo).
Pada
pertengahan abad 15-16, datang bangsa Barat ke Indonesia, terus menuju ke Timur
yaitu bangsa Portugis yang menduduki Ternate, Maluku, lalu Sulawesi khususnya
Gorontalo melalui Kwandang.
Didorong
oleh keinginan untuk menguasai daerah Gorontalo dan mempertahankan dari
serangan musuh (bajak laut) dari Philipina terutama di pesisir utara Kwandang
maka timbullah usaha untuk membangun benteng pertahanan di pesisir pantai utara
Kwandang. Benteng ini dibangun oleh bangsa Portugis pada 1630 Masehi.
Cara
Portugis membangun benteng ini, menggunakan tenaga rakyat banyak secara
gotong-royong. Untuk mengangkat batu, mereka berdiri berjejer dan menggulirkan
batu-batu itu dari tangan ke tangan, sampai ke tempat tumpukan batu, tempat
pembuatan benteng.
Bahan-bahan
yang digunakan untuk membangun benteng ini, yaitu batu karang, batu gunung,
pasir dan kapur, serta dengan bahan perekatnya ialah getah pelepah daun rumbia,
sebab pada waktu itu belum ada semen. Akan tetapi, benteng ini cukup kuat.
Kedatangan bangsa Belanda di Gorontalo sekitar awal abad 17 menyebabkan bangsa Portugis mulai terdesak karena persaingan dagang dan perebutan kekuasaan di salah satu daerah sumber penghasil rempah-rempah, sehingga terpaksa Portugis meninggalkan Gorontalo.
Pada
abad 18, benteng ini diperbaiki oleh bangsa Belanda, dengan menambah bangunan
kecil di atas bukit sebagai tempat memantau dan pusat penembakan, dengan
menempatkan sebuah meriam.
Penambahan
bangunan benteng serta perubahan konstruksi bangunan benteng, mulai memakai
semen. Semula, orang Gorontalo menamai benteng ini dengan sebutan benteng (ota) Lalunga. Namun, ketika Snouck
Orange memerintah benteng ini maka namanya diganti dengan nama Fort Orange (Benteng Oranye).
Secara konstruksi, bangunan benteng ini terdiri atas dinding benteng, bastion I, bastion II, dan bastion III. Dinding benteng yang berbentuk segi empat memiliki ukuran panjang 40 meter, lebar 32,5 meter, dan tinggi sekitar 3 - 4 meter serta ketebalan 50-60 cm. Bastion I yang berada di sebelah barat laut, memiliki panjang 19 meter, dan lebar 3 – 5 meter. Bastion II berada di timur laut, memiliki bentuk bulat telur (elips) dengan diameter 8 meter, tinggi berkisar antara 4 hingga 5 meter, dengan ketebalan dinding antara 60-90 cm. Sedangkan, bastion III kini tinggal bekasnya saja. Diperkirakan bentuknya juga bulat telur dengan diameter 11 meter, sedangkan tingginya sama dengan benteng lainnya. Bastion III ini dulunya sebagai pos pengintai. Untuk menuju ke benteng, pengunjung harus menaiki tangga sebanyak 178 anak tangga.
Untuk
melestarikan benda-benda peninggalan sejarah ini, Pemerintah berusaha
memperbaiki benteng Oranye dari tahun 1983 hingga 1987 terbagi dalam lima tahap,
yang sebelumnya terlebih dahulu dilakukan studi kelayayakan pada tahun 1979.
Berdasarkan instruksi Inspektorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan RI maka benteng Oranye telah memiliki pos jaga dan juru pelihara.
Kin
benteng Oranye menjadi obyek wisata di Bumi Gorontalo yang menjadi tujuan
kunjungan bagi wisawatan mancanegara maupun wisatawan nusantara. *** [221113]
Kepustakaan:
Farha Daulima, dkk., 2007, Mengenal Situs/Benda Cagar Budaya
Di Provinsi Gorontalo, Limboto: Forum Suara Perempuan LSM Mbu’i Bungale
Navita Kristi,dkk., 2012, Fakta Menakjubkan tentang
Indonesia: Wisata Sejarah, Budaya dan Alam di 33 Provinsi, Jakarta:
Cikal Aksara (Imprint) Agromedia Mustika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar