Masjid
Hunto Sultan Amay merupakan salah satu masjid tua yang berada di Gorontalo.
Sesuai namanya, masjid ini merupakan masjid peninggalan kerajaan Sultan Amay
yang terletak di Jalan A.R. Koniyo, Kelurahan Biawu, Kecamatan Kota Selatan,
Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo. Waktu pendirian masjid ini tertulis di
gapura sebagai pintu masuk ke dalam masjid, yaitu tahun 899 Hijriah atau 1495
Masehi.
Menurut
Farha Daulima dkk., dalam Mengenal
Situs/Benda Cagar Budaya di Provinsi Gorontalo (2007) konon, masjid ini
dibangun sebagai perwujudan rasa cinta Sultan Amay terhadap Puteri Owutango,
anak perempuan Raja Ogomonjolo. Raja Ogomonjolo adalah raja di Kerajaan Palasa yang
beragama Islam yang diperkirakan berada di daerah Moutong, Sulawesi Tengah.
Ketika itu, Raja Amay dan pengikutnya masih menganut kepercayaan animisme di
mana patung, pohon dan hal-hal yang dianggap mistik merupakan sesembahan
masyarakat saat itu.
Demi
mendengar berita kecantikan Puteri Raja Palasa dari hulubalang Kerajaan
Hulonthalangi yang diperintah oleh Raja Amay untuk membuka lahan pertanian ke
daerah tetangga, seperti Tomini dan Palasa, Raja Amay yang masih muda belia,
tampan dan lajang ini hendak ingin mempersunting puteri tersebut.
Pada 1495, berangkatlah rombongan Kerajaan Hulonthalangi lengkap dengan hulubalangnya menuju Palasa. Rombongan ini disambut oleh Raja Ogomonjolo dan rakyat Palasa. Ketika rombongan Raja Amay mengajukan lamaran, Raja Palasa menyerahkan sepenuhnya kepada Puteri Owutango untuk menjawabnya. Puteri Owutango meminta persyaratan utama kepada Raja Amay, yaitu Raja Amay, orangtua dan keluarganya harus menganut agama Islam yang patuh, dan Raja Amay harus menjadikan penduduk Kerajaan Hulonthalangi menjadi penganut agama Islam sepenuhnya, semua semua adat bersumber pada Al-Qur’an. Jika dua hal ini dipenuhi, maka peminangan dan pelaksanaan perkawinan diadakan secara adat Tomini/Palasa.
Raja
Amay menyetujui persyaratan tersebut, dan beliau berusaha sebelum melangsungkan
pernikahan, semua keluarganya sudah masuk Islam. Dan, akhirnya dengan acara
adat Tomini/Palasa berlangsunglah pernikahan Raja Amay dengan Puteri Owutango.
Selesai pernikahan di Kerajaan Palasa, maka diboyonglah Puteri Owutango ke
Kerajaan Hulonthalangi untuk dirayakan juga di Kerajaan Hulonthalangi, dan
Masjid Hunto menjadi hadiah pernikahan Raja Amay kepada isterinya. Hunto kependekan dari Ilohuntungo yang berarti basis atau
pusat perkumpulan agama Islam kala itu.
Syekh
Syarif Abdul Aziz, ahli agama Islam dari Arab Saudi didatangkan langsung oleh
Raja Amay untuk menyebarluaskan agama Islam di Gorontalo. Lalu seterusnya
dilanjutkan oleh Raja Amay dengan dibantu sejumlah pejabat Kerajaan Palasa yang
ikut serta mengembangkan syiar Islam di Gorontalo. Sekitar tahun 1525 – 1550,
Raja Amay dinobatkan sebagai Sultan oleh raja Ternate atas keberhasilannya
menyebarkan agama Islam di daratan Gorontalo. Semenjak itu, semula bernama
Masjid Hunto dilengkapi menjadi Masjid Hunto Sultan Amay.
Pada
awalnya, masjid ini memiliki luas areal seluas 144 m² namun kini luas masjid
tersebut diperkirakan memiliki luas 684 m² dengan luas bangunan 351 m². Ukuran
aslinya itu merupakan wilayah pusatnya dan masih tetap asli sampai sekarang. Dilakukan
renovasi dikarenakan sudah rusak dan dipercantik kembali tanpa menghilangkan
keasliannya. Juga, bagian depan diperlebar guna menampung jamaah lebih banyak
lagi.
Di
samping masjid, terdapat sumur tua yang berdiameter lebih kurang 2 m. Keunikan
sumur tua ini, tidak pernah kering walaupun musim kemarau panjang melanda daerah
ini. Air sumur ini diyakini berkhasiat menyembuhkan segala macam penyakit.
Dinding sumur ini terbuat dari susunan batu dengan putih telut burung maleo.
Di
belakang masjid, terdapat sebuah pohon yang umurnya lebih tua dari umur masjid.
Pohon itu disebut pohon kalumpang,
atau dalam bahasa setempat disebut alumbango.
Pohon ini dulu dipergunakan sebagai tempat bertambatnya tali-tali perahu dari
pedagang-pedagang asing yang berdagang di Kerajaan Hulonthalangi.
Beberapa
peninggalan sejarah yang masih dapat dilihat ialah Al-Qur’an dengan tulisan
tangan, dan mihrab yang berbatasan dengan tempat posisi imam berdiri merupakan
makam Sultan Amay. Sedangkan di bagian belakang masjid merupakan kuburan tua
termasuk para syekh zaman dulu yang turut serta menyebarkan agama Islam di
Gorontalo. *** [171113]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar