Seputaran
alun-alun Madiun memang menyimpan kenangan lama. Di sudut pertemuan antara
Jalan Alun-Alun Utara dan Jalan Pandan, masih berdiri bangunan bioskop Arjuna
atau Arjuna Theater. Gedung pertunjukan gambar idoep tersebut seolah-olah menjadi saksi akan kenangan lama
tersebut.
Sebelum
menjadi Arjuna Theater, dulunya bangunan ini merupakan gedung bioskop Apollo
atau Apollo Theater yang didirikan oleh seorang Belanda bernama L. Knuverlder
(1930-1936). Namun, akhirnya berpindah tangan kepemilikannya kepada seorang
Tionghoa. Pada waktu itu, perbioskopan memang belum menjanjikan keuntungan yang
memadai tetapi banyak di kalangan orang Tionghoa menganggap bahwa usaha ini
merupakan investasi jangka panjang. Setidak-tidaknya investasi di bidang tanah
dan bangunan yang tak pernah mengalami penurunan harga.
Jadi, bangunan bioskop Arjuna itu sedari awal memang dirancang sebagai gedung pertunjukan gambar sorot. Bangunan peninggalan Belanda ini, bentuknya memanjang seperti hanggar yang beratapkan seng.
Sekitar
tahun 1980-an, Arjuna Theater mengalami masa keemasan dengan menampilkan
tayangan film Indonesia yang rada “hot”, seronok, dan vulgar di kala itu.
Akan tetapi sejak 1999, bioskop Arjuna mulai meredup pengunjungnya dan akhirnya
sekarat. Pada 2002, Arjuna Theater resmi ditutup.
Gedung ini sekarang digunakan sebagai penyimpanan gerobak-gerobak pedagang kaki lima (PKL) yang kerap mangkal di sekitar alun-alun. Bangunan bioskop Arjuna hingga kini masih bisa disaksikan di Jalan Alun-Alun Utara, Kelurahan Pangongangan, Kecamatan Manguharjo, Kota Madiun, Provinsi Jawa Timur, atau tepatnya berada di sebelah timur Kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Madiun. Hanya saja bangunannya menjadi terbengkelai dan mangkrak. Kondisi bangunan ini sangat memprihatinkan dan bisa terancam kelestariannya karena di teras bangunan ini terdapat poster “dijual”. Akankah nasib bioskop Arjuna sama dengan saudaranya bioskop Lawu yang sudah dihancurkan dan kini menjadi Pusat Perbelanjaan (Mall) Sri Ratu? Sejarah yang akan menjawabnya.
Meskipun
demikian alangkah baiknya bila kita sejenak menyimak ujaran yang pernah
dikatakan oleh GH von Faber (1937), “Wie
het heden wil begrijpen, moet het verleden kennen. Kennen is liefhebben. Kennen
kan echter ook beteekenen: elkaar liefhebben, elkander waarderen” (Untuk
memahami masa kini, perlu mengenal masa lampau. Mengenal berarti mengasihi.
Mengenal juga berarti: mengasihi sesama, menghargai sesama). *** [030214]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar