Kantor
Pos Besar Surabaya terletak di Jalan Kebon Rojo No. 10 Kelurahan Krembangan
Selatan, Kecamatan Krembangan, Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur. Lokasi ini
berada di sebelah utara gedung Bank Indonesia. Makanya kantor pos ini biasa
disebut dengan Kantor Pos Kebon Rojo.
Dahulu
daerah ini dikenal dengan istilah Regentstraat
karena hingga tahun 1881 terdapat rumah dinas Adipati (regent) berada di sana. Sebelum menjadi gedung kantor pos, bangunan
tersebut sesungguhnya adalah Dalem
atau tempat tinggal bagi Bupati Surabaya yang dibangun pada awal 1800. Kala
itu, Dalem Kadipaten Surabaya masih berhadapan dengan Kebon Rojo yang tempo doeloe juga disebut Stadtuin atau Taman Kota.
Lalu,
pada tahun 1881, gedung tersebut ditempati Hogere
Burger School (HBS). Sekolah ini diperuntukkan bagi anak-anak bangsa Eropa,
putra bangsawan pribumi atau putra para tokoh pribumi terkemuka. Bahasa
pengantar di HBS ini adalah bahasa Belanda, dengan lama belajar tujuh tahun.
HBS ini begitu terkenal karena telah melahirkan sejumlah tokoh yang kelak menghiasi lembaran sejarah negeri ini, di antaranya Hubertus Jan van Mook (1906-1913) yang dikemudian hari menjadi Gubernur Jenderal van Mook, Christian Eichholtz (1916-1923) yang kelak bekerja pada Departemen Binnenland Bestur urusan Politieke Inlichtingen Dienst atau Dinas Intelijen Politik, dan Soekarno (1916-1923) yang kelak menjadi Presiden pertama Republik Indonesia.
Pada
tahun 1923, HBS pindah ke daerah Ketabang (sekarang gedung SMA Kompleks di
Wijaya Kusuma). Bekas gedung HBS itu kemudian digunakan sebagai Hoofdcommissariaat van Politie atau
Kepala Komisaris Polisi Soerabaia sampai tahun 1926. Setelah itu, gedung ini
direnovasi dan digunakan sebagai Hoofdpostkantoor
atau Kantor Pos Besar hingga sekarang.
Pembangunan
gedung Kantor Pos Kebon Rojo dimulai pada tahun 1926, dan selesai pada tahun
1928. Perancang gedung ini adalah G.P.J.M. Bolsius dari Departemen Burgerlijke Openbare Werken (BOV)
Batavia. Sebelumnya, Hoofdpostkantoor
menjadi satu dengan Kantor Residen Surabaya yang berada di daerah Handelstraat (sekarang Kembang Jepun).
Sepintas
dari tampak depan, bangunan gedung ini mirip dengan Stasiun Beos Jakarta Kota
yang ditandai dengan lengkungan setengah lingkaran dengan kaca di atas pintu
utama gedung. Hanya saja, di gedung Kantor Pos Kebon Rojo memiliki atap yang
terkesan oriental dan klasik.
Pada
masa pendudukan Jepang, gedung ini dikuasi oleh Jepang namun fungsinya tetap
menjadi kantor pos. Kemudian pada Oktober 1945, gedung ini berhasil diambilalih
kembali oleh para pegawai pos pribumi. Di dalam gedung utama, terdapat plakat
yang mengabadikan dua orang karyawan Post
Telefone dan Telegraf (PTT) yang
gugur dalam perebutan gedung tersebut, yaitu Soepojo dan Soeprapto.
Belum
genap sebulan, gedung ini direbut oleh bangsa Indonesia, pada 26 Oktober 1945,
gedung ini diduduki oleh Tentara Sekutu, dan kemudian dijadikan sebagai markas
sementara bagi pasukan mereka yang mendarat di Surabaya.
Pada 27-29 Oktober 1945, pejuang Indonesia melakukan penyerbuan. Pertempuran sengit kembali berlangsung selama tiga hari di sekitar gedung kantor pos yang membuat pasukan Sekutu kewalahan. Selama gedung Kantor Pos Kebon Rojo dijadikan ajang pertempuran, layanan pos dialihkan ke gedung Kantor Pos Simpang yang berada di depan Gedung Grahadi.
Situasi
tersebut memaksai Mayjen Hawthorn meminta bantuan Presiden Soekarno untuk
mengurangi tekanan arek-arek
Suroboyo. Perundingan ini dilakukan di Kantor Gubernur yang lokasinya tidak
begitu jauh dengan gedung ini. Ultimatum Sekutu ini pada pukul 23.00 WIB
ditolak oleh Gubernur Soerjo, dan esok harinya meletus peristiwa 10 November
1945 hingga akhirnya para pejuang berhasil mengusir pasukan Sekutu. Terusirnya
pasukan Sekutu dari Surabaya, maka sekitar awal tahun 1946 gedung Kantor Pos
Kebon Rojo kembali dibuka untuk memberikan layanan pos kepada masyarakat
Surabaya.
Perjalanan
kisah yang dimiliki oleh gedung Kantor Pos Kebon Rojo ini memang cukup
mengaggumkan. Sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Wali kota Surabaya Nomor
188.45/251/402.104/1996 dengan nomor urut 19, gedung ini ditetapkan menjadi
salah satu bangunan cagar budaya (BCB) yang dilindungi keberadaannya oleh
Undang-Undang. *** [180114]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar