Sepanjang
Jalan Undaan Kulon merupakan kawasan kuno yang ada di Kota Surabaya, yang dulu
dikenal dengan Oedaanstraat. Sebagai
kawasan kuno tentunya daerah ini dulunya merupakan salah satu bagian penting
bagi pertumbuhan suatu kota yang mempunyai nilai sejarah dan ekonomi. Salah
satunya adalah dengan berdirinya Rumah Sakit Mata Undaan.
Rumah
Sakit Mata ini terletak di Jalan Undaan Kulon No. 17-19 Kelurahan Peneleh,
Kecamatan Genteng, Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur. Lokasi ini berada di
sudut pertemuan antara Jalan Undaan Kulon dengan Jalan RP Soenario
Gondokoesoemo, atau tepatnya berada di sebelah utara Panti Asuhan Yatim Piatu
Undaan.
Awalnya
rumah sakit ini berbentuk klinik yang kala itu masih menyewa sebuah bangunan
(kini dikenal dengan Panti Wreda) di sebelah selatan lokasi rumah sakit
sekarang ini. Pembukaan klinik mata ini pada 15 Oktober 1915 atas prakarsa dr.
A. Deutman karena keprihatinannya atas wabah penyakit mata yang pada waktu itu
menular dengan cepat dan menyebabkan kebutaan.
Penderita mata di Surabaya kian hari kian banyak, dan para dokter Belanda terus berjuang hingga menghasilkan izin dan status dari Pemerintah Belanda dengan berdirinya sebuah perhimpunan yang bernama De Soerabaiasche Oogheekundige Kliniek yang diketuai oleh dr. J.F. Terburgh. Seluruh kegiatan dilakukan di rumah kontrakan tersebut.
Dalam
buku peringatan “75 Tahun Rumah Sakit
Mata Undaan 1933-2008”, dikisahkan bahwa pada November 1932, tepat
di sebelah kiri rumah yang disewa bagi kegiatannya, mulai dibangun gedung klinik
yang lebih representatif yang kemudian menjadi Rumah Sakit Mata Undaan atas
usul dr. J.F. Terburgh, dr. A. Deutman, dan Egas. Dengan luas bangunan sekitar
2.400 m²
yang berdiri di atas lahan seluas 7.009 m² ini, Rumah Sakit Mata Undaan
pertama kali dibuka untuk umum pada 29 April 1933, di bawah pimpinan dr. A.
Deutman sebagai Direktur hingga 1942. Di sisa lahan yang ada, dibuat ruang
terbuka dengan penghijauan semacam hutan kecil yang sejuk dan rindang.
Bangunan
gedung rumah sakit ini dirancang oleh Biro Arsitek Algemeen Ingenieurs en Architecten (AIA) yang didirikan oleh Ir.
Frans Johan Louwrens Ghijsels (kelahiran Tulungagung, 8 September 1882) di
Batavia pada 1916. Biro ini merupakan kombinasi antara biro perancangan dan
pelaksanaan bangunan, didirikan bersama dua rekannya, yaitu Ir. Hein van Essen
dan arsitek Stoltz. Pada waktu mengerjakan gedung Rumah Sakit Mata Undaan ini,
biro arsitek tersebut membuka kantor yang beralamatkan di Jalan Sumatera 59
Surabaya.
Ghijsels
memang dikenal sebagai arsitek yang karyanya sering digunakan untuk desain-desain rumah sakit maupun bangunan
resmi lainnya, sehingga desain-desainnya cenderung terkesan rapi dan resmi.
Ruangan berukuran besar dan tinggi, sehingga suasana di dalamnya terasa sejuk.
Semasa pendudukan Jepang, semua kegiatan di Rumah Sakit Mata Undaan terhenti karena situasi keamanan yang tidak memungkinkan. Baru pada 8 Januari 1946, rumah sakit ini kembali dibuka untuk umum yang dipimpin oleh dr. IH. Go, seorang peranakan Tionghoa berkebangsaan Belanda. Beliau dibantu oleh dr. J. Ten Doesschate, seorang dokter wanita dari Belanda yang datang pada 1947.
Dengan
diberhentikannya bantuan dana pemerintah pada 1950, pengelolaan rumah sakit
diambil alih oleh Perhimpunan Perawatan Penderita Penyakit Mata (P4M) yang
merupakan nama baru dari perhimpunan yang lama.
Pada
1968, dr J. Ten Doesschate kembali ke Belanda. Sejak itu,pengelolaan rumah
sakit ini seluruhnya dilakukan oleh putra Indonesia di bawah pimpinan dr. Moh.
Basuki, SpM. Pada waktu itu, Fakultas Kedokteraan Universitas Airlangga sudah
mulai menghasilkan dokter mata, dan mulailah dikembangkan kerja sama dengan
dimanfaatkannya fasilitas Rumah Sakit Mata Undaan sebagai salah satu teaching hospital hingga sekarang.
Sekalipun tahun ini, bangunan Rumah Sakit Mata Undaan usianya akan genap 81 tahun akan tetapi kondisi bangunannya masih tampak kokoh, dan telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya (BCB) sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Wali kota Surabaya Nomor 188.45/283/436.1.2/2011. Sehingga sesuai ketentuan UU Cagar Budaya yang berlaku, bangunan rumah sakit ini harus dipelihara dan dilindungi. ***[080214]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar