Desa
Paningkaban merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Gumelar,
Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah. Topografi ketinggian desa ini adalah
berupa dataran tinggi yang berbukit-bukit, yaitu sekitar 250 meter di atas
permukaan air laut. Berdasarkan keadaan geografis desa, curah hujan rata-rata
mencapai 2.500 mm dengan suhu udara rata-rata 37° C.
Berdasarkan
data administrasi pemerintahan Desa Paningkaban tahun 2010, jumlah penduduknya
adalah 5.105 orang dengan jumlah 1.440 KK dengan luas wilayah 536,010 hektar. Desa
Paningkaban terdiri atas tiga dusun, yaitu Dusun I, Dusun II dan Dusun III. Sebagian
besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani, baik yang memiliki lahan
sendiri maupun buruh tanah, yang didukung oleh lingkungan alam yang menopang
pertanian.
Jarak
tempuh Desa Paningkaban ke ibu kota Kecamatan Gumelar yaitu sekitar 10
kilometer. Sedang jarak ke ibu kota Kabupaten Banyumas adalah sekitar 33
kilometer.
Secara
adminstratif, Desa Paningkaban dibatasi oleh wilayah desa-desa tetangga. Di
sebelah utara berbatasan dengan Desa Gancang. Di sebelah barat berbatasan
dengan Desa Dermaji, Kecamatan Lumbir. Di sisi selatan berbatasan dengan Desa
Karangkemojing, sedangkan di sisi timur berbatasan dengan Desa Darmakeradenan,
Kecamatan Ajibarang.
Dalam Profil Desa
Paningkaban, Kecamatan Gumelar, Kabupaten Banyumas, yang disusun oleh Tim
Perumus Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Des) Tahun 2011 – 2015, dikisahkan
bahwa dahulu kala ada dua orang pengembara dari daerah Gumelem yang sedang
menimba ilmu kebatinan di daerah Jawa Barat sekitar tahun 1850. Secara
kebetulan salah satu dari pengembara itu dicintai oleh putri dari Guru
Padepokannya. Karena pada awalnya kedua pengembara tersebut bertujuan untuk
menimba ilmu, sehingga seiring berjalannya sang waktu, kedua pengembara
tersebut berhasil menyelesaikan dalam menempuh ilmu. Lalu, keduanya mohon pamit
untuk kembali ke kampung halamannya di wilayah timur Banyumas, yang konon
kabarnya dari daerah Gumelem.
Dengan kepulangan
kedua pengembara itu, menimbulkan rasa sakit hati terhadap putri Sang Guru
Padepokan tadi, yang telah terlanjur mencintai salah satu pengembara tersebut,
sehingga yang terjadi di dalam perjalanan pada malam hari, salah seorang
pengembara yang dicintai putri dari Guru kebatinan itu, dikirimi santet atau
teluh oleh gurunya sendiri hingga menyebabkan pengembara yang dicintai
meninggal di malam itu juga. Dengan meninggalnya salah seorang pengembara
tersebut, sebelum dikuburkan ditutup dengan daun talas.
Sehingga siang
harinya, setiap warga datang dan penasaran terhadap jasad tersebut. Setiap
orang yang datang melayat pada saat itu merasa penasaran ingin melihat (dalam
bahasa Jawa, menyingkab) dengan cara
membuka dan menutup mayat tersebut.
Selesai dimakamkan,
warga sekitar member nama tempat tersebut dengan istilah Penyingkaban dengan
berjalannya waktu warga menamai Peningkaban yang saat ini dikenal dengan Desa
Paningkaban. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar