Nama aslinya adalah Mohammad Ali
Rahmatullah berasal dari Campa, yaitu daerah kerajaan Islam yang sekarang ikut
kerajaan Thailand bagian selatan. Sampai sekarang pun penduduknya masih taat
beragama Islam.
Sunan Ampel adalah saudara sebapak dengan
Maulana Ishaq yaitu anak Ibrahim Samarqandi (sering pula disebut Ibrahim
Asmara).
Sunan Ampel datang ke Jawa pada tahun
1421 M untuk mengganti Malik Ibrahim yang wafat tahun 1419 M. Sunan Ampel
mempunyai tujuh anak.
Dengan isteri pertama (Dewi Condrowati
binti Brawijaya) dikaruniai lima anak:
- Siti Syari’ah (isteri Sunan Kudus).
- Siti Mutmainnah (isteri Sunan Gunung Jati).
- Siti Khafshah (Isteri Sunan Kalijaga).
- Raden Makdum Ibrahim (Sunan Bonang), isterinya Dwi Hirroh dari Madura.
- Raden Qasim (Sunan Drajat Sedayu), isterinya Dewi Hasanah dari Cirebon.
Dengan isteri kedua (Siti Karimah dari
Desa Kembang Kuning, Surabaya) dikaruniai dua anak:
- Dewi Murthosiah (isteri Sunan Giri).
- Dewi Murthosimah (isteri Raden Fatah, raja Demak).
Asal Mula Kedatangan Sunan Ampel
Setelah wafat Malik Ibrahim tahun 1419
M di Gresik, berpikirlah Maulana Ishaq untuk mendatangkan saudaranya sebapak
yaitu cucu raja Campa yang bernama Mohammad Ali Rahmatullah. Setelah berunding
dengan wali-wali lain dan mereka menyetujui, berangkatlah Maulana Ishaq ke
Campa.
Sesampai di Campa, berundinglah
Maulana Ishaq dengan raja Campa. Raja Campa sangat menyetujui rencana Maulana
Ishaq itu. Lalu diberangkatkan serombongan utusan persahabatan dari Campa
kepada raja Majapahit.
Betapa gembiranya raja Majapahit
menerima rombongan itu, karena raja Majapahit mendapat puteri raja Campa yang
sangat cantik dan halus budinya untuk dijadikan isteri. Maka diadakanlah jamuan
perkawinan raja Brawijaya dengan puteri Campa.
Karena puasnya mendapatkan isteri puteri
Campa, maka semua isterinya yang 80 banyaknya diberikan pada adipati dan
bupatinya. Adipati Sriwijaya Arya Sedamar yang sudah masuk Islam karena Maulana
Hasanuddin, dia mendapat bekas isteri mertuanya. Karena taat pada peraturan
Islam, bekas isteri mertuanya yang hamil itu tidak dikumpuli.
Sebelumnya raja Brawijaya berpesan,
bila lahir lelaki supaya nyuwita (turut)
Brawijaya, tetapi bila lahir perempuan supaya diatur oleh Arya Sedamar sendiri.
Dan ternyata lahir kembar lelaki yang diberi nama oleh Arya Sedamar dengan
Raden Hasan dan Raden Husain. Keduanya dididik ke-Islaman oleh Arya Sedamar.
Yang nantinya disuruh belajar pada Sunan Ampel.
Adapun puteri Campa sangat dicintai
dan dituruti raja Brawijaya. Selanjutnya puteri Campa memberitahu: “Bila manusia suka berjudi, maka akan
merajalela pencurian, perampokan dan korupsi. Dan bila manusia suka
mabuk-mabukan, maka dengan mudah akan membocorkan rahasia pribadinya, temannya
dan negaranya. Hal ini sangat berbahaya bila melanda para adipati dan bupati serta
anak-anak mereka. Saya mempunyai kemenakan ahli mendidik dalam masalah ini,
namanya Ali Rahmatullah.”
Maka didatangkanlah Mohammad Ali
Rhmatullah. Ketika Ali Rahmatullah tiba di Majapahit, raja Brawijaya sangat
kagum atas ketampanan dan kehalusan budi pekertinya, Raja menyuruhnya memilih
di antara puterinya untuk dijadikan isteri. Lalu, Ali Rahmatullah memilih Dewi
Condrowati (saudari isteri Adipati Tuban, Raden Pratikna).
Kemudian Ali Rahmatullah diberi tanah
beserta bangunannya di desa Ampel, Surabaya. Para adipati dan bupati diperintah
belajar budi pekerti di Ampel. Sedang anak-anak mereka diharuskan menetap di
pesantren Ampel untuk belajar. Sejak itulah agama Islam berkembang di Jawa
dengan pesatnya, melalui jalur pelajaran budi pekerti yang ditembuskan pada
kerajaan Majapahit. Adapun Ali Rahmatullah menamakan Sunan Ampel.
Ternyata yang belajar pada Sunan Ampel
bukan hanya anak-anak pembesar Majapahit saja, banyak berdatangan dari rakyat
biasa, baik dari wilayah Majapahit maupun dari wilayah lain. Bahkan pada tahu
1470 M datang pemuda Persia (Iran) yang bernama Ali Saksar untuk belajar pada
Sunan Ampel. Dia itulah yang kelak menamakan diri Syeikh Siti Jenar.
Adapun raja Brawijaya sangat memuji
hasil didikan Sunan Ampel yaitu sama mencegah diri dari lima hal yang mereka
sebut Moh Limo:
- Moh main (Tidak mau main judi)
Main
judi itu bila kalah akan menyusahkan dirinya, keluarganya, atau negaranya. Dan
bila menang berarti membikin susah pada yang dikalahkan. Kalau tidak ada harta
di rumah, keluarganya, timbullah mencuri, merampok dan korupsi akibat dorongan
ingin main judi.
- Moh minum (Tidak mau minum yang memabukkan)
Minum
yang memabukkan adalah melemahkan akal, mematikan pertimbangan baik-buruk.
Waktu mabuk dapat membuka rahasia dirinya atau rahasia temannya atau rahasia
negaranya, sehingga membuat marah temannya atau dipecat dari jabatannya.
- Moh maling (tidak mau mencuri atau korupsi)
Maling
atau mencuri itu jelas merugikan yang dicuri. Tak terpikir bagi dirinya
bagaimana bila dirinya kecurian, betapa kecewanya. Menabung sedikit demi
sedikit untuk suatu keperluan ternyata uangnya dicuri orang.
- Moh madat (Tidak mau merokok candu)
Madat
atau candu itu suatu perbuatan yang kelihatannya menguntungkan, namun
sebenarnya sangat merugikan. Badan jadi kurus, suka berkhayal dan pemalas.
- Moh madon (Tidak mau berzina)
Madon atau berzina itu menimbulkan penyakit
yang dapat merusak dirinya dan keturunannya. Sekarang penyakit itu dinamai
orang Sipilis atau Gonorho (kencing
nanah).
Itulah alasan Sunan Ampel yang sangat
disukai dan disetujui raja Brawijaya, sehingga bantuan material (uang) dari
raja Brawijaya terus mengalir banyak. Raja Brawijaya menganggap agama Islam
adalah didikan budi pekerti. Maka ketika Sunan Ampel mengumumkan bahwa
ajarannya adalah agama Islam, raja Brawijaya tidaklah marah dan masih tetap
member bantuan. Raja Brawijaya sudah sangat mempercayai dan mencintai Puteri
Campa dan kemenakannya. Maka musyawarah para wali tahun 1436 M ditempatkan di
Ampel, Surabaya.
Riwayat Sunan Ampel dan Siti Karimah
Di desa Kembang Kuning, Surabaya, ada
seorang gadis cantik bernama Siti Karimah. Dia anak Ki Ageng Supa Bukul. Ketika
Siti Karimah berjalan di tepi sungai Bukul (sekarang Kalimas), buah delimanya
terjatuh ke sungai dan terapung. Sesampai di rumah barulah dia ketahui. Karena
pada waktu itu telah malam, Siti Karimah tidak berani mencari sendiri. Lalu dia
bernadzar, bila yang memberikan buah delima itu lelaki akan diminta menjadi
suaminya. Dan bila perempuan akan diminta menjadi saudaranya.
Pada waktu Subuh, kebetulan ketika
Sunan Ampel mau berwudlu dia dapati buah delima yang terapung di sungai.
Diambilnya buah itu, dalam hatinya berkata: “Bila buah ini kuberikan pada yang
punya, tentulah senang hatinya.”
Setelah shalat Subuh, berjalanlah
Sunan Ampel menyelusuri hulu sungai. Beliau menanyakan pada penghuni tiap-tiap
rumah siapa yang kehilangan buah delima. Sesampai di rumah salah satu muridnya
yaitu Ki Ageng Supa, Sunan Ampel diberitahu, bahwa anaknya memang kehilangan
buah delima. Dan dia bernadzar, bila yang memberikan buah delima itu lelaki
diharap mau jadi suaminya. Sunan Ampel menerima permintaan Siti Karimah dan
ayahnya. Kemudian menikahlah Sunan Ampel dengan Siti Karimah.
Lalu di desa Kembang Kuning, Sunan
Ampel membangun masjid dan pesantren sebagai cabang Ampel. Sampai sekarang
masjid itu dinamai Masjid Rahmat. Adapun Siti Karimah dengan Sunan Ampel
dikaruniai dua putrid, Dewi Murthosiah dan Dewi Murthosimah.
Sunan Ampel wafat pada tahun 1481, dan
dimakamkan di sebelah barat Masjid Sunan Ampel. Kompleks makam tersebut
terdapat puluhan makam yang mempunyai kisah unik dan menarik, seperti makam
mBah Sholeh dan makam mBah Shonhaji.
Kepustakaan :
K.H. Dachlan,
1989, Wali Songo,
Kenang-kenangan Haul Agung Sunan Ampel ke-544: Surabaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar