Berkeliling
di Jalan Ir. H. Juanda Bogor terasa menyusuri masa silam yang mengasyikkan.
Banyak bangunan peninggalan kolonial yang berdiri di sepanjang jalan tersebut.
Hal ini wajar mengingat pada zaman dulu jalan itu merupakan bagian dari Groote Post Weg (Jalan Raya Pos) yang
dibangun abad ke-18 atas perintah Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Herman
Willem Daendels. Daendels kala itu membangun jalan yang membentang dari Anyer
hingga Panarukan sejauh 1.000 kilometer. Jalan yang pada masa pembangunannya
menimbulkan banyak korban ribuan nyawa ini melintasi Bogor yang saat itu
terdapat rumah peristirahatan Gubernur Jenderal atau yang sekarang lebih
dikenal dengan nama Istana Bogor.
Seiring
pembukaan Jalan Raya Pos tersebut, Pemerintah Hindia Belanda juga mendirikan
sejumlah bangunan, seperti bangunan pertahanan dan militer, bangunan
pemerintahan, bangunan pendidikan, bangunan keagamaan, bangunan kesehatan,
bangunan domestik, bangunan penelitian maupun bangunan komersial. Salah satunya
adalah Gedung Balai Kota Bogor.
Gedung
ini terletak di Jalan Ir. H. Juanda No. 10 Kelurahan Pabaton, Kecamatan Bogor
Tengah, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Lokasi gedung berada di samping Hotel Salak The Heritage.
Awalnya, bangunan gedung ini bernama Societeit yang dibangun pada tahun 1868. Societeit merupakan tempat bagi orang-orang Belanda pada zaman dulu untuk mencari hiburan guna menghilangkan kepenatan setelah menghabiskan hari-harinya untuk bekerja. Tidak sembarangan orang bisa memasuki bangunan ini kala itu, hanya para Meneer (tuan) dan Mevrouw (nyonya) besar bangsa Belanda dan Eropa yang seakan bisa bergembira ria menikmati kehidupan malam. Tempatnya biasanya megah di mana di dalamnya terdapat bar, ruang bilyar, panggung maupun lantai dansa.
Setelah
itu, bangunan gedung ini digunakan sebagai Kantor Gemeente Buitenzorg seiring dibentuknya Staadsgemeente di Buitenzorg (nama lampau Bogor) berdasarkan Staatsblad 1905 Nomor 208 jo. Staatsblad 1926 Nomor 368. Lalu, pada
masa pendudukan Jepang, Staads Gemeente
menjadi Si namun kedudukannya menjadi
lemah karena pemerintahan dipusatkan pada tingkat karesidenan yang berkedudukan
di Kota Bogor.
Usai
pengakuan kedaulatan Republik Indonesia (RI), pemerintahan di Kota Bogor
namanya menjadi Kota Besar Bogor yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang (UU)
Nomor 16 Tahun 1950. Pemerintahannya ketika itu setaraf dengan Walikota sebagai
Kepala Pemerintahan di Kota Bogor.
Pada
tahun 1950, bangunan gedung ini yang semula bergaya kolonial mengalami
renovasi, dan arsitekturnya mengadopsi campuran antara gaya arsitektur Sunda
dan Eropa. Semua ruang dialasi lantai papan dan mempunyai kolong.
Gedung
Balai Kota ini memiliki luas bangunan 2.639,7 m² di atas lahan seluas 9.060 m².
Gedung utama Balai Kota berdenah persegi panjang menghadap ke arah Jalan Ir. H.
Juanda atau Istana Bogor, dan memiliki halaman yang cukup luas. Bagian muka
gedung utama beratap segitiga yang dihiasi dengan ukiran kayu, memiliki
pilar-pilar ramping, pada bagian kaki diberi batu alam, dan dindingnya diberi
cat warna putih yang menimbulkan kesan sebagai bangunan megah. *** [120514]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar