Prasasti
Wukiran berangka tahun 784 Çaka atau 862 M, dengan menggunakan
aksara Jawa Kuno dan memakai dua bahasa, yaitu bahasa Sansekerta dan bahasa
Jawa Kuno. Bagian awal prasasti menggunakan bahasa Sansekerta sebanyak 6 baris
yang berisi puji-pujian terhadap Śiwa dan Walaing. Kemudian dilanjutkan
dengan menggunakan bahasa Jawa Kuno sebanyak 9 baris. Di baris ke 17 kembali
menggunakan bahasa Sansekerta yang berisi puji-pujian terhadap Kumbhayoni. Dua
baris terakhir ditutup dengan bahasa Jawa Kuno.
Prasasti
yang dikeluarkan pada masa pemerintahan Rakai Walaing Pu Kumbhayoni ini,
terbuat dari batu andesit (upala praśasti) yang berbentuk blok dengan
puncak setengah lingkaran atau membulat. Secara keseluruhan, prasasti Wukiran
mempunyai tinggi 84 cm yang diukur dari bawah hingga hingga ujung puncak
prasasti. Tinggi bagian badan prasasti adalah 71,5 cm dan bagian puncak 12,5
cm. Panjang prasasti adalah 35,5 cm dengan ketebalan batu yang berbeda yaitu
antara 10-12 cm.
Prasasti
Wukiran ditemukan di Desa Pereng, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten,
Provinsi Jawa Tengah pada tahun 1890, sehingga kadang-kadang
prasasti ini dikenal juga dengan nama prasasti Pereng. Lokasi penemuan ini
berada di kaki pegunungan selatan antara kompleks Kraton Ratu Boko dan Candi
Sojiwan, sekitar 2 kilometer dari Kompleks Candi Prambanan. Kini, prasasti
Wukiran disimpan di Museum Nasional Jakarta dengan nomor inventaris D.77 di
dalam museum gedung baru lantai 2.
Prasasti
Wukiran menyebutkan bahwa pada tanggal 3 Suklapaksa bulan Magha 784 Ç,
Rakai Walaing Pu Kumbhayoni, cicit Sang Ratu Halu memberikan sebidang sawah di
Wukiran seluas dua tampah untuk persembahan bagi Sanghyang Winaya. Disusul
dengan daftar pejabat yang bertindak sebagai pelaksana dan saksi penetapan sīma
itu, yang ditutup dengan kutukan terhadap mereka yang berani menghapuskan
status sīma
tersebut.
Baris
berikutnya berisi keterangan dalam bahasa Sansekerta yang memuat puji-pujian
terhadap Kumbhayoni yang membangun sebuah candi yang bernama Bhadraloka demi kesejahteraan anak
cucunya dan rakyatnya dengan pengharapan semoga selanjutnya di dunia ini selalu
ada kebahagiaan, ketaatan terhadap dewa-dewa, kebijakan, keluhuran budi, dan
kemurahan hati, termasuk bagi para pendeta dan raja. Serta adanya keinginan
agar tidak ada permusuhan, penyakit, dan kebencian. Sebagai penutup kembali
menggunakan bahasa Jawa Kuno yang berisi daftar daerah kekuasaan Kumbhayoni,
yaitu daerah Tunggang, Dawĕt, Langka, Sĕrĕh, air terjun Walā,
Walaing, Lodwāng.
Alih aksara:
// yata °
utpan=naṁ
vi ś=vaṁ
yatra ca jâ taṁ vilīnam api yatra
tas=mai namo bhagava te śivāya śivakāriṇe tu
bhyam
pathagāpidū raduritāśū n=yāpihitapradānimiṣa
pū rᶇ =nā
śivira vŗtāp=yatipū
tā śilā yato jan=mibhiḥ pū
j=yâ //o//
// yâva
t k=he ravi śa śinau
yâvad =dhâtri catus=samudra vŗtā
yâvad
=daśa diśi
vâyus =tâvad=
bhak=ti valaiṅ nām=nah
//o//
// S=was=ti śaka
warṣatīta
784 mâgha mâsa
śuk=lapak=ṣa
tŗtīya somawârâ tat=kâla
rake walaiŋ pu ku m=bhayo-
-ni puyut saŋ
ratu °I halu pak=wia=nira °I jaŋlu
ran ma-
-weḥ
sawaḥ °I
wu kiran tampaḥ aliḥ
°I tam=wâhuraŋ
ṅaran=ni
kanaŋ
sawaḥ d=mak carua saŋ h=yaṁ
winâya °uwaŋ saŋ
pam=gat
meḥhakan
°I kanaŋ
sawaḥ saŋ
tuha kalaŋ pu nis=ta gu =ti
si °uṅ=gaḥ
win=kas si manik=ṣa
paru jar kâliḥ
si ara si=
maṅ=gah
tuṅ=gu kuvu si w=si wahu ta si
mit=ra sataṅuṇ=daha
ni °inajarraken
=mapatiḥ kâliḥ wadihati maku dur ti-
ru °an
°asiŋ
muput °ikiŋ
sīma °upadrawâ br ah=mahat=ya
/o/ vihite kalaśaja
nāmnā
bhadrālokāh=vaye
vivudha ge
he tas=yā
tha pu tra potrāḥ
bhavan=tu lab=dheṣ=ta
padajīvāḥ
°an=yac=ca jagatāṁ śivam
as=tu sadā bho d=vija râj=naṁ
tatha sivara tānaṁ
ś=ru ti bhak=ti dâna dharm=ma bhavan=tu nārātirogers=yâḥ
tuṅgaŋ dawĕt
=laṅka sĕ
rĕh vu lakan =ni walâ walaiṁ
lod=wam wan=wa niraŋ
dhīmān
ku m=bhayoni ṅaran=nira
Alih
bahasa:
// di
mana kelahiran dikendalikan, di sana juga pemberian pertumbuhan
(karena
itulah) diberikan hormat kepada yang mulia Śiwa dan Durga
meskipun
diletakkan jauh dari jalan namun (ia) terisi kekosongan penuh dengan
kewaspadaan dan menjauhi keburukan
setelah
batu ini dimurnikan (maka ia) mengelilingi (serta) mengendalikan tempat kediaman
kerajaan (sehingga) ia patut dihormati oleh semua makhluk //
// ketika
matahari dan bulan di langit dan selama (dunia) dijaga dan dikelilingi oleh
empat samudra
selama
masih ada angin di sepuluh wilayah, maka daerah yang bernama Walaing dihormati
//o//
//selamat
tahun Śaka
telah berlalu 784 pada paro terang bulan Magha
hari
senin tanggal 3, ketika Rakai Walaing Pu Kumbhayoni
(yang
merupakan) buyut laki-laki dari Sang Ratu i Halu dan kakek buyutnya di Jangluran
memberi
sawah di Wukiran dan Tamwahurang masing-masing berukuran satu tampah
itu
sawah (merupakan) hadiah dari raja (sebagai) persembahan untuk Sang Hyang Winaya
yang menggema . sang pamgat
memberikan
itu sawah (untuk) sang tuha kalang yang bernama Pu Nista, gusti (yang bernama)
si
Unggah, pembawa pesan (vinkas)
(bernama) Maniksa, dua juru bicara (parujar)
yaitu Ara
(dan)
Manggah, penjaga (tunggu) kuwu
bernama Wsi, wahuta bernama Mitra dan
pemimpin upacara
(sumpah)
diucapkan oleh dua mapatih, yaitu (samgat)
wadihati dan (samgat) makudur
(samgat) tiruan (adalah) orang-orang yang
menyelesaikan (upacara) sīma ini (dengan membuat sumpah
bahwa barang siapa yang menghancurkan sīma akan mendapatkan) bencana
(setara dengan dosa) membunuh Brahman
/o/
ketika bangunan yang kuat (bernama?) Bhadraloka didirikan oleh (dia) yang
bijaksana dan (terlahir) dari tempayan (Agastya)
kemudian
keturunan-keturunannya selalu memperoleh langkah kehidupan dan jadilah apa
mereka yang diinginkan
selain
itu demikianlah (ia) memiliki seluruh dunia, pendeta raja serta dibahagiakan
oleh Śiwa
jadikanlah
dharma (kewajiban), sedekah,
perhatikan perintah dan bukan (jadikan) musuh, penyakit dan iri
Tunggang
Dawet, Langka Sĕrĕh, Wulakan, (air terjun) Walā, Walaing
Lodwang,
(adalah) wanwa milik Kumbhayoni yang bijaksana
Kepustakaan:
Tres Sekar Prinanjani, 2009, Prasasti Wukiran 784 S: Suatu Pembacaan Ulang, dalam Skripsi di
Program Studi Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar