Berkunjung
ke Kota Bogor terasa belum lengkap tanpa menyaksikan Istana Bogor. Istana Bogor
adalah bangunan bersejarah nan megah. Kegiatan dan peristiwa bersejarah yang
berlangsung di Istana Bogor telah meninggalkan berbagai bentuk benda bersejarah
seperti halnya lukisan, patung, foto, literatur, buku dan hadiah kenegaraan.
Pada masa pemerintahan Presiden ke-2, Soeharto, di tahun 1968, Istana Bogor
dibuka untuk kunjungan masyarakat umum. Sehingga status steril dari sembarangan
orang pada Istana Bogor atau The Palais
Buitenzorg menjadi pudar dengan sendirinya.
Istana
Bogor terletak di Jalan Ir. H. Juanda No. 1 Kelurahan Paledang, Kecamatan Bogor
Tengah, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Lokasi istana ini menyatu dengan Kebun Raya Bogor.
Istana
Bogor merupakan salah satu dari enam Istana Presiden Republik Indonesia yang
memiliki keunikan tersendiri. Keunikan ini timbul dikarenakan aspek historis,
kultur dan fauna yang ada serta lebatnya pepohonan yang terdiri atas 346 jenis
pohon.
Berawal
dari keinginan orang-orang Belanda yang bekerja di Batavia (kini Jakarta) untuk
mencari tempat peristirahatan. Karena mereka beranggapan bahwa kota Batavia
terlalu panas dan ramai, sehingga mereka perlu mencari tempat yang berhawa
sejuk di luar Kota Batavia.
Gubernur
Jenderal Belanda Gustaaf Willem Baron van Imhoff melakukan pencarian dan
menemukan sebuah tempat yang baik dan strategis di sebuah kampung, yang bernama
Kampung Baroe, pada tanggal 10 Agustus 1744.
Setahun kemudian, pada tahun 1745, Gubernur Jenderal G.W. Baron van Imhoff (1745-1750) memerintahkan pembangunan atas tempat pilihannya itu sebuah pesanggrahan yang diberi nama Butenzorg atau Sans Souci yang berarti “tanpa kekhawatiran.” Dia sendiri yang membuat sketsa bangunannya dengan mencontoh arsitektur Blenheim Palace, kediaman Duke of Malborough, dekat Kota Oxford di Inggris.
Proses
pembangunan graha pesanggrahan Gubernur Jenderal di Buitenzorg tersebut
akhirnya dilanjutkan oleh Gubernur Jenderal yang memerintah selanjutnya, yaitu
Gubernur Jenderal Jacob Mossel yang masa dinasnya dari tahun 1750 hingga tahun
1761.
Pada
masa Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels (1808-1811), pesanggrahan
tersebut diperluas dengan memberikan penambahan, baik ke sebelah kiri gedung
maupun sebelah kanannya. Gedung induknya dijadikan dua tingkat. Halamannya yang
luas juga dipercantik dengan mendatangkan tiga pasang (6 ekor) rusa tutul dari
perbatasan Nepal-India. Dari tiga pasang rusa tutul tersebut, kini sudah
berkembang biak menjadi 800 ekor.
Kemudian
pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Baron van der Capellen (1817-1826),
dilakukan perubahan besar-besaran. Sebuah menara di tengah-tengah bangunan
induk didirikan sehingga istana semakin megah. Sedangkan lahan di sekeliling
istana dijadikan Kebun Raya (S’Lands
Plantentuin) yang peresmiannya dilakukan pada tanggal 18 Mei 1817.
Gedung ini kembali mengalami kerusakan berat, ketika terjadi gempa bumi yang hebat pada tanggal 10 Oktober 1834. Akibat kerusakan ini, baru pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Albertus Jenderal Yacob Duijmayer van Twist (1851-1856), bangunan lama sisa gempa dirobohkan sama sekali. Kemudian dengan mengambil arsitektur gaya Palladio yang populer di Eropa pada masanya, bangunan baru satu tingkat didirikan. Hanya denah puri saja yang masih dipertahankan, yaitu konsep bangunan induk di tengah, dan masing-masing sebuah bangunan di sayap kiri dan kanan. Untuk menghubungkan gedung induk dengan gedung sayap, dibangunlah jembatan lengkung dari kayu.
Bangunan
istana baru terwujud secara utuh pada masa kekuasaan Gubernur Jenderal Charles
Ferdinand Pahud de Montager (1856-1861). Dan pada pemerintahan selanjutnya,
tepatnya tahun 1870, Istana Buitenzorg ditetapkan sebagai kediaman resmi para
Gubernur Jenderal Belanda.
Pada
masa pendudukan Jepang (1942-1945), gedung istana ini juga sempat dikuasi oleh
tentara Jepang. Usai Jepang menyerah kepada tentara Sekutu, Indonesia
menyatakan kemerdekaannya. Namun baru pada tahun 1949, ketika Belanda mengakui
kedaulatan Republik Indonesia (RI), Istana Buitenzorg (nama lawas dari Istana Bogor) diserahkan
secara resmi oleh Kerajaan Belanda kepada RI, dan pada tahu 1952 Presiden
Soekarno baru mulai melakukan pemugaran secara bertahap. Yang pertama dipugar
adalah bagian depan bangunan induk. Ditambahkan sebuah beranda (portico) yang ditopang oleh enam tiang
berlaras ionia. Dalam memugar Istana
Bogor, Presiden Soekarno tetap mempertahankan gaya arsitektur Palladian.
Jadi,
sejak tahun 1870 hingga 1942, Istana Bogor merupakan kediaman resmi dari 38
Gubernur Jenderal Belanda dan satu orang Gubernur Jenderal Inggris, dan sejak
diserahkan ke Indonesia, istana ini
secara resmi menjadi salah satu Istana Presiden Republik Indonesia yang
digunakan oleh Pemerintah Indonesia dalam acara resmi kepresidenan.
Istana
Bogor yang memiliki luas bangunan sekitar 1,5 hektar ini, di jalan menuju
istana terdapat beberapa patung (mayoritas perempuan) tanpa busana. Lalu, pada
gedung di sisi kiri tepatnya di teras gedung, terdapat patung perunggu Ritual
Meminta Hujan. Patung itu karya Marta Jiraskova (seniman Ceko), dibuat pada
1938, dan diberikan kepada Presiden Soekarno oleh Presiden Yugoslavia Josip
Broz Tito. Sedangkan, di gedung sisi kanan, terdapat patung dari bahan serupa
dan karya seniman yang sama dinamai Ritual Terima Kasih.
Lampu
gantung yang menghiasi Istana Bogor berasal dari Austria. Lantai dari Italia.
Banyak karya seni sumbangan pemimpin negara sahabat semasa Soekarno atau Soeharto berkuasa dan masih
terawat.
Kalau
gedung sisi kiri merupakan gedung untuk tamu negara setingkat menteri, maka ruang
garuda diperuntukkan untuk tempat pertemuan tamu negara. Dulu, ruang ini tempat
berdansa pejabat Hindia Belanda. Lantai dua yang tertutup tempat musisi
mengiringi mereka berdansa. Sedangkan, gedung sisi kanan merupakan tempat tamu
setingkat presiden menginap. *** [260514]
Kepustakaan:
Yuni Dizi Nurhayati, 2013, Tatanan Elemen Visual Gedung Balai Kirti Yang Kontekstual Di Kompleks
Cagar Budaya Istana Bogor, dalam Jurnal Ilmiah yang diajukan untuk memenuhi
persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik di Jurusan Arsitektur, Fakultas
Teknik, Universitas Brawijaya
http://s3images.coroflot.com/user_files/individual_files/
Kompas Edisi Selasa, 10 Juni 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar