Saat menyusuri kawasan komersil di salah satu daerah di Bogor, terlihat sebuah
bangunan peninggalan masa kolonial Belanda dengan relief yang berada di atas
pintu masuk utamanya. Bangunan persegi panjang tersebut ternyata adalah museum.
Museum tersebut diberi nama Museum Perjuangan Bogor.
Museum
ini terletak di Jalan Merdeka No. 56 Kelurahan Ciwaringin, Kecamatan Bogor
Tengah, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Lokasi museum ini tepat berada di
depan Pusat Grosir Bogor (PGB) atau yang dikenal juga dengan Mall Merdeka.
Museum
Perjuangan Bogor ini dibuka secara resmi pada tanggal 10 November 1957,
bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan, oleh Ibu Kartinah Tubagus Muslihat
dan dituangkan dalam Surat Keputusan (SK) Pelaksana Kuasa Militer Daerah Res.
Inf. 8/III No. Kpts/3/7/PKM/57 yang
diprakarsai oleh Mayor Ishak Djuarsa, Pe.Ku.Mil Daerah Res. Inf. 8/III
Suryakencana Divisi Siliwangi. Yang kemudian diresmikan kembali oleh Kolonel
R.A. Kosasih, Panglima T.T. III/ Siliwangi, pada tanggal 15 Agustus 1958 Jam
08.00.
Museum Perjuangan Bogor ini memiliki luas bangunan 515 m² di atas lahan seluas 650 m². Di dalam gedung ini ditopang oleh tiga pilar besar yang menjadi salah satu ciri bangunan kolonial. Lantai pertama berisikan kantor dan benda-benda koleksi seperti senjata-senjata modern, dokumen-dokumen, mata uang, lukisan, dan lain-lain. Sedangkan, lantai dua terdiri dari benda-benda koleksi seperti senjata-senjata tradisional, topi helmet, prasasti/monumen, diorama peristiwa pertempuran, kain/pakaian, dan sebagainya. Di halaman depan museum ini terdapat sebuah taman seluas 10 x 30 meter. Halaman ini berlantaikan ubin dan di tengah-tengah tamannya terdapat sebuah pancuran air.
Berdasarkan
catatan sejarah yang ada, gedung ini dibangun pada awal tahun 1879 untuk tempat
tinggal keluarga Belanda. Kemudian pada tanggal 7 Juli 1879, bangunan gedung
ini dibeli oleh seorang bernama Wilhelm Gustaff Wissner untuk dijadikan gudang
bagi komoditas hasil perkebunan yang ada di Bogor dan sekitarnya untuk selanjutnya
dikirim ke Batavia.
Selanjutnya,
gedung ini mengalami berbagai peristiwa. Pada awal Juni 1938, gedung ini
dijadikan sebagai gedung Persaudaraan “Parindra” Cabang Bogor. Lalu, berubah
fungsinya menjadi Kantor Bank Simpan Pinjam, dan lain-lain.
Ketika
masa pendudukan Jepang, gedung ini dijadikan gudang oleh tentara Dai Nippon
sejak tanggal 9 Maret 1942, dan pada tahun 1945 gedung ini berhasil direbut
oleh pejuang Indonesia yang kemudian sejak tanggal 17 Agustus 1945 dijadikan
sebagai Kantor Komite Nasional Indonesia, Kantor BP3, Markas Pejuang, Kantor Perjuangan Dewan Perdjoangan Karesidenan Bogor
serta digunakan pula untuk badan perjuangan lainnya, seperti Laskar Rakyat
Bambu Runcing oleh para pemuda pejuang ketika itu.
Pada
tanggal 13 Februari 1946, gedung ini ditinggalkan oleh para perintis
perjuangan, karena pihak tentara Belanda dan Inggris menekan seluruh kegiatan
perjuangan dengan berbagai ancaman, karena mereka tahu di gedung tersebut
tempat bersarang para pejuang Indonesia.
Di
tengah kekosongan gedung ini, yaitu antara tahun 1948 sampai tahun 1949, gedung
ini digunakan untuk kegiatan Gabungan Buruh Serikat Indonesia (GABSI) pimpinan
Priyatna.
Setelah terjadi peristiwa cease tire antara tentara Belanda dan pejuang yang tergabung dalam Badan Keamanan Rakyat pada tanggal 3 Agustus 1949, gedung ini dijadikan Kantor Pemerintah Darurat Kabupaten Bogor dan KDMJ Bogor selama tiga tahun, yaitu dari tanggal 23 Desember 1949 sampai 4 Maret 1950.
Lalu,
pada tahun 1952, gedung ini dijadikan Sekolah Rakyat (SR) No. 34 yang
dikhususkan bagi anak-anak tentara saja, tapi kemudian atas usaha Mayor Usman
Abdullah sekolahan ini selanjutnya dibuka untuk umum. SR ini siangnya digunakan
sebagai sekolah SMP Smauril Adjrem (sekolah dengan ijazah penyesuaian para
siswa yang terdiri dari pemuda pejuang yang akan bergabung dengan ABRI/POLRI
sampai dengan tahun 1952.
Pada
tanggal 16 Desember 1953, gedung ini dimiliki oleh Umar bin Usman Albawahab
dengan surat Eigendom Verponding No.
4016. Umar bin Usman Albawahab adalah seorang pedagang keturunan Arab yang
rumahnya berada di sebelah kiri gedung tersebut. Kemudian, gedung ini sempat dijadikan sebagai balai
pertemuan pemuda rakyat. Sebelum diserahkan sepenuhnya oleh Pembantu Utama
Pelaksana Kuasa Perang Daerah KMS Bogor kepada Yayasan Museum Perdjoangan Bogor
pada tanggal 17 Maret 1958 untuk digunakan setelah SR yang memakainya dialihkan
ke tempat lain.
Lalu,
atas kebaikan dan keikhlasan Umar bin Usma Albawahab, sang pemilik gedung
tersebut, gedung ini dengan persil seluruhnya dihibahkan sepenuhnya kepada
Yayasan Museum Perdjoangan Bogor pada tanggal 20 Mei 1958 dengan akte Notaris
J.L.L. Wonas di Bogor.
Gedung
museum yang dulunya pernah dikenal dengan Gedung Tjiekeumeuh No. 28 ini masih
berdiri kokoh hingga sekarang. Kendati usia bangunannya sudah tua, tetapi masih
memancarkan bangunan kolonial yang klasik. Konon, udara yang melintas di gedung
ini semilir nan sejuk karena tepat di depannya dulu masih berupa kerkhof (pemakaman Belanda) yang di
dalam arealnya berdiri deretan pepohonan cemara. Namun, semenjak kerkhof tersebut dijadikan Pusat Grosir
Bogor (PGB), udara semilir nan sejuk tersebut sudah tidak menggapai gedung itu
lagi. *** [210514]
wisata bogor emang banyak ya
BalasHapusbanyak banget ya wisata bogor
BalasHapus