Masjid
Al-Baitul Qadim berdiri kukuh di tengah perkampungan Airmata, Kota Kupang, Nusa
Tenggara Timur (NTT). Tempat tersebut merupakan bukti sejarah masuknya Islam
kali pertama ke Pulau Timor.
Menurut
imam Masjid Al-Baitul Qadim H. Mustafa Al-Baitul Qadim, bangunan itu dibangun
kali pertama oleh Syah Ban bin Sanga pada 1806. Dia, kata Mustafa, adalah orang
pertama yang memimpin umat Islam di daerah daratan Timor.
Dia
berasal dari Kesultanan Mananga di daerah Solor, Flores Timur. Syah Ban bin
Sanga bersama pengikutnya hijrah ke Pulau Timor lantaran terdesak oleh ekspansi
penjajah Portugis di Solor. Sikapnya yang tidak mau tunduk dan bekerja sama
dengan penjajah membuat Syah Ban bin Sanga dan pengikutnya berarah ke selatan
menuju ke Pulau Timor.
Saat
di Kupang, Sanga dan pengikutnya mula-mula tinggal serta berdiam di Oeba,
Kelurahan Fatubesi. Namun, Belanda yang juga sementara memperluas ekspansi
daerah jajahannya ke Pulau Timor lagi-lagi memaksa mereka untuk pindah dari Oeba
ke Airmata.
“Di
Airmata itulah pada 1806 Masjid Al-Baitul Qadim didirikan. Enam tahun lamanya
masjid ini dibangun. Baru pada 1812 untuk kali pertama masjid ini dijadikan
sebagai tempat sholat,” ujar Haji Mustafa kepada Timor Express (Jawa Pos
Group).
Dalam
perkembangannya, lanjut Mustafa, imam masjid turunan ketujuh pada 1984, Birando
bin Tahir, mulai memugar masjid bersejarah itu. Tujuannya, melestarikan
keberadaannya sebagai pusat penyebaran Islam di Pulau Timor.
Menurut
Mustafa, Masjid Agung Al-Baitul Qadim telah menurunkan tujuh imam kepala. Di
antaranya, Birando bin Syahban, Ali bin Birando, Djamaludin, Abdul Gani, Tahin
bin Ali Birando, dan Birando bin Tahir.
Pemugaran
yang dilakukan Birando bin Tahir atas persetujuan jamaah setempat dilatarbelakangi
sejumlah alasan. Yakni, semakin bertambahnya jamaah dan kondisi bangunan yang
tidak layak lagi. Meski dipugar, dinding-dinding bangunan masjid tersebut
hingga kini tetap asli.
Dalam
perjalanan waktu, kampung tua Airmata telah menjadi sebuah destinasi wisata
religi di Kota Kupang. Pemerintah Kota Kupang di bawah pimpinan Wali Kota Jonas
Salean telah mengusulkan perda tradisi di masjid agung itu untuk menjadi objek
wisata rohani.
Kekhasan
perayaan Maulid Nabi Muhammad dengan perarakan Siripuan menjadi tradisi yang
khas. “Peringatan Maulid Nabi di sini juga ditandai dengan aneka hidangan yang
dihiasi aneka warna. Ada nasi merah dan kuning. Ada telur ayam rebus serta
pisang rebus yang juga diberi aneka warna da dihidangkan dalam nampan bersama
nasi tadi,” ujar Mustafa. (lon/JPNN/c15/diq)
Sumber:
JAWA POS Edisi Sabtu, 12 Juli 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar