Saat
menjalani masa pengasingan di Bengkulu, Soekarno selalu bersalat di Masjid
Jamik. Masjid itu menjadi tempat favorit presiden pertama Republik Indonesia
untuk beribadah. Bahkan, Soekarno ikut merehabilitasi bangunan Masjid Jamik.
“Saat
diasingkan di Bengkulu pada 1938-1942, beliau senantiasa salat berjamaah di
masjid ini. Soekarno juga menilai masjid ini masih perlu direnovasi. Hingga
kemudian, diperbaikilah kerusakan masjid,” kata imam besar Masjid Jamik
Bengkulu Ahmad Shadikin.
Masjid
Jamik didirikan saat Islam masuk di Bengkulu pada abad ke-19. Hanya, belum
jelas siapa sebenarnya yang membangun masjid berukuran 4.000 meter kubik
tersebut. Berdasar cerita, tempat itu dibangun wali dari Pulau Jawa yang
menyebarkan agama Islam di Bengkulu.
Masjid
Jamik, menurut catatan sejarah, mulanya berada di Kelurahan Bajak. Yakni, di
sekitar makam Sentot Alibasyah Prawirodirjo (panglima perang lascar Pangeran
Diponegoro). Sekitar awal abad ke-18, masjid dipindahkan ke Jalan Soeprapto.
Awalnya,
bentuk Masjid Jamik sangat sederhana. Pada saat itu, bahan atau materialnya
berupa kayu, beratap daun rumbia, dan berlantai sangat sederhana. Karena itu,
jika musim hujan tiba, seringkali daerah sekitar masjid becek dan kotor.
“Hancur
karena sekian ratus tahun tidak lagi terurus. Makin banyak kuburan sehingga
lokasinya sempit. Bangunan surau lamo
itu sangat sederhana dengan ukuran 6 x 8 meter,” jelas Ahmad.
Masjid
Jamik tersebut merupakan satu-satunya masjid pertama dan terbesar di Bengkulu.
Sejak pertama dibangun sampai saat ini, Masjid Jamik tidak berubah, terutama
bentuk dan ciri khas. Hanya ukurannya yang diperluas.
Masjid
tersebut terdiri atas tiga bangunan inti yang saling menyatu. Yakni, bangunan
inti, serambi, dan tempat wudhu. Bangunan inti berukuran 14.65 x 14,64 meter
dengan 3 pintu masuk. Dalam bangunan inti terdapat mihrab (tempat imam) dengan
lebar 1,60 meter dan panjang 2,50 meter.
Bangunan
tempat wudhu berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran 8,80 x 5,55 meter.
Bangunan tersebut terbuat dari pasangan batu dengan fondasi batu karang.
Di
bagian kanan mihrab terdapat mimbar dari pasangan batu dengan dua atap kubah.
Kubah itu terbuat dari seng aluminium dengan empat anak tangga.
“Ada
sedikit perubahan ukuran. Tapi, bentuk tekstur bangunannya tetap asli, itu ciri
khas Masjid Jamik. Sampai sekarang, tiang dan dinding masjid masih menggunakan
material dari tanah liat campuran batu karang,” papar Ahmad.
Sebagian
yang lama tetap dipertahankan. Dinding ditinggikan 2 meter, sedangkan lantai
dinaikkan 30 senitmeter. Desain rancangan khusus Soekarno adalah atap dan
tiang-tiang masjid.
Ciri
khas masjid tersebut adalah atapnya berbentuk dan bertingkat tiga yang
melambangkan iman, Islam, dan ihsan. Masjid itu memadukan corak arsitek Jawa
dan Sumatera. Pada bagian tertentu, tampak pilar dengan ukiran ayat-ayat suci
atau pahatan kuning emas berbentuk sulur di bagian atas.
Halaman
masjid tersebut berbentuk segitiga sesuai dengan lahannya dan dipagar besi
dengan pilar pasangan batu berwarna hitam. Memasuki halaman itu, suasana hijau
dan sejuk akan terasa. Sebab, berbagai taman yang indah membuat umat muslim
betah berlama-lama.
Tiang
masjid dibuat dari tanah liat dengan kerang-kerang kecil yang dihaluskan.
Perekatnya memakai putih telur. Meski tidak mengunakan semen dan sudah dua kali
diguncang gempa berskala tinggi. Masjid Jamik tidak roboh atau retak. (tew/JPNN/c14/diq)
Sumber:
JAWA POS Edisi Kamis, 10 Jul 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar