Pulau
Bacan merupakan salah satu di antara gugusan Kepulauan Maluku yang terdapat di
sebelah barat daya Pulau Halmahera. Bacan, selain terkenal dengan rempah-rempah,
hasil laut, dan dikenal sebagai daerah penghasil batu bacan yang kesohor ke
seantero Indonesia ini, juga kaya akan nilai sejarah dan warisan budaya. Salah
satu bentuk peninggalan sejarah dan warisan budaya yang terdapat di Pulau Bacan
adalah benteng Barnaveld atau Fort
Oldebarneveld te Batjan op de Molukken, biasanya disingkat menjadi Fort Barnaveld saja.
Benteng
Barnaveld terletak di Jalan Benteng Barnaveld RT.04 RW.08 Kelurahan Amasing
Kota, Kecamatan Bacan, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara.
Lokasi benteng ini berada di samping kanan perguruan milik Yayasan Al Khairaat.
Ketika bangsa Portugis tiba di Maluku, Bacan merupakan salah satu dari empat kerajaan besar yang ada di Maluku, atau yang dikenal dengan Kesultanan Moloku Kie Raha (Kesultanan Empat Gunung di Maluku).
Bangsa
Portugis sebelum mengunjungi kawasan ini menyebutnya dengan Kepulauan
Rempah-Rempah (spice island).
Penyebutan ini, dalam abad pertengahan, diberikan sebelum orang Barat
mengetahui secara pasti lokasi negeri asal rempah-rempah yang mereka konsumsi.
Thome
Pires dalam bukunya, Suma Oriental: an
Account of the East, from the Red Sea to Japan, -yang ditulis di Malaka dan
diselesaikan di India antara 1512-1515 - dalam M. Adnan Amal (2006)
diceriterakan bahwa tanah asal tanaman cengkih (eugenia aromatica) adalah lima pulau kecil di Maluku, yaitu
Ternate, Tidore, Moti, Makian dan Bacan. Sementara tanah asal pala (myristica fragrans) adalah Banda, tetapi
di Bacan juga tumbuh pohon tersebut, yang mungkin disebarkan ke sana oleh
burung atau manusia.
Pada
abad pertengahan, rempah-rempah masih merupakan barang mewah di Eropa yang
bernilai sangat mahal. Karena harga jualnya yang sangat tinggi di pasaran
Eropa, tidaklah mengherankan jika para pedagang berusaha mati-matian membawanya
ke sana, sekalipun dengan resiko tinggi yang mesti dihadapi sepanjang jalur
perniagaan.
Di
kalangan bangsa Eropa ketika itu, Spanyol dan Portugis merupakan pesaing keras
dalam upaya menemukan daerah-daerah penghasil rempah-rempah tersebut, baru
disusul oleh Belanda.
Pada tahun 1558 bangsa Portugis datang dan bermukim di Labuha, mereka mendirikan sebuah benteng kecil. Tidak lama benteng ini dibangun, bangsa Spanyol datang berdagang di benteng ini, alih-alih berdagang benteng ini justru direbut oleh Spanyol dari Portugis. Tahun 1609 Laksamana Muda Simon Hoen bersama dengan Sultan Ternate menuntut kepada bangsa Spanyol agar benteng ini diserahkan kepada mereka.
Tuntutan
mereka ini tidak menunggu waktu untuk dipenuhi, benteng tersebut kemudian
direnovasi dan diperkuat atas gagasan Hoen, Louis Schot dan Jan Dirkjzoon.
Empat bastion kemudian dibangun dan menamai benteng ini dengan nama Barnaveld.
Ketika
dikuasai Belanda pada tahun 1609, benteng ini dipugar dengan kapur dan batu. Di
tengah-tengah benteng dibangun sebuah rumah yang kokoh dengan atap dari rumput
kering dan ruangan bawah tanah dengan dinding setebal satu kaki. Di sekitar
benteng ditemukan batu prasasti besar dengan tulisan Latin dan di bagian kanan
batu prasasti tersebut terdapat tanda keluarga Pieter Both, Gubernur Jenderal
pertama VOC.
Benteng
berbentuk segi empat dilengkapi dengan tembok pertahanan yang rendah. Pada
tembok pertahanan ini ditempatkan masing-masing sebuah bastion lengkap dengan
meriam (sekarang tinggal empat buah meriam saja). Pintu gerbang utama dibangun
berbentuk melengkung, menghadap ke arah Sungai Amasing yang konon menjadi pintu
masuk ke Teluk Labuha yang menghadap ke Selat Bacan.
Benteng
pernah diperluas dan dilengkapi dengan sebuah sumur dan sebuah tangga dari
batu. Kemudian di dalamnya terdapat bangunan-bangunan kolonial lain sebagai
pendukung aktivitas dalam benteng tersebut.
Pada
waktu ditinggalkan oleh Belanda, benteng ini tidak terurus dan sempat
diselimuti oleh semak belukar serta beberapa pohon beringin besar. Namun,
ketika penulis berkunjung ke benteng tersebut merasa lega karena pada saat itu
sedang dilakukan pemugaran benteng Barnaveld oleh Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan melalui Balai Pelestarian Cagar Budaya Ternate dengan nomor kontrak
258/BPCB.TTE/2014 Tanggal 19 Mei 2014 dengan jangka waktu 120 hari kalender.
Nilai kontraknya sebesar Rp 558.100.000,- yang bersumber dari APBN, dan
kontraktor pelaksananya adalah CV. Iyan’s Pratama. *** [141014]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar