The Story of Indonesian Heritage

Museum BPK

Museum Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia merupakan museum umum milik Pemerintah Pusat. Sebagai museum umum, museum ini dikelola oleh BPK Perwakilan Provinsi Jawa Tengah pada unit kerja Sub Bagian Umum. Sementara itu, bangunan yang digunakan sebagai museum berstatus pinjam pakai. Artinya, BPK hanya meminjam dan memakai salah satu gedung dan sebagian ruangannya untuk museum. Aset tanah dan gedungnya tetap milik hak pakai pemerintah daerah Tingkat I Provinsi Jawa Tengah melalui Kantor Badan Koordinasi Wilayah II (Bakorwil) II Kedu dan Surakarta.
Museum ini terletak di Jalan Diponegoro No. 1 Kelurahan Magelang, Kecamatan Magelang Tengah, Kota Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Lokasi museum ini berada di dalam kompleks Kantor Bakorwil II Kedu dan Surakarta atau eks Karesidenan Kedu.
Ide awal untuk membangun museum BPK ini sebetulnya sudah ada sejak kepemimpinan BPK dipegang oleh M. Yusuf, namun baru terealisasi pada masa kepemimpinan J.B. Sumarlin. Dipilihnya Kota Magelang untuk lokasi museum ini karena kota ini mempunyai nilai sejarah bagi lahirnya BPK. Seperti diketahui bahwa setelah pemerintah menerbitkan Penetapan Pemerintah 1946 No. 11/OEM tertanggal 28 Desember 1946, maka BPK secara resmi didirikan pada Januari 1947.
Pada hari yang sama, Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Keputusan (SK) pengangkatan R. Soerasno sebagai Ketua BPK, Dr. Aboetari sebagai Anggota, dan Djunaedi sebagai Sekretaris BPK. Ketiganya mulai bekerja per 1 Januari 1947 bersamaan dengan pendirian BPK tersebut.


Awalnya, Kantor BPK menempati bekas Gedung ANIEM (Algemeene Nederlandsch-Indische Electriciteits Maatschappij). Gedung ANIEM adalah bekas kantor perusahaan listrik umum Hindia Belanda, yang sekarang telah berubah menjadi sekolah yang dikelola oleh Yayasan Pendidikan Kristen Pantekosta di Jalan Tentara Pelajar No. 64 Kelurahan Cacaban, Kecamatan Magelang Tengah.
Tak berselang lama di gedung tersebut, Kantor BPK dipindahkan ke Gedung Bea Cukai Magelang yang berada di Jalan Diponegoro No. 36, yang masih satu kompleks dengan eks Karesidenan Kedu. Kemudian setelah Agresi Militer I Belanda, Kantor BPK kembali berpindah tempat. Kantor yang kemudian menjadi Kantor BPK berada di bangunan sayap sebelah kiri di Gedung Karesidenan Kedu. Pada saat itu, BPK hanya menempati dua ruangan.
Tak lama dari sana, Kantor BPK kembali dipindahkan ke Gedung Klooster yang terletak di Jalan Ahmad Yani No. 20 Kelurahan Panjang, Kecamatan Magelang Tengah. Klooster dalam bahasa Indonesia berarti biara, atau tempat para suster misionaris belajar dan bertempat tinggal. Gedung tersebut sekarang pengelolaannya diserahkan kepada Yayasan Pendidikan Tarakanita Magelang.
BPK berkantor di Magelang tak lama. Pada September 1947, BPK membuka kantor cabangnya di Yogyakarta. Tak berselang lama, Pemerintah pada 6 November 1947 menerbitkan Penetapan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1948 tentang Kedudukan BPK. Berdasarkan Penentapan Pemerintah tersebut, kedudukan BPK Pusat dipindahkan ke Yogyakarta. Mengingat, pada saat itu, seluruh kementerian dan kantor-kantor pemerintahan penting lainnya telah berada di Yogyakarta. Sekarang, BPK Pusat menetap di Jakarta.


Dalam Nota Kesepakatan Bersama antara Pemda Tingkat I Provinsi Jawa Tengah dengan BPK pada Jumat, 4 April 1997, sekitar delapan bulan sebelum peresmian museum BPK ini di Magelang, pihak Pemda Tingkat I Provinsi Jawa Tengah selaku pihak yang punya hak atas gedung eks Karesidenan Kedu, bersedia meminjamkan kepada BPK sebagian gedung dan ruangannya, yang dulu pernah menjadi Kantor BPK sebagai Museum BPK. Padahal, gedung dan ruangan tersebut saat itu sudah digunakan sebagai Gedung Dharma Wanita Sub Unit Kantor Pembantu Gubernur Wilayah Kedu di Magelang.
Akhirnya, Museum BPK berhasil diwujudkan, dan diresmikan pada 4 Desember 1997 oleh Prof. J.B. Sumarlin selaku Ketua BPK pada saat itu. Semula hanya dua ruangan yang digunakan, namun pada waktu itu BPK mengajukan permohonan lagi utnuk penambahan dan perluasan ruangan museum. Dua ruangan tambahan sebelumnya ditempati Kantor Kelistrikan Desa Cabang Kedu. Sehingga akhirnya, dua ruangan tersebut dikosongkan dan dialihkan penggunaannya untuk penambahan dan perluasan Museum BPK.
Dengan demikian, sekarang ini Museum BPK menempati ruangan yang memiliki panjang 29,95 meter dan lebar 19,5 meter. Ruangan-ruangan tersebut berada di bangunan sayap kiri kompleks Karesidenan Kedu. Jika dilihat dari lokasi alun-alun Kota Magelang, posisinya berada di sebelah kanan kompleks eks Karesidenan Kedu. Tepat setelah memasuki gapura Bakorwil II Kedu dan Surakarta.
Museum BPK, seperti museum-museum kebanyakan, memiliki beberapa ruang pameran untuk memajang koleksi-koleksi yang dimiliki.

Ruang Pamer 1
Ruang Pamer 1 berada di bagian depan, memiliki ukuran panjang 16, 3 meter dan lebar 6 meter. Di ruang ini ditampilkan koleksi foto dan lukisan batik. Koleksi foto yang dipasang pada ruang ini, mengenai sejarah perjalanan BPK sendiri, pada waktu BPK berkantor di magelang, Yogyakarta, Bogor sampai berkantor di Jakarta.
Lukisan batik yang dipasang lumayang besar. Lukisan batik ini dibuat oleh Koeswadji (almarhum) pada tahun 1980 atas ide Ketua BPK periode 1973-1983, Umar Wirahadikusumah. Lukisan tersebut mempunyai makn filosofi yang terjabarkan dalam segmen-segmen yang tersirat dalam lukisan tersebut. Lukisan tersebut menggambarkan filosofi Pelaksanaan Tugas Pokok BPK dan mengilhami motto BPK: Tri Dharma Arthasantosha.

Ruang Pamer 2
Ruang pamer 2 adalah ruang pamer berikutnya setelah ruang pamer 1. Ruang ini berukuruan 8 x 6,05 meter. Ruang ini menampilkan meja dan kursi Ketua BPK pada waktu berkantor di Karesidenan Kedu tahun 1947, mesin ketik yang terletak di atas meja, pesawat telepon dan kamera. Jumlah semuanya ada 14 item.
Baik meja, kursi, almari, mesin ketik dan pesawat telepon diletakkan seperti ketika BPK berkantor di ruangan ini.

Ruang Pamer 3
Ruang pamer 3 adalah ruang pamer berikutnya setelah ruang pamer 2. Ruang ini berukuran 6,05 x 4,35meter. Di ruang ini ditampilkan patung Ketua BPK pertama R. Soerasno, tanda pangkat, dan bendera-bendera daerah (pattaka).
Pattaka yang ada di museum ini merupakan simbol yang menunjukkan luas wilayah pemeriksaan BPK.

Ruang Audio Visual
Dalam ruang audio visual , para pengunjung akan disuguhi tontonan sejarah BPK dan selayang pandang perjalanan BPK secara audio visual.
Audio visual merupakan penjelasan koleksi-koleksi di museum ini. Audio visual digunakan agar masyarakat mengetahui BPK secara utuh. Tidak hanya barang-barang koleksi yang ada di sini saja tetapi juga BPK itu apa, tugasnya seperti apa, dan lain-lain.

Kepustakaan:
Buku Museum BPK Bercerita yang diperbanyak oleh BPK Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Jawa Tengah, 2011
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami