Bustanussalatin
merupakan salah satu kitab gubahan Syeikh Nuruddin Ar-Raniry. Nuruddin
Ar-Raniry merupakan seorang muslim yang berasal dari Hadhrami, India, yang nama
lengkapnya adalah Nuruddin Muhammad bin Ali bin Hasanji bin Muhammad Hamid
ar-Raniri al-Quraisyi Asy-Syafii. Naskah tersebut ditulis atas permintaan
Sultan Iskandar Tsani (1636-1641 M). Beliau datang dari Ranir (sekarang Rander)
di Gujarat dan tiba di Aceh pada 6 Muharram 1047 H (31 Mei 1637). Penulisannya
dimulai pada tanggal 4 Maret 1638 dengan nama lengkap Bustanussalatin fi zikril awwalin wal akhirin.
Rusell
Jones dalam Nuruddin ar-Raniri Bustanu’s-Salatin
Bab IV Fasal 1 (Hasanuddin Yusuf Adan, 2013:91) memperkirakan bahwa
Nuruddin Ar-Raniry belajar bahasa Melayu di Mekkah dalam tahun 1621 ketika
mengunjungi tanah suci untuk menunaikan rukun Islam yang kelima. Perkiraan lain
menyatakan bahwa beliau pernah tinggal di sebuah negeri Melayu sebelum pergi ke
Aceh atau dia telah belajar bahasa Melayu di Gujarat dan diperkirakan ibunya
adalah seorang bangsa Melayu.
Bustanussalatin
yang artinya taman raja-raja dibangun sebagai taman Kesultanan Aceh. Sudah ada
sejak berdirinya Kerajaan Aceh Darussalam pada tahun 1514 M. Terletak di
sepanjang Krueng Daroy yang melintasi Gunongan, Pinto Khop, Kandang, hingga ke
Pulau Gajah dan Masjid Raya.
Di
dalamnya banyak ditumbuhi pohon-pohon buah, bunga dan sayuran yang khasiatnya
bermacam-macam. Dulu luasnya hampir sepertiga Kota Banda Aceh.
Beberapa
bangunan yang terdapat dalam taman Bustanussalatin, dibangun pada masa Sultan
Iskandar Muda di antaranya, Gegunongan Menara Permata (Gunongan) yang dibangun
untuk istri Sultan Iskandar Muda yang dari Pahang ataun yang lebih dikenal
Putroe Phang. Taman Ghairah (Taman Sari) dibangun oleh Sultan Iskandar Muda
dengan maksud menjadikan Bandar Aceh Darussalam sebagai Taman Firdaus.
Di
dalam taman ini dahulu ditanam sekitar 50 jenis tanaman bunga dan 50 jenis
tanaman buah-buahan khas Aceh. Di taman ini juga dibina beragam sarana hiburan
para sultan yang hingga kini masih dapat dilihat di antaranya Krueng Daroll ski
atau Krueng Daroy yang membelah taman, Gunongan, Kandang Sultan Alauddin
Mughayatsyah Iskandar Tsani, Patarana Sangga dan Pinto Khop yang merupakan
pintu masuk ke Taman Ghairah.
Naskah
dalam kitab ini terdiri dari 7 (tujuh) bab dan 40 pasal, yaitu:
Bab pertama, terdiri dari 10 fasal yang
menerangkan tujuh petala langit dan tujuh petala bumi beserta isi semuanya,
mulai dari persoalan Nur Muhammad, Lauh al-Mahfudz, kalam pencatat amal
manusia, ‘Arsy (singgasana di surga
dengan semua bagiannya), kerusi
(singgasana Tuhan), liwa ul-Hamd
(bendera keselamatan di surga ke tujuh), para malaikat, sidratul-muntaha (pohon di surga ke tujuh yang setiap daunnya sama
dengan kehidupan satu orang yang gugur apabila orang itu mati), dan tujuh lapis
langit.
Bab kedua, terdiri dari 13 fasal yang
menceriterakan tentang sejarah para nabi dan raja yang terdiri dari nabi-nabi
mulai dari Nabi Adam a.s. sampai kepada Nabi Muhammad SAW; raja-raja Parsi
sampai kepada zaman Umar, raja-raja Rum sampai kepada zaman Nabi Muhammad SAW,
raja-raja Mesir sampai kepada zaman Iskandar Zulkarnain; raja-raja Arab sebelum
Islam; raja-raja Najd sampai kepada zaman Nabi Muhammad SAW; sejarah Nabi
Muhammad SAW, dan khalifah ar-Rasyidin; sejarah bangsa Arab di bawah kaum
Umayyah; sejarah bangsa Arab di bawah kaum Abbasiyah; sejarah raja-raja Islam
Delhi; sejarah raja-raja Melaka dan Pahang; dan sejarah raja-raja Aceh.
Bab ketiga, terdiri dari 10 fasal yang
menceriterakan tentang raja-raja yang adil dan menteri-menteri serta
pembesar-pembesar yang arif dan bijaksana.
Bab keempat yang terdiri dari 2 fasal
menceriterakan tentang segala raja-raja yang bertapa (menyunyikan kediamannya
atau ibadahnya), dan segala aulia yang salihin.
Bab kelima, terdiri dari 2 fasal yang menyatakan
tentang perkara-perkara para raja dan menteri yang dzalim, yang menganiaya
rakyat mereka.
Bab keenam, terdiri dari 2 fasal yang
menyatakan segala orang yang murah lagi mulia dan segala orang berani yang
besar.
Bab ketujuh, sebagai bab terakhir yang
menceriterakan tentang akal, ilmu, firasat, qiafat, ilmu ketabiban, sifat-sifat
perempuan serta hikayat-hikayat yang ajaib dan jarang terjadi. Bab yang terdiri
dari 5 fasal ini kadang-kadang nampak menjadi sebuah bab tersendiri dengan nama
Bustanul Arifin (taman orang-orang
yang arif).
Naskah
Bustanussalatin mempunyai pengaruh besar dalam sejarah dan kesusasteraan Melayu
dan Aceh. Salah satu bab dari Bustanussalatin mengisahkan sejarah Aceh secara
detail, termasuk silsilah para raja dan penegakan hukum pada masa kesultanan
Aceh. Nuruddin Ar-Raniry juga menggambarkan kemegahan dan keindahan Dar Al-Dunya dan taman Bustanussalatin.
Dari naskah ini pula diketahui segala gambaran tentang keindahan bangunan,
tanaman, dan Darul Isyki (Krueng
Daroy) yang terdapat dalam Bustanussalatin. Dan segala peristiwa dan perayaan
yang diadakan di dalam maupun di luar taman kerajaan. Seperti perayaan Idhul
Adha pada masa Sultan Iskandar Tsani yang gambarannya ada dalam lukisan AD
Firous. *** [020415]
Kepustakaan:
Hasanuddin Yusuf Adan, 2014. Islam dan Sistem
Pemerintahan di Aceh Masa Kerajaan Aceh Darussalam, Banda Aceh: Yayasan PeNA
sangat bermanfaat terimakasih banyak bapak...
BalasHapusTerima kasih telah berkunjung di blog kekunaan ini ... Bang Feri Ilhamni. Semoga bermanfaat.
BalasHapus