Pohon
Köhler
(Köhlerboom)
merupakan pohon besar dan menjulang yang tumbuh di halaman Masjid Baiturrahman Banda Aceh. Lokasinya berada di dekat pintu masuk ke halaman masjid dari Pasar Aceh yang berada di sebelah utara masjid.
Terdengarnya
memang agak aneh namun sesungguhnya pohon tersebut banyak dijumpai di
Indonesia. Ada yang menyebutnya dengan nama pohon kepuh atau pranajiwa (Jawa),
halumpang (Batak), kepah (Bali), kelompang (NTT), kalupa
(Bugis),dan kailupa furu (Maluku Utara).
Sedangkan, masyarakat Aceh mengenal pohon tersebut dengan nama pohon geulumpang.
Pohon
geulumpang dalam bahasa Latin disebut
Sterculia foetida Linn. Pohon
geulumpang mempunyai batang yang tinggi hingga mencapai 40 meter dengan
diameter batang bagian bawah hingga mencapai 3 meter. Cabang-cabang tumbuh
mendatar dan berkumpul pada ketinggian yang sama, serta bertingkat-tingkat.
Daunnya berupa daun majemuk menjari berbentuk jorong dengan ujung dan pangkal
yang runcing. Panjang daunnya berkisar antara 10-17 cm. Bunganya terdapat di
ujung batang, dan buah dari tanaman ini besar agak lonjong sekitar 7-9 cm
dengan lebar sekitar 5 cm. Kulit buahnya tebal dan keras dengan warna merah
kehitaman.
Habitat
pohon geulumpang ini adalah dataran
rendah hingga ketinggian sekitar 500 meter di atas permukaan laut, terutama di
daerah kering. Persebaran pohon geulumpang
ini sangat luas, mulai dari Afrika
bagian timur, Asia Selatan, Asia Tenggara, hingga Australia.
Pohon
geulumpang ini memiliki pelbagai
khasiat, mulai untuk obat-obatan, kosmetika, pewarna alami, korek api hingga
bahan untuk biofuel.
Namun siapa sangka, bila pohon geulumpang yang terdapat di halaman Masjid Baiturrahman tersebut melegenda dengan nama pohon Köhler. Hal ini tidak terlepas dari catatan sejarah dalam Perang Aceh.
Madelon
Hermine Szekely Lulofs dalam bukunya, “Cut
Nyak Din: Kisah Ratu Perang Aceh” (2010), mengisahkan bahwa 22 Maret 1873
merupakan hari yang paling menentukan dalam sejarah Aceh. Di lepas pantai Ulee
Lheue terlihat empat buah buah kapal sedang lepas jangkar. Awalnya, penduduk di
sana berpikir bahwa kapal itu membawa bala bantuan dari Turki yang dijemput
oleh Habib Abdurrahman untuk menghadapi Belanda. Setelaj melihat bendera tiga
warna berkibar di kapal itu, barulah rakyat menyadari jika yang datang adalah
kapal Belanda.
Sebelum
melakukan penyerangan, pihak Belanda mengirim surat kepada Sultan Aceh, Mahmud
Syah. Setelah proses surat menyurat gagal memperoleh kesepakatam, akhirnya pada
26 Maret 1873 Belanda menyatakan perang kepada Aceh, dan mulai melepaskan
tembakan meriam ke daratan Aceh dari kapal perang Citadel van Antwerpen ang dipimpin ole Komisaris Niewenhuyzen. Kemudian
Niewenhuyzen mengirim tentaranya pada 8
April 1873 di bawah pimpinan Johan Harmen Rudolf Köhler. Köhler saat itu membawa 3.198 tentara.
Sebanyak 168 di antaranya para perwira.
Setelah
berhasil merangsek masuk, akhirnya pasukan Belanda tiba di tembok tinggi yang
merupakan gerbang Masjid Raya Baiturrahman. Mereka mengira bahwa gerbang itu
adalah bagian dari istana. Upaya mereka untuk memasuki gerbang itu
dihalang-halangi oleh pejuang Aceh. Kemudian pasukan Belanda menembaki masjid
itu dengan peluru api,a akhirnya masjid kebangggan rakyat Aceh saat itu
terbakar pada 14 April 1873. Pagi itu pula Mayor Jenderal Johan Harmen Rudolf Köhler
yang sedang berdiri di atas tembok sumur masjid yang telah terbakar, dengan
menginspeksi dari jurusan mana untuk menggempur Kraton Daruddunya (Jantung Hati Kerajaan Aceh).
Konon,
pada saat menginspeksi inilah, Köhler kena tembak oleh salah seorang
pejuang Aceh. Teuku Njak Radja Lueng Bata, anak murid Tgk. Chik Lueng Bata,
dalam posisi merunduk melepaskan tembakan dari jarak 100 meter dan mengenai
jantung sang Mayor Jenderal. Mayor Jenderal Johan Harmen Rudolf Köhler,
sebelum menghebuskan nafas terakhirnya di bawah pohon geulumpang sambil berucap “Oh
God, Ik ben getroffen” (Oh Tuhan, Aku kena).
Untuk
menandai peristiwa tewasnya Köhler ini, pada 14 Agustus 1988
Guberrnur Aceh, Ibrahim Hasan, membuat sebuah monumen peringatan di tempat
tewasnya Köhler,
yaitu di bawah pohon geulumpang di
halaman Masjid Raya Baiturrahman. Bermula dari lokasi tewasnya Köhler
ini pula, pohon geulumpang yang
menjadi saksi bisu meninggalnya Köhler dikenal sebagai pohon Köhler.
*** [020415]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar