Di
Indonesia, banyak berdiri perusahaan rokok dari yang skala kecil maupun yang
skala besar. Banyaknya perusahaan rokok ini secara otomatis menyebabkan
persaingan yang sangat ketat di antara perusahaan rokok tersebut, sehingga
perusahaan rokok dituntut untuk kreatif dalam manajemen maupun pemasarannya.
Sejarah juga telah mencatat bahwa banyak juga perusahaan rokok yang pernah
eksis tapi harus gulung tikar karena kurang laku dalam pemasarannya.
Di
Indonesia sendiri ada empat kota besar sebagai produses rokok terkemuka, yaitu
Kudus, Kediri, Surabaya, dan Malang. Salah satu industri rokok besar yang mampu
bertahan sampai sekarang adalah Bentoel Group. Bentoel merupakan industri rokok
yang dirintis oleh Ong Hok Liong.
Ong
Hok Liong lahir di Karang Pacar, Bojonegoro, Jawa Timur, pada 12 Agustus 1893.
Ong Hok Liong merupakan anak tertua dari tujuh bersaudara dari pasangan Ong
Hing Tjien dan Liem Pian Nio. Mereka keluarga tua Tiongkok, yang tak pernah
tahu kampung halaman leluhurnya di Tiongkok. Mereka lahir di Jawa, tumbuh di
Jawa, besar di Jawa dan terikat pada budaya Jawa.
Nafkah
mereka pun berasal dari Jawa. Sebagai kepala keluarga, Ong Hing Tjien
menghidupi keluarganya dari berdagang tembakau. Dia berkeliling dari satu kampung
ke kampung lainnya, dari satu desa ke desa lainnya. Ong Hok Liong sering diajak
serta ketika masih kecil.
Ong
Hok Liong tentu merasa pahit-getirnya bisnis tembakau. Tapi dia sudah terlanjur
mencintai dan menjadikan tembakau sebagai bagian hidupnya. Kelak, keterikatan
seperti inilah yang memompa terus semangatnya untuk tetap menggeluti tembakau.
Baginya, tembakau ibarat takdir yang tak bisa ditolak.
Di
luar menemani bisnis ayahnya, Ong Hok Liong semasa remaja sempat membantu
gurunya mengajar di kelas. Itu selepas dia menjalani pendidikan kelas lima
sekolah dasar. Tak ada catatan tahun, apalagi prestasinya dalam mengajar.
Apapun, pengalaman ini tampaknya begitu membekas di hati yang dia buktikan
nanti menjelang ajal tiba.
Tidak
semua pengalaman masa remajanya penuh dengan catatan bagus sebagai pekerja
keras. Ong juga mempunyai kebiasaan jelek. Dia gemar berjudi. Sebagian anggota
keluarganya memakhluminya kalau tabiat itu berasal dari tekanan jiwanya
lantaran terlampau keras bekerja. Ong Hok Liong perlu hiburan untuk melepas
lelah.
Ong
Hok Liong berusaha menghentikan kebiasaan jeleknya. Namun, niatnya selalu
terantuk oleh ajakan teman-temannya. Dia tak bisa menolak bila diajak oleh
teman-temannya tersebut. Jalan terbaik baginya adalah meninggalkan kampung halamannya,
sebagaimana disarankan istrinya Liem Kiem Kwie Nio, putri sulung dari sepuluh
bersaudara dari keluarga pengusaha Liem Tek Bie. Mereka menikah dalam usia
muda. Ong Hok Liong belum lagi 17 tahun, dan istrinya lima tahun lebih muda.
Niat
Ong untuk meninggalkan kampung halaman semakin besar, seiring tanggung jawab
yang juga makin besar. Dia diserahi ayahnya untuk mengurusi bisnis tembakau.
Dan ini bukan pekerjaan mudah. Setiap pagi, Ong Hok Liong harus bangun pukul
dua dini hari, meninggalkan istri dan anaknya yang masih kecl, Mariani, untuk
keliling desa di wilayah Bojonegoro.
Ong
Hok Liong akhirnya menerima saran sang istri. Mereka pindah ke Desa Sugih
Waras, masih di wilayah Bojonegoro. Ternyata kepindahan Ong Hok Liong ini,
belum bisa menghindar dari dunia judi. Teman-temannya masih datang ke sana,
hingga Ong Hok Liong memutuskan untuk pindah lagi ke Desa Sumber Rejo. Di desa
ini pun, godaan judi tak pernah henti. Liem Kiem Kwie Nio tampaknya sudah tak
tahan. Dia memaksa suaminya untuk pindah ke tempat yang lebih jauh.
Pada
1910, Ong Hok Liong pergi ke Malang untuk mengadu nasib. Kota ini cocok
baginya. Di sini, Ong Hok Liong berdagang palawija dan tembakau. Tahun 1921,
Ong Hok Liong memboyong istri dan anak mereka yang pertama Mariani. Mereka
menyewa sebuah rumah di Jalan Pecinan Kecil, yang sekarang dikenal sebagai
Jalan Wiromargo.
Langkah
awal setelah memperoleh tempat tinggal tetap di Malang bersama keluarganya, Ong
Hok Liong membuka toko palawija dan tembakau di Pasar Besar. Ong Hok Liong
tidak sendirian menjalankannya. Dia dibantu istinya. Dan seiring kesibukannya,
putri sulung mereka, Mariani, yang kini sudah besar ikut membantu kedua
orangtuanya. Rezeki dari beras mengalir mengisi pundi-pundi mereka. Sebagian
keuntungannya ditabungnya. Dari tabungan inilah, Ong Hok Liong dapat membeli
rumah yang ditempatinya pada 1925. Pada 1928, kelahiran anak keduanya, Rudy
Ong, menambah kebahagiaan keluarga tersebut.
Di
sela-sela usahanya dalam perdagangan palawija dan beras, Ong Hok Liong kembali
menekuni liku-liku bisnis tembakau sebagaimana yang dia pelajari dari ayahnya
sejak kecil. Ketekunan Ong Hok Liong membuahkan tekad untuk mendirikan
perusahaan rokok. Ong Hok Liong beruntung menikahi Liem Kiem Kwie Nio. Dia tahu
bagaimana memutarkan uang keluarga, selain selalu menyiapkan diri untuk
berkorban saat suami membutuhkan modal, itu pula dilakukannya ketika Ong Hok
Liong membutuhkan modal awal untuk pabriknya. Liem Kiem Kwie Nio menggadaikan
perhiasan emasnya.
Merasa
masih belum cukup modalnya, Ong Hok Liong menghubungi sanak saudaranya. Ong Hok
Liong menceriterakan maksudnya sekaligus meyakinkan prospek pabrik rokok.
Mereka berhasil diyakinkan hingga memberi bantuan modal agar Ong Hok Liong bisa
mewujudkan impiannya.
Tahun
1930, impian Ong Hok Liong menjadi kenyataan. Dia mendirikan pabrik rokok di
rumahnya. Ong Hok Liong memberi nama Stroojes-fabriek
Ong Hok Liong. Awalnya, Ong Hok Liong memproduksi rokoknya secara
tradisional yang dibantu oleh tetangganya, Tjoa Sioe Bian, dengan melintingnya
satu demi satu untuk kemudian diedarkan dengan sepeda onthel di kota itu.
Sewaktu
merintis pabriknya rokoknya, ternyata hidup Ong Hok Liong masihlah sulit karena
produk awal rokoknya yang diberi merek Burung,
Kendang, Klabang, Turki dan Jeruk
Manis kurang laku di pasaran. Kesulitan ini semakin parah sekitar tahun
1935, karena ekonomi dunia dilanda krisis yang dikenal dengan malaise.
Kondisi
ini membawa Ong Hok Liong melakukan “tirakat” di Gunung Kawi dengan beriziarah
ke makam keramat Mbah Djunggo dan dilanjutkan dengan bersemedi. Di saat
melakukan semedi yang cukup panjang ini, konon Ong Hok Liong melihat banyak
penjual bentoel atau talas
berbondong-bondong lewat. Kejadian ini lalu dikonsultasikan kepada penjaga
makam keramat tersebut, dan Ong Hok Liong dianjurkan untuk menggunakan merek
Bentoel sepulang dari Gunung Kawi. Ong Hok Liong mulai mengubah semua kemasan
rokok Jeruk Manis menjadi rokok Bentoel sesampainya di Malang usai melakukan
semedi tersebut. Bentoel, akhirnya berkembang pesat. Pasar makin melebar,
kebutuhan akan produksi rokok makin tinggi. Ong Hok Liong memerlukan tempat
lebih luas lagi untuk menambah kapasitas produksi rokoknya. Dia melirik halaman
belakang tempat tumbuhnya pepohonan, mulai jambu sampai mangga. Ia menebang
semuanya, kecuali pohon belimbing dan sawo. Tepat di atas lahan tebangan, Ong
Hok Liong mendirikan sebuah bangunan. Seluruh proses produksi rokok dipindahkan
ke bangunan baru. Ruangan yang masih kosong dijadikan gudang rokok.
Konsekuensi
ini juga merambah dalam manajemen. Dari Strootjes-fabriek
Ong Hok Liong kemudian menjadi Hien
An Kongsie di mana Liem Hock Soen (Benson Salim) adik iparnya diangkat
sebagai Direktur Utama dan Sie Twan Tjing (Samsi), menatunya, sebagai Wakil
Direktur Utama dari Hien An Kongsie
sedangkan Ong Hok Liong sendiri tetap sebagai pemilik dan “pengawal” pabrik.
Sedikitnya ada 12 buruh dilibatkan untuk mengoperasikan pabrik ini. Ong Hok
Liong juga memanggil adiknya, Ong Hok Pa, untuk membantu sektor produksi
terutama dalam hal pembelian tembakau, ngopyok
bako maupun mencampur saus tembakau.
Di
bawah pimpinan Benson Salim dan Samsi, Hien
An Kongsie berubah dari bisnis rokok rumahan menjadi industri berbentuk
pabrik yang kemudian bernama PT. Perusahaan Rokok Tjap Bentoel. Aktivitas
produksinya semakin meningkat dari waktu ke waktu, seiring makin menguatnya
kepak sayap bisnis pemasaran. Tidak hanya di Kota Malang saja, tapi sudah
merambah ke berbagai kota lainnya.
Semakin
berkembang dan majunya industri rokoknya, membawa konsekuensi bagi keluarga Ong
Hok Liong. Keluarga Ong Hok Liong tak pelak lagi menjadi salah satu pemuka
masyarakat, yang tak jarang diajak serta oleh pemerintah setempat untuk
berembuk merencanakan perkembangan kota. Walikota Marwoso, misalkan, pernah
mengajak Ong Hok Liong untuk merenovasi sebuah rumah eks peninggalan Belanda
demi keindahan tata letak kota. Ong Hok Liong setuju, termasuk menempati rumah
tersebut. Sedangkan, rumahnya yang berada di Jalan Wiromargo ditempati
keponakan-keponakannya dari Bojonegoro. Sedikitnya ada sepuluh keponakan yang
tinggal di situ.
Pada
akhir dasawarsa 1970-an adalah era pertumbuhan dan ekspansi Bentoel. Kebutuhan
akan lahan perkantoran semakin tak terelakkan. Direksi Bentoel akhirnya sampai
pada keputusan untuk membangun gedung bertingkat di Jalan Wiromargo. Mereka
akan menggunakannya untuk sarana perkantoran. Secara teoritis, pembangunan ini
bisa menggusur rumah kenangan itu. Tapi mereka rupanya masih ingat wasiat Ong
Hok Liong, yang meninggal pada 1967, untuk tidak melenyapkan rumah itu.
Langkah
bijaksana diambil. Mereka memugar rumah itu di sela-sela pendirian gedung
perkantoran. Skenario pembangunan berjalan mulus, hingga rumah tersebut tetap
berdiri utuh, lengkap dengan pohon belimbingnya yang rindang itu. Gaya
arsitekturnya pun tak mengalami perubahan. Masih seperti dulu, mirip rumah kuno
orang Tionghoa awal abad ke-20.
Pemugaran
hanya mengubah tata letaknya saja. Dulu bangunan tersebut terletak persis di
garis pinggir jalan, kini didorong ke belakang hingga berjarak sekitar delapan
meter dari badan jalan untuk mengantisipasi jika ada pelebaran ruas jalan.
Setelah
pemugaran usai, tak seorang pun tinggal di sana. Juga para buruh yang melinting
rokok. Riwayat rumah sebagai tempat tinggal dan pabrik memang telah berakhir.
Ia telah mendapat identitas baru sebagai penghubung ingatan ke masa lalu
melalui pendirian Museum Sejarah Bentoel. Sedangkan, perusahaan dan kantor
Bentoel sekarang berada di Karanglo, Malang.
Pada
tahun 2000, PT. Perusahan Rokok Tjap Bentoel berubah nama menjadi PT. Bentoel
Internasional Investama Tbk yang dipimpin oleh PT. Rajawali Corporation. Lalu,
pada tahun 2010 PT. Bentoel Internasional Investama Tbk merger dengan PT. BAT Indonesia Tbk dengan mengusung nama Bentoel
Group.
Hilangnya
kepemilikan dari keluarga Ong Hok Liong disebabkan tiadanya pewaris perusahaan
tersebut karena kedua anaknya tidak mempunyai minat dalam industri rokok.
Mariani, putri sulungnya tak mau ikut campur dalam manajemen perusahaan meski
suaminya pernah menjadi wakil direktur dalam perusahaan milik ayahnya tersebut,
dan Rudy Ong, putra bungsunya memilih menetap di Amerika Serikat hingga akhir
hayatnya. *** [250415]
gan mau tanya .. apakah di PT.Banyubiru ada polikliniknya ?? dtunngu blasannya . thank
BalasHapusPenulis yg terhormat, apakah mengetahui sejarah pengusaha rokok bernama tjen tjhong fuk sekitar sebelum tahun 1970 mungkin sekitar 1965.
BalasHapusKalo tidak salah di daerah kediri.
Bila ada info tentang beliau bisa minta tolong hubungi saya di kim_khun@Yahoo.com
Terimakasih banyak sebelumnya
Kalau mau bermitra cara dan syaratnya seperti apa y? Mhn arahannya
BalasHapus• BANDAR JUDI ONLINE DEPOSIT MENGGUNAKAN BANK
BalasHapus• BANDAR JUDI ONLINE DEPOSIT MENGGUNAKAN OVO
• BANDAR JUDI ONLINE DEPOSIT MENGGUNAKAN GOPAY
• BANDAR JUDI ONLINE DEPOSIT MENGGUNAKAN DANA
• BANDAR JUDI ONLINE DEPOSIT MENGGUNAKAN SAKUKU
• BANDAR JUDI ONLINE DEPOSIT MENGGUNAKAN PULSA
• BANDAR JUDI ONLINE DEPOSIT MENGGUNAKAN LINKAJA
Link Pendaftaran »» https://bit.ly/kontak24jam
1#Livechat Bolavita
2#Livechat Bolavita
keren sekali
BalasHapus