Gereja
merupakan bangunan ibadat umat kristiani yang mewadahi kegiatan spiritual bagi
jemaatnya. Berbagai bentuk desain gereja telah tercipta sejak lama dan beberapa
di antaranya sekarang sudah menjadi aset sejarah. Salah satu dari sekian karya
arsitektur yang dapat memperlihatkan ekspresi dari pengungkapan manusia dan
lingkungannya serta dapat berkomunikasi karena di dalam karya tersebut banyak
memperlihatkan simbol-simbol yang akrab dengan manusia dan lingkungannya adalah
Gereja Katolik Santa Maria Puhsarang.
Gereja
ini terletak di Jalan Raya Puhsarang RT.01 RW.02 Desa Puhsarang, Kecamatan
Semen, Kabupaten Kediri, Provinsi Jawa Timur. Lokasi gereja ini berada di depan
Wisma Mbah Kung, dan berada di sebuah bukit kecil yang di bawahnya mengalir
sungai berbatu-batu dengan sekelilingnya penuh pepohonan bambu.
Gereja Katolik Santa Maria Puhsarang atau Gereja Puhsarang didirikan atas prakarsa dari Romo Jan Wolters CM dengan bantuan arsitek Ir. Henri Maclaine Pont. Henri Maclaine Pont, seorang arsitek kelahiran Meester Cornelis (Jatinegara) pada 21 Juni 1885 dari seorang Ibu yang keturunan Bugis, dan Ayah yang orang Belanda.
Romo
Wolters meminta kepada Maclaine agar sedapat mungkin digunakan budaya lokal
dalam merancang gereja di stasi Puhsarang, yang merupakan salah satu stasi dari
paroki Kediri pada waktu itu. Corak lokal Gereja Puhsarang tercetus, ketika
konsep Romo Wolters yang diajukan tersebut bertemu dengan konsep sang arsitek
Henri Maclaine Pont. Sehingga muncul keunikan dalam hal ke-Jawa-an,
kekatolikan, lokalitas, sekaligus universalitas yang setiap bagiannya berguna
untuk sebuah pengajaran serta tempat untuk melakukan perenungan akan arti
sebuah misteri iman.
Peletakan
batu pertama dalam pembangunan gereja ini dilakukan oleh Monseignor Theophile
de Backere CM pada tanggal 11 Juni 1936, bertepatan dengan Sakramen Maha Kudus.
Bangunan gereja ini selesai pada tahun 1937.
Secara fisik, bangunan utamanya menyerupai sebuah tenda atau sebuah kubah besar yang ditopang pada keempat sudutnya oleh soko guru. Bentuk tenda dan soko guru merupakan esensi dari arsitektur Jawa. Kompleks Gereja Puhsarang ini terdiri atas bangunan induk, pendapa, gapura mirip candi, gapura Santo Yusuf, menara Santo Henrikus, ruang gamelan, ruang terbuka dan patung Kristus Raja. Dalam membangun gereja ini, Maclaine selalu menggunakan bahan-bahan lokal dan tenaga lokal serta bangunannya disesuaikan dengan situasi setempat.
Gereja
Puhsarang, kini menjadi landmark atau
tetenger dari kawasan tersebut, dan
sekaligus mempunyai arti yang cukup penting bagi masyarakat sekitar. Hal ini
dapat terjadi karena fasilitas yang terdapat di sekitar gereja cukup dapat
mewadahi kegiatan-kegiatan pokok dari masyarakat setempat. Fasilitas tersebut
seperti ruang terbuka, sekolah serta makam, sehingga fasilitas tersebut
menjadikan lingkungan gereja menjadi pusat kegiatan umum masyarakat sekitar
gereja maupun masyarakat Desa Puhsarang pada umumnya. *** [240515]
Kepustakaan:
Maria I. Hidayatun dan Christine Wonoseputro, 2005. Telaah Elemen-Elemen Arsitektur Gereja
Puhsarang Kediri Sebuah Pengayaan Kosa Kata Arsitektur Melayu (Nusantara),
dalam International Seminar on Malay Architecture as Lingua Franca Jakarta,
June 22-23 2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar