Sebagai
kota tua, Kediri menyimpan memori sejarah yang cukup banyak. Salah satunya
adalah kawasan pecinan (China Town)
yang banyak dihuni oleh orang Tionghoa. Dalam literatur sejarah, orang Tionghoa
terkenal sebagai orang yang ulet dalam berdagang sehingga setiap daerah yang
ada permukiman Tionghoa pada umumnya memiliki basis ekonomi yang kuat dan
sekaligus terhubung dengan dunia luar. Hal ini karena terkait dengan supply chain komoditas yang
diperjualbelikan yang menjadi andalan orang Tionghoa.
Selain
itu, di daerah ini juga berdiri sebuah tempat ibadah bagi pemeluk Tri Dharma
yang masih cukup megah yang bernama Klenteng Tjoe Hwie Kiong. Klenteng ini terletak di Jalan Yos Sudarso No.
148 RT.15 RW.03 Kelurahan Pakelan, Kecamatan Kota, Kota Kediri, Provinsi Jawa
Timur. Lokasi klenteng ini berada di tepi Sungai Brantas, persis di tikungan
Jalan Yos Sudarso.
Klenteng
ini penulis kunjungi setelah terlebih dahulu mengunjungi gedung lama Bank Indonesia Kediri, dan sholat sebentar di Masjid Agung Kediri. Setelah selesai
sholat, mobil Daihatsu Hijet 2000 balik arah kembali menyusuri Jalan Dhaha
terus belok ke kanan menuju Jalan Yos Sudarso yang digunakan sebagai jalur satu
arah. Tepat berada di tikungan, pintu gerbang klenteng (pai lou) sudah terlihat. Pintu gerbang klenteng ini tidak seperti
pada klenteng umumnya yang berbentuk paduraksa,
melainkan menyerupai benteng yang didominasi warna merah dan kuning. Pada pintu
gerbang tersebut ditempeli tulisan “Revitalisasi Cagar Budaya Klenteng Tjoe
Hwie Kiong Di Bawah Pengawasan dan Arahan Balai Pelestarian Peninggalan
Purbakala Jawa Timur”. Tulisan ini jelas menunjukkan bahwa klenteng tersebut
telah berumur tua.
Menurut informasi yang didapat, Klenteng Tjoe Hwie Kiong dibangun pada tahun 1895 oleh warga Tionghoa yang telah bermukim di Kediri. Mereka menggalang dana dengan menyisihkan sebagian dari pendapatannya untuk mewujudkan tempat ibadah pada waktu itu. Pada waktu itu, banyak orang Tionghoa yang berasal dari Fujian, Tiongkok yang meninggalkan negerinya untuk mengadu nasib di tempat lain. Termasuk di antaranya ada yang menuju ke Kediri melalui Sungai Brantas.
Dulu,
Klenteng straat sudah menjadi kawasan
yang ramai. Klenteng straat, yang
sekarang berubah menjadi Jalan Yos Sudarso merupakan bagian dari kota lama di
wilayah Kota Kediri yang banyak dihuni oleh orang-orang Tionghoa. Deretan rumah
khas Tiongkok yang membentuk hunian pemukiman, banyak menghiasi daerah ini.
Mereka berjualan segala kebutuhan masyarakat, mulai dari sembako, pakaian
hingga perlengkapan lainnya di sepanjang hampir dua kilometer jalan tersebut.
Pemukimannya pun sudah cukup padat. Hal ini dikarenakan daerah ini dekat dengan
Sungai Brantas yang dulu merupakan jalur transportasi utama dari Kediri menuju
Surabaya atau sebaliknya.
Memasuki
halaman klenteng yang begitu luas ini terlihat bangunan utama klenteng berikut
bangunan pendukung lainnya. Sebelum masuk bangunan utama, tepat di depan pintu
terdapat hiolo (tempat menancapkan hio) yang terbuat dari kuningan. Di
sebelah kiri dan kanan pintu masuk ada kan
chuang (jendela rendah yang dapat memberikan pemandangan keliling dan
berbentuk bulat. Di atas wuwungan, terlihat huo
zhu (mutiara api berbentuk bola) ditaruh di atas kepala orang dan diapit oleh dua xing long (naga berjalan). Sedangkan, di
kanan di depan bangunan utama terdapat kim
lo (tempat pembakaran kertas persembahyangan).
Lanjut ke dalam, akan dijumpai beberapa altar untuk memuja para dewa, di antaranya altar Tri Nabi Agung. Altar sebelah kiri yang berlogo Yin-Yang berisi rupang Lao Tze yang digunakan sebagai altar pemujaan penganut Tau. Di tengah ada altar berlogo Swastika berisi rupang Buddha Sakyamuni yang diperuntukkan bagi penganut Budda, dan yang di sebelah kanan berupa altar berlogo Genta adalah rupang Kong Hu Cu yang digunakan bagi penganut Kong Hu Cu.
Keluar
dari bangunan utama searah mata memandang ke barat, Anda akan melihat bangunan
mirip rumah panggung berukuran kecil bercat merah. Panggung ini digunakan untuk
pertunjukkan wayang potehi. Anda bisa menonton sambil duduk yang telah
disediakan oleh pengurus klenteng. Wayang ini akan dilakonkan pada sore (15.00
WIB – 17.00 WIB) maupun malam hari (19.00 WIB-21.00 WIB) tapi tidak setiap
hari. Pagelaran wayang Potehi ini berdasarkan pemesanan dari jemaatannya.
Tepat
di belakang panggung wayang Potehi, berdiri menjulang patung Makco Thian Siang Sing Boo. Patung seberat
18, 7 ton dengan tinggi 5 meter ini sengaja didatangkan dari Desa Buthien,
Tiongkok, yang diyakini sebagai asal Makco pada 9 Oktober 2011. Makco, di
kalangan orang Tionghoa dikenal sebagai dewi penolong yang welas asih. Sehingga, harapan dipasangnya patung Makco yang
menghadap langsung ke Sungai Brantas ini adalah untuk menjaga keamanan,
ketertiban dan kedamaian masyarakat Kota Kediri.
Selain
bangunan utama klenteng yang menghadap ke barat atau Sungai Brantas, di sebelah
kanan terdapat gedung Mitra Graha berlantai 2. Gedung ini digunakan untuk
mendukung bagi bangunan klenteng secara keseluruhan. Sedangkan, di sebelah kiri
klenteng terdapat gedung Pasada Graha. Gedung ini dibangun oleh PT. Gudang
garam Tbk pada 24 Mei 2011. Selain untuk acara yang berhubungan dengan agenda
klenteng, gedung berlantai 3 ini juga bisa disewakan untuk umum. *** [240515]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar