The Story of Indonesian Heritage

SDN Ditotrunan 01 Lumajang

Usai menyaksikan bangunan peninggalan kolonial Belanda berupa Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Lumajang, bergeser sedikit ke arah barat daya saya pun kembali bisa melihat bangunan peninggalan kolonial Belanda lainnya, yaitu Sekolah Dasar Negeri (SDN) Ditotrunan 01 Lumajang.
SDN ini terletak di Jalan Alun-Alun Selatan No. 14 Kelurahan Ditotrunan, Kecamatan Lumajang, Kabupaten Lumajang, Provinsi Jawa Timur. Lokasi SDN ini berada di sebelah selatan Taman Bermain Alun-Alun Lumajang, atau sebelah timur Gedung Soedjono.
SDN Ditotrunan 01 merupakan sekolah dasar yang tertua di Kabupaten Lumajang yang masih mampu bertahan sampai saat ini. Bangunan sekolah ini telah berdiri semenjak 31 Desember 1914 seiring dengan diberlakukannya Politik Etis. Awalnya, sekolah ini bernama Hollandsch Inlandsche School (HIS).


Dalam struktur pendidikan masa Hindia Belanda, HIS termasuk jenjang pendidikan rendah (Lager Onderwijs) atau setingkat dengan pendidikan dasar sekarang. Pendidikan berlangsung selama tujuh tahun dengan bahasa pengantar utama adalah bahasa Belanda. Pada waktu itu tidak semua penduduk keturunan pribumi asli bisa mengenyam di bangku sekolah ini. Umumnya mereka adalah priyayi atau pegawai pemerintah yang berpenghasilan 100 gulden. Kecuali para pembesar pribumi, anaknya tidak sekolah di HIS melainkan di Europesche Lager School (ELS).
Di dua jenis sekolah dasar ini, siswa belajar dengan pengantar bahasa Belanda, dan lama belajarnya pun sama selama tujuh tahun. Bedanya, kalau menjadi murid HIS, siswa akan menjumpai murid yang sama-sama pribumi, tapi kalau di ELS, siswa pribumi umumnya minoritas karena kebanyakan anak-anak Belanda atau Eropa lainnya.


Pada waktu pendudukan Jepang, semua sekolah yang berpengantar bahasa Belanda ditutup dan dibubarkan oleh Jepang, termasuk Hollandsch Inlandsche School yang ada di pojok alun-alun ini. Namun beberapa saat kemudian, sekolah ini kembali dibuka dengan nama dan sistem baru. Tidak diperbolehkan lagi menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar, tetapi harus dengan bahasa Indonesia, serta wajib mempelajari bahasa Jepang dan menyanyikan lagu kebangsaan Jepang, Kimigayo. Jenjang pendidikan dasar ini kemudian diberi nama Sekolah Rakyat, atau dalam bahasa Jepang dikenal dengan Kokumin Gakko.
Setelah Indonesia merdeka, sekolah ini masih tetap berjalan seperti biasa. Pada saat terjadi Agresi Militer Belanda I atau Clash I pada tahun 1947, sekolah ini pun tutup karena banyak rakyat yang mengungsi. Kondisi ini menyebabkan bangunan sekolahnya terbengkelai, dan kemudian akhirnya banyak dihuni oleh kelelawar. Terdapat ribuan kelelawar pada masa-masa sekolah itu kosong. Oleh karena itu, sekolah ini kemudian sering disebut sebagai SD Lowo kendati sekolah ini sekarang telah menjadi SDN Ditotrunan 01.
Dilihat dari fasad bangunannya, sekolah ini memiliki gaya arsitektur peralihan yang khas. Gaya arsitektur ini memiliki ciri pemakaian atap gevel, bukaan seperti pintu dan jendela yang berukuran besar serta serambi keliling pada bagian depan bangunan merupakan beberapa dari ciri arsitektur peralihan yang berkembang antara tahun 1890-1920. Pemakaian material dan bentuk bangunan yang mulai menyesuaikan iklim tropis di Indonesia merupakan ciri gaya arsitektur peralihan.
Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Lumajang Nomor: 02 Tahun 2014 tentang Pelestarian Cagar Budaya, SDN Ditotrunan 01 Lumajang telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya (BCB) yang ada di Kabupaten Lumajang. Sehingga, bangunan SDN yang berdiri di atas lahan seluas 4.770 m² ini harus tetap dirawat dan dilestarikan. *** [070718]
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami