The Story of Indonesian Heritage

Alun-Alun Lumajang

Seperti halnya kota atau kabupaten di Pulau Jawa, Lumajang juga memiliki sebuah alun-alun yang berada di pusat kota. Alun-alun Lumajang terletak di Jalan Alun-alun Utara, Kelurahan Rogotrunan, Kecamatan Lumajang, Kabupaten Lumajang, Provinsi Jawa Timur. Lokasi alun-alun ini berada di sebelah selatan Kantor Bupati Lumajang.
Alun-alun merupakan hamparan tanah lapang atau lapangan rumput atau pasir luas yang ditanami pohon beringin, baik di pinggir maupun di tengahnya. Lapangan tersebut umumnya berbentuk persegi empat, dan lokasinya dipisahkan oleh jalan dengan bangunan lainnya yanga ada di sekitar alun-alun.


Alun-alun secara filosofis memiliki fungsi sangat penting bagi sebuah pusat pemerintahan pada zaman dulu. Sebuah kota di Pulau Jawa akan memiliki jaringan jalan yang mengikuti pola grid pattern, berupa jalan-jalan parallel dengan orientasi barat-timur, dan jalan dengan orientasi utara-selatan, jikalau tidak mengalami gangguan geografis. Jalan tersebut saling bertemu untuk membagi kota menjadi blok-blok yang berbentuk kotak. Salah satu dari blok tersebut merupakan alun-alun.
Setelah Lumajang menjadi ibu kota daerah administratif kolonial afdeeling (bagian karesidenan yang dipimpin oleh seorang asisten residen), pada 1886 dibangun sebuah alun-alun. Sebelumnya, Lumajang masih merupakan desa kecil namun setelah melihat potensi geografisnya, pemerintah Hindia Belanda mengembangkan daerah tersebut untuk perkebunan-perkebunan bernilai komoditas tinggi masa itu, seperti tebu, kopi, teh, dan lain-lainnya.


Pembagian afdeeling diikuti dengan pembentukkan daerah administratif pribumi yang sederajat, yaitu kabupaten, yang dipimpin oleh seorang patih atau bupati. Oleh karena itu di sekitar alun-alun tidak hanya dibangun kediaman asisten residen tetapi juga kediaman penguasa pribumi.
Peletakan bangunan yang ada di sekitar Alun-alun Lumajang itu juga merujuk kepada pakem Catur Tunggal yang umumnya digunakan oleh daerah-daerah di wilayah Jawa pada umumnya, yakni dikelilingi oleh kediaman asisten residen di sisi utara (kini menjadi gedung Pemda), masjid di sisi barat, penjara di sisi timur, dan kediaman kepala pribumi (pendopo kabupaten) di sisi selatan.


Pohon beringin tidak hanya tumbuh di tengah, tetapi juga di bagian tepinya. Dari ukurannya, pohon beringin terlihat lebih tua daripada semua gedung di sekeliling alun-alun. Sekitar tahun 1910, sebuah penerbit bernama La Riviére en Voorhoeve, Zwolle (Belanda) mencetak kartu pos dengan judul Waringinboomen (Pohon Beringin) di Alun-alun Lumajang (Olivier Johannes Raap, 2015: 4).
Penerbit itu mengabadikan pohon beringin yang terdapat di Alun-alun Lumajang karena terkesan akan pemandangan yang dihasilkan oleh pohon beringin tersebut kala itu, besar menjulang ke atas dan rimbun. Semula pohon beringin yang ada di tengah berjumlah dua, tapi sekarang tinggal satu pohon saja.
Pada masa lampau, Alun-alun Lumajang digunakan sebagai tempat berkumpul rakyat saat pejabat pemerintahan berpidato atau acara tertentu, seperti saat acara pelaksanaan hukuman pancung, pesta rakyat, dan pertunjukan kesenian.
Kini, alun-alun itu menjadi ruang terbuka hijau (RTH) yang ada di Lumajang setelah dilakukan renovasi dengan dilengkapi oleh air mancur menari dan kawasan bermain anak. Sehingga, Alun-alun Lumajang tidak hanya sebagai fungsi ekologis, namun juga menjadi tempat berinteraksi masyarakat yang rekreatif. *** [070718]

Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami